InfoMalangRaya.com— Panitia Khusus (Pansus) Angket Penyelenggaraan Haji 2024 DPR RI mengeluarkan 5 rekomendasi dan 9 kesimpulan terkait penyelenggaraan haji 2024. Rekomendasi dibacakan Nusron Wahid dalam rapat paripurna di gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Senin (30/9/2024).
“Pembentukan panitia angket haji DPR RI didorong oleh adanya dugaan ketidakpatuhan dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh, terutama terkait pendistribusian kuota haji dan tata kelola yang dianggap tidak sesuai dengan prinsip good governance,” ujar Nusron mengawali penyampaian laporannya.
Pansus juga akan merekomendasikan pemerintah selanjutnya untuk memilih menteri agama yang cakap dan kompeten. Terakhir, bila diperlukan DPR periode 2024- 2029 itu dapat mengajukan hak angket lagi soal haji.
Sementara Anggota Pansus Haji Marwan Ja’far mengatakan, Pansus Haji menyimpulkan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas diduga menyalahgunakan kewenangan dan melakukan kecurangan atas pengalihan kuota tambahan itu.
Pansus Haji lantas merekomendasikan temuan itu untuk diteruskan kepada aparat penegak hukum yaitu Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK.
“Penyalagunaan kewenangan menteri agama dan kecurangan itu diteruskan pada aparat hukum,” kata Marwan, menambahkan hasil tersebut sudah memenuhi keinginan masyarakat.
Di bawah ini rekomendasi terkait penyelenggaraan Ibadah Haji yang disampaikan dalam rapat paripurna terakhir DPR RI periode 2019-2024.
Pertama, dibutuhkan revisi terhadap UU Nomor 8 tahun 2019 tentang penyelenggaraan ibadah Haji dan Umroh dan UU Nomor 34 tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan haji dengan mempertimbangkan kondisi kekinian yang terjadi dalam regulasi dan model pelaksanaan ibadah haji yang ada di Arab Saudi.
“…dengan mempertimbangkan kondisi kekinian yang terjadi dalam regulasi dan model pelaksanaan ibadah haji di Arab Saudi,” kata Nusron saat membacakan laporan Pansus Haji pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senin (30/9/2024).
Kedua, diperlukan sistem yang lebih terbuka dan akuntabel dalam menetapkan kuota haji terutama dalam ibadah haji khusus termasuk pengalokasian kuota tambahan. Setiap keputusan yang diambil harus berdasarkan peraturan yang jelas dan diinformasikan secara terbuka kepada publik.
Ketiga, dalam pelaksanaan ibadah haji khusus, Pansus merekomendasikan hendaknya dalam pelaksanaan mendatang peranan negara dalam fungsi kontrol dalam pelaksanaan ibadah haji khusus harus lebih diperkuat dan dioptimalkan.
Keempat, Pansus haji mendorong penguatan peran lembaga pengawas internal pemerintah (seperti Inspektorat Jenderal Kementerian Agama dan BPKP) agar lebih detail dan kuat dalam mengawasi penyelenggaraan Haji.
Manakala membutuhkan tindak lanjut, dapat melibatkan pengawas eksternal seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan aparat penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan dan KPK).
Menurut Pansus, saat membutuhkan tindak lanjut, dapat melibatkan dan bekerja sama dengan pengawas eksternal seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Aparat Penegak Hukum (APH).
Kelima, Pansus mengharapkan Pemerintahan mendatang agar dalam mengisi posisi Menteri Agama RI dengan figur yang dianggap lebih cakap dan kompeten dalam mengkoordinir, mengatur, dan mengelola penyelenggaraan ibadah haji.
Nusron mengatakan pembagian tambahan kuota haji tahun 2024 ada potensi tidak sesuai dengan UU nomor 8 tahun 2019 tentang penyelenggaraan haji dan umrah.
Pansus menemukan dugaan ketidakpatuhan terhadap pasal 64 ayat 2 UU nomor 8 tahun 2019 tentang penyelenggaraan haji dan umrah. Ketidakpatuhan itu terkait penetapan alokasi kuota haji khusus sebesar 8% dari kuota haji Indonesia.
“Inspektorat Jenderal Kementerian Agama sebagai APIP tidak menjadikan pembagian kuota haji tambahan tahun 2024 sebagai obyek pengawasan,” ujar Nusron.
Selain itu, Pansus menilai Siskohat (sistem komputerisasi haji terpadu) dan Siskopatuh (sistem komputerisasi pengelolaan terpadu umrah dan haji khusus) tidak terjamin keamanannya karena tidak ada audit berkala terhadap sistem.
Pansus menilai, terlalu banyak pemangku kepentingan yang dapat mengakses, rawan diintervensi, sehingga membuka peluang orang yang belum saatnya berangkat haji tanpa antrean.
“Dalam mempergunakan nilai manfaat, ditemukan adanya ketidakadilan, dimana mereka yang belum berhak untuk berangkat, menggunakan nilai manfaat tahun berjalan yang didapat dari jemaah haji lain yang berada pada daftar antrean,” jelas Nusron.*
Leave a comment
Leave a comment