Apa sebenarnya yang terjadi dengan penangkapan Ekrem Imamoglu, tokoh Partai Rakyat Republik (CHP) yang berhaluan secular? Bagaimana masa depan Turki dan Erogan?
Oleh: Pizaro Ghozali Idrus
InfoMalangRaya.com | POLISI Turki menangkap Wali Kota Istanbul, Ekrem Imamoglu, yang juga tokoh oposisi utama terhadap Presiden Recep Tayyip Erdogan, pada 19 Maret 2025. Bersama Imamoglu, sekitar 100 orang lainnya juga ditahan, termasuk jurnalis dan tokoh bisnis.
Penangkapan Ekrem Imamoglu dikaitkan dengan dugaan korupsi, pencucian uang, dan pemberian bantuan kepada elemen Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang dianggap sebagai organisasi teroris oleh pemerintah Turki.
Penangkapan Imamoglu memicu gelombang protes di berbagai kota besar di Turki seperti Istanbul, Ankara, dan Izmir. Basis utama pendukung Imamoglu berasal dari CHP, kelompok sekuler yang menilai tindakan ini sebagai upaya politik untuk melemahkan oposisi menjelang pemilihan presiden 2028. Izmir sendiri dikenal sebagai basis kuat partai CHP.
Media asing cukup intens mengangkat isu ini, terutama yang memiliki kebijakan luar negeri kontra terhadap Turki atau berasal dari negara-negara liberal di Eropa.
Imamoglu dipandang Barat sebagai pesaing kuat Erdogan dalam pemilu 2028, meskipun belum secara resmi dicalonkan. Karenanya, banyak negara Barat memiliki mendekatan dengan CHP.
Bahkan, sebelum Pemilu 2023, Joe Biden pernah menyerukan oposisi untuk menggulingkan Erdogan karena dianggap menghambat kepentingan Barat di Eropa.
Isu penangkapan ini juga dikaitkan Barat sebagai strategi politik Erdogan untuk melemahkan lawan-lawannya. Apalagi Imamoglu memiliki rekam jejak mengalahkan Partai AKP dalam pemilihan Wali Kota Istanbul selama dua periode.
Recep Erdogan sendiri memulai karir politiknya dari Istanbul sebelum akhirnya menjadi presiden dalam waktu yang cukup lama. Istanbul adalah kota terbesar dan pusat ekonomi di Turki, sehingga jabatan Wali Kota di sana memiliki pengaruh politik yang besar.
Sebelumnya, Tahun 2019, Imamoglu berhasil mengalahkan kandidat dari Partai AKP, Binali Yildirim, yang sebelumnya menjabat sebagai Perdana Menteri dan Ketua DPR.
Apa sebenarnya yang terjadi dengan penangkapan Ekrem Imamoglu, tokoh Partai Rakyat Republik (CHP) yang berhaluan sekular didirikan oleh Mustafa Kemal Atatürk dan dikenal dekat dengan Barat ini?
Benarkah penangkapan ini sebuah balas dendam presiden berkuasa Recep Erdogan yang saat ini sedang berkuasa? Ada enam catatan penting masalah ini;
İmamoğlu sebagai Rival Politik Erdoğan
Ekrem İmamoğlu dikenal sebagai salah satu tokoh yang berpotensi menjadi pesaing kuat Erdoğan dalam pemilu presiden 2028. Ia telah dua kali memenangkan pemilihan Wali Kota Istanbul, kota terbesar di Turki yang menjadi pusat bisnis dan ekonomi.
Bagi AKP, keberhasilan CHP dan İmamoğlu di Istanbul menjadi ancaman serius. Oleh karena itu, penangkapannya menimbulkan spekulasi bahwa ini adalah strategi politik untuk melemahkan oposisi sebelum pemilu mendatang.
Namun, ada juga dugaan bahwa kasus korupsi yang melibatkan İmamoğlu memang memiliki bukti yang kuat. Polisi Turki telah menyita jutaan lira dari mitra bisnis dan staf İmamoğlu, yang diduga digunakan untuk mendanai organisasi yang dikaitkan dengan PKK.
Isu separatisme adalah garis merah dalam politik Turki, dan tuduhan ini bisa menjadi penghambat bagi popularitasnya dalam persaingan politik nasional.
Pandangan Negatif İmamoğlu tentang Palestina Hamas
Dalam wawancara dengan CNN pada 29 April 2024, İmamoğlu secara terang-terangan menyebut “Hamas sebagai kelompok teroris” karena aksi mereka pada 7 Oktober 2023. Ia menyatakan:
“Of course, Hamas carried out an attack in ‘Israel’ that we deeply regret.”(Tentu saja, Hamas melakukan serangan ke ‘Israel’ yang sangat kami sesali.)
