Bekerja dari Rumah: Mimpi atau Tantangan?
Bekerja dari rumah sering dianggap sebagai kehidupan ideal: bebas dari kemacetan, bisa menggunakan pakaian nyaman, dan menikmati fleksibilitas waktu. Namun, kenyataannya tidak semua orang benar-benar menikmati bekerja dari rumah. Banyak yang justru merasa cepat lelah, kewalahan, atau kesulitan memisahkan hidup pribadi dan pekerjaan.
Di sisi lain, ada kelompok kecil yang sungguh cocok dan bahagia bekerja dari rumah. Mereka tetap produktif, tidak mudah burn out, dan menikmati keseimbangan hidup yang sehat. Psikologi menunjukkan bahwa perbedaan utamanya terletak pada batasan yang mereka tetapkan—batasan yang sering kali diabaikan oleh pekerja lain.
8 Batasan yang Diterapkan oleh “WFH Champions”
-
Membuat Zona Kerja Khusus
Orang yang menikmati WFH hampir selalu memiliki “zona kerja” khusus—apapun bentuknya: meja kecil, sudut ruangan, atau rak yang diposisikan strategis. Dengan memisahkan ruang, otak tahu kapan saatnya fokus, dan kapan saatnya rileks. Tanpa batasan ini, rumah terasa seperti kantor yang tak pernah tutup. -
Menetapkan Jam Kerja yang Konsisten
Orang lain sering berpikir WFH berarti bekerja kapan saja. Padahal, orang yang benar-benar nyaman bekerja dari rumah justru membuat jadwal bak kantor—jam mulai, jam selesai, serta blok waktu fokus. Riset psikologi perilaku menunjukkan bahwa rutinitas membuat otak hemat energi dan menurunkan stres pengambilan keputusan (decision fatigue). Jadwal bukan pengekangan — itu adalah kebebasan yang terstruktur. -
Mengatur Gangguan dengan Jelas
Entah berupa tulisan di pintu, mode “Do Not Disturb” di ponsel, atau deklarasi keras ke keluarga, mereka pandai mengatur gangguan. Psikologi menyebut ini sebagai boundary communication — kemampuan mengomunikasikan batas dengan jelas tanpa merasa bersalah. Orang yang tidak menikmati WFH biasanya kesulitan berkata: “Maaf, aku sedang kerja.” Padahal itu sangat diperlukan. -
Memutuskan Kapan Online dan Kapan Tidak
Bekerja dari rumah mudah membuat seseorang selalu merasa harus responsif. Namun para pekerja WFH yang bahagia punya aturan jelas: Chat setelah jam kerja? Balas besok. Email malam hari? Tidak langsung dijawab. Permintaan mendadak? Diprioritaskan rasional, bukan emosional. Dengan begitu, mereka tidak hidup dalam “mode darurat” sepanjang hari. -
Menjaga Transisi Psikologis Seperti Layaknya Pergi ke Kantor
Banyak orang langsung duduk di depan laptop setelah bangun, lalu bertanya-tanya kenapa hari terasa melelahkan. Sebaliknya, orang yang menikmati WFH menciptakan ritual transisi: mandi pagi, membuat kopi, berjalan sebentar, atau mendengarkan musik tertentu. Psikologi menyebutnya mental cueing—memberi sinyal bahwa hari kerja dimulai atau berakhir. Rutinitas kecil ini menciptakan batas halus antara “aku di rumah” dan “aku bekerja”. -
Tidak Membiarkan Pekerjaan Masuk ke Ruang Emosi
Orang yang nyaman WFH tahu kapan harus menarik garis emosional: tidak membawa drama kantor ke ruang tamu, tidak mengizinkan tekanan tugas merusak suasana rumah, tidak membiarkan komentar rekan kerja menghantui sisa hari. Ini disebut emotional boundary management. Mereka mengelola stres dengan olahraga ringan, journaling, tidur cukup, atau menyusun prioritas harian agar tidak tenggelam dalam kekacauan. -
Menjaga Waktu Istirahat dengan Serius
Ironisnya, banyak orang yang bekerja dari rumah justru lebih jarang istirahat dibanding saat di kantor. Mereka makan siang sambil mengetik, bahkan lupa berdiri selama berjam-jam. Sementara para pekerja WFH yang sehat menegakkan aturan: makan siang tanpa laptop, jeda 5–10 menit tiap beberapa jam, break sore untuk reset mental. Psikologi kognitif menegaskan bahwa istirahat teratur meningkatkan fokus, kreativitas, dan resiliensi emosional. -
Membedakan “Ada di Rumah” dari “Tersedia”
Ini batasan yang paling sering diabaikan. Banyak orang—terutama keluarga—mengira karena seseorang ada di rumah, berarti mereka bebas dimintai tolong kapan saja. Orang yang menikmati WFH tegas berkata: “Aku baru bisa bantu setelah jam segini.” atau “Sekarang aku sedang kerja.” Mereka tidak takut terlihat “kurang enak” karena mereka paham: tanpa batasan ini, WFH akan menjadi bencana.
Kesimpulan: Kunci Nyaman Bekerja dari Rumah Bukan Ruang, Tapi Batas
Orang yang menikmati bekerja dari rumah bukan karena mereka lebih santai, lebih introvert, atau lebih bebas. Mereka bahagia karena mereka menetapkan batasan—fisik, waktu, emosi, dan sosial. WFH bukan soal bekerja tanpa aturan. WFH justru membutuhkan aturan pribadi yang lebih jelas agar rumah tetap menjadi tempat istirahat, bukan kantor 24 jam.
Jika kamu merasa WFH membuatmu cepat lelah atau kehilangan fokus, coba terapkan satu atau dua batasan di atas. Perlahan-lahan, kamu akan merasakan versi WFH yang lebih sehat: lebih tenang, lebih terkendali, dan lebih manusiawi.







