Jakarta (IMR) – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel berencana untuk melebarkan pasarnya terutama untuk kawasan Eropa dan Amerika Serikat. Sejauh ini, Tiongkok merupakan pasar utama dari produk Harita Nickel.
Sementara permintaan global terhadap produk nikel meningkat, salah satunya untuk menopang pertumbuhan mobil listrik. Untuk meyakinkan calon buyers, Harita Nickel secara sukarela melaksanakan penilaian/audit independen berstandar internasional, The Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA).
“Jadi, saat ini pasar sangat terbuka luas. Pabrikan global sudah berstandar IRMA sehingga kami pun ingin menunjukkan sudah berstandar IRMA,” tegas Deputy Health, Safety, Environment (HSE) Department Harita Nickel Iwan Syahroni.
Menurutnya, audit yang merupakan terketat di dunia ini telah berlangsung sejak 2023 dan hasilnya akan rampung dalam waktu dekat. SCS Global Services, firma audit independen yang disetujui IRMA, melakukan penilaian, yang mencakup kajian dokumen (tahap 1) yang telah dilakukan sejak Oktober 2024 , diikuti oleh audit lapangan (tahap 2) pada April 2025. Penilaian dilakukan menggunakan informasi dari berbagai unsur seperti anggota masyarakat sekitar, pejabat publik, perwakilan tenaga kerja, atau pihak berkepentingan lainnya.
“Harita selama ini selalu mengikuti aturan dan standar yang berlaku. Yang berkembang saat ini adalah pihak buyer terutama dari Eropa dan Amerika menginginkan informasi detail tentang rantai pasoknya. Salah satu audit yang menjadi acuan adalah IRMA yang terketat dengan segala transparansinya,” katanya.
Secara total tak kurang dari 1.000 persyaratan dokumen maupun praktik lapangan standar IRMA yang akan melalui proses audit. Hasil penilaian akan berupa laporan audit publik yang dirilis secara lokal dan di situs IRMA.
Standar IRMA terdiri atas 26 bab yang mencakup 4 fokus area yakni Integritas Bisnis, antara lain kepatuhan hukum, uji tuntas HAM dan lainnya; Tanggung Jawab Sosial seperti hak tenaga kerja, perlindungan warisan budaya dan lainnya; Tanggung Jawab Lingkungan seperti pengelolaan air, emisi gas rumah kaca dan lainnya; dan Perencanaan Dampak Positif seperti dukungan dan manfaat bagi masyarakat, pemukiman kembali.
“Dengan mengajukan diri agar operasi pertambangannya untuk diaudit secara independen terhadap standar pertambangan global yang paling ketat di dunia, kita bisa tahu kita sudah sampai di titik mana,” kata Iwan.
Komitmen terhadap standar internasional seperti IRMA, bukan satu-satunya yang diadopsi Harita Nickel. Perusahaan juga telah memulai proses penilaian kesesuaian atas praktik pengadaan bertanggung jawab melalui Responsible Minerals Assurance Process (RMAP) dari Responsible Minerals Initiatives (RMI).
Iwan menegaskan, keberanian Harita Nickel untuk diaudit berdasarkan IRMA tidak hanya akan berdampak positif pada Perusahaan. Hal ini akan memperbaiki wajah pertambangan Indonesia yang tengah mendapatkan berbagai sorotan.
Saat ini, total tenaga kerja yang diserap perusahaan mencapai lebih dari 22 ribu orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 85% merupakan WNI dan 45% berasal dari Maluku Utara. Hal ini mencerminkan keberpihakan perusahaan terutama pada tenaga lokal.
“Kami ingin menunjukkan bahwa kondisi pertambangan Indonesia cukup baik dan transparan. Apalagi yang menjadi narasumber untuk audit mulai dari pemerintah pusat hingga daerah serta pihak-pihak yang selama ini kritis terhadap sektor pertambangan,” katanya. [hen/aje]