Pernyataan ini menimbulkan reaksi keras di Turki, terutama dari Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang dipimpin Erdoğan. AKP dan pemerintah Turki selama ini menganggap Hamas sebagai gerakan perjuangan kemerdekaan Palestina, bukan sebagai kelompok teroris.
Tak hanya itu, İmamoğlu juga menerima kunjungan Menteri Pariwisata ‘Israel’ di Istanbul, yang semakin memperjelas sikapnya yang berbeda dari kebijakan Erdoğan terhadap Palestina.
Turki memang telah menjalin hubungan diplomatik dengan ‘Israel’ sejak tahun 1950-an, jauh sebelum Erdoğan menjadi politisi. Namun, hubungan ini naik turun tergantung pada dinamika politik di kedua negara. Erdoğan sendiri kerap menyebut ‘Israel’ sebagai negara teroris dan mengecam kebijakan pendudukan mereka di Palestina.
Sikap İmamoğlu yang pro-’Israel’ ini semakin memperkuat persepsi bahwa jika CHP dan İmamoğlu berkuasa, maka kebijakan luar negeri Turki terhadap Palestina bisa berubah drastis.
Kontroversi Ijazah İmamoğlu
Selain tuduhan korupsi, İmamoğlu juga menghadapi masalah terkait keabsahan ijazahnya. Universitas Istanbul dikabarkan telah membatalkan penyetaraan ijazah sarjananya setelah ditemukan bahwa ia bukan lulusan Universitas Istanbul, melainkan dari sebuah universitas di Siprus.
Imamoglu diketahui mendapatkan gelar dari sebuah universitas di Siprus, namun standar akademik dari Siprus tidak serta-merta dapat dikonversi di Turki.
Hal ini mengundang kecurigaan terkait legalitas gelarnya, yang kini menjadi dasar tambahan bagi pemerintah untuk mendiskualifikasinya dari pemilihan presiden 2028, karena syarat pencalonan presiden di Turki mengharuskan kandidat memiliki gelar sarjana yang sah.
Kasus ini juga dipandang sebagai balasan dari kubu Erdogan, mengingat sebelumnya Erdogan sendiri pernah dituduh menggunakan ijazah palsu dari Universitas Marmara. Namun, Erdogan berhasil membuktikan keabsahan ijazahnya.
Kini, isu ijazah Imamoglu justru menjadi senjata bagi pemerintah untuk meragukan kredibilitasnya, seperti halnya dilakukan Imagmoglu pada Erdogan dulu, meski Erdogan telah berhasil membuktikan secara hukum.
Kinerja AKP dan Dinamika Politik Turki
Dalam dua periode terakhir, kinerja pemerintahan Erdoğan mengalami tantangan besar, terutama dalam sektor ekonomi. Inflasi tinggi dan melemahnya mata uang lira telah menyebabkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat.
Di sisi lain, terjadi polarisasi tajam antara pendukung dan oposisi Erdoğan. Di Istanbul, kota dengan lebih dari 13 juta penduduk, perbedaan pandangan politik sangat terasa. İmamoğlu mampu memenangkan dua kali pemilu wali kota, bahkan ketika pemungutan suara harus diulang.
Selain Istanbul, Ankara, ibu kota Turki, juga jatuh ke tangan oposisi. Kekalahan ini menjadi pukulan berat bagi AKP, karena Istanbul dan Ankara adalah pusat ekonomi dan politik Turki. Jika tren ini berlanjut, ada kemungkinan besar bahwa AKP akan kehilangan kekuasaan dalam pemilu mendatang.
Kecara lebih luas, jika Erdoğan dan AKP kehilangan dominasi politik, Turki bisa mengalami perubahan signifikan dalam kebijakan luar negeri dan domestiknya.
Dari sisi geopolitik, Turki di bawah Erdoğan telah membangun pengaruh yang signifikan, termasuk dalam konflik Rusia-Ukraina, hubungan dengan NATO, serta kebijakan terhadap kelompok separatis seperti PKK. CHP, di sisi lain, tidak memiliki sejarah keterlibatan yang mendalam dalam kebijakan luar negeri dan lebih fokus pada reformasi internal.
CHP, dengan fokus yang lebih besar pada isu-isu domestik dan ekonomi dibandingkan geopolitik, kemungkinan tidak akan memainkan peran seagresif Erdoğan dalam diplomasi internasional, terutama dalam isu-isu dunia Islam seperti Palestina, Kashmir, dan Uighur di China.
Perkembangan politik ini menunjukkan bahwa Turki sedang berada dalam periode transisi yang menarik, dengan potensi perubahan signifikan dalam kepemimpinan dan kebijakan negara di masa depan.
Dukungan Barat dan Dampak Politik Luar Negeri Turki
Jika CHP dan İmamoğlu menggantikan Erdoğan, wajah hubungan internasional Turki bisa berubah drastis. Erdoğan selama ini dikenal sebagai pemimpin yang vokal dalam mendukung Palestina, menjalin hubungan erat dengan Rusia dan China, serta memainkan peran kunci dalam berbagai konflik global seperti Suriah dan Ukraina.
Mantan Presiden AS Donald Trump pernah menyebut Erdoğan sebagai “smart guy” dan salah satu pemimpin yang mampu mengimbangi kekuatan besar dunia. Sementara itu, Vladimir Putin dan China juga memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Turki di bawah Erdoğan.
Sebaliknya, CHP cenderung lebih fokus pada isu domestik dan memiliki hubungan lebih erat dengan Barat, khususnya Amerika Serikat dan Uni Eropa. Banyak anggota CHP yang tidak memiliki pengalaman diplomatik internasional yang luas, berbeda dengan AKP yang dipimpin oleh politisi dengan latar belakang akademik dan pengalaman di luar negeri.
Tanpa Erdoğan, sulit membayangkan Turki memiliki pemimpin yang mampu bernegosiasi dengan Rusia, China, atau bahkan Uni Eropa dalam skala yang sama.
Jika Erdoğan dan AKP kehilangan dominasi politik, Turki bisa mengalami perubahan signifikan dalam kebijakan luar negeri dan domestiknya. CHP, dengan fokus yang lebih besar pada isu-isu domestik dan ekonomi dibandingkan geopolitik, kemungkinan tidak akan memainkan peran seagresif Erdoğan dalam diplomasi internasional, terutama dalam isu-isu dunia Islam seperti Palestina, Kashmir, dan Uighur di China.
CHP, Islamofobia dan Dunia Islam
CHP adalah partai sekuler yang tidak memiliki visi untuk memperjuangkan kepentingan dunia Islam. Jika Erdoğan dikenal aktif dalam mendukung Palestina, Uighur di China, Kashmir di India, dan Muslim Moro di Filipina, maka CHP lebih cenderung tidak terlibat dalam isu-isu ini.
Contohnya, perdamaian antara pemerintah Filipina dan Bangsamoro justru ditengahi oleh Turki, bukan oleh negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia. Hal ini menunjukkan bagaimana Turki di bawah Erdoğan memainkan peran penting dalam membela hak-hak Muslim di berbagai belahan dunia.
Jika CHP berkuasa, kemungkinan besar fokus Turki akan kembali ke dalam negeri, tanpa ada ambisi geopolitik besar seperti yang dilakukan Erdoğan.
Kesimpulan
Saat ini, Turki berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, ada kelompok yang mendukung keberlanjutan kepemimpinan Erdoğan dengan alasan stabilitas geopolitik dan keberpihakan kepada umat Islam. Di sisi lain, ada oposisi yang menginginkan perubahan, dengan alasan ekonomi yang memburuk dan meningkatnya otoritarianisme.
Ke depan, perkembangan politik Turki akan sangat menarik untuk diikuti, terutama dalam melihat bagaimana Erdoğan dan AKP menghadapi tantangan ekonomi serta persaingan dengan oposisi yang semakin kuat. Penangkapan İmamoğlu hanyalah salah satu bagian dari dinamika yang lebih besar dalam politik Turki, yang kemungkinan akan terus berkembang dalam waktu dekat.
Penangkapan Ekrem İmamoğlu menandai babak baru dalam politik Turki. Jika benar kasus korupsi dan ijazah palsunya terbukti, maka peluangnya untuk mencalonkan diri dalam pemilu presiden 2028 akan semakin kecil.
Namun, jika ini hanya strategi politik AKP untuk melemahkan lawan, maka bisa jadi İmamoğlu justru semakin populer.
Di sisi lain, jika CHP menggantikan Erdoğan, kebijakan luar negeri Turki bisa mengalami perubahan drastis, terutama dalam hubungannya dengan Palestina, dunia Islam, dan negara-negara besar seperti Rusia dan China.
Bagaimanapun juga, perkembangan ini akan terus menjadi perhatian, baik di dalam negeri Turki maupun di kancah internasional.*
Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue. Kandidat Ph.D pada Center for Policy Research USM Malaysia. Direktur Eksekutif Baitul Maqdis Institute