Surabaya (IMR)- Di tengah derasnya konten digital, membaca buku fiksi sering dianggap sebagai pelarian belaka.
Padahal, pengalaman membenamkan diri ke dalam cerita tertnyata bukan hanya menghibur, tetapi juga mengasah empati.
Berikut adalah penjelasan mengapa membaca buku dapat meningkatkan empati.
1. Membayangkan Perspektif Orang Lain – Teori Pikiran (Theory of Mind)
Ketika Anda membaca fiksi, terutama sastra berkualitas, Anda diajak memahami motivasi, perasaan, dan pikiran tokoh yang mungkin sangat berbeda dari Anda.
Studi oleh Castano dan Kidd (2013) menunjukkan bahwa pembaca fiksi sastra memiliki kemampuan lebih baik untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain dibanding yang membaca nonfiksi atau fiksi populer.
2. Terbawa Masuk ke Dalam Cerita (Emotional Transportation)
Sebuah penelitian eksperimen menemukan bahwa ketika pembaca terhanyut secara emosional ke dalam cerita alias emotional transportation, kemampuan empatinya meningkat bahkan seminggu setelah membaca. Penelitian ini membandingkan pembaca fiksi dan nonfiksi, dan hanya pembaca fiksi yang merasakan efek empati nyata.
3. Menumbuhkan Empati Kognitif dan Afektif
Penelitian lain mencatat bahwa paparan jangka panjang terhadap fiksi berkaitan erat dengan kemampuan empati kognitif, yaitu kemampuan memahami sudut pandang orang lain, dan bila cerita benar-benar menyentuh hati juga akan meningkatkan empati afektif, yaitu kemampuan merasakan emosi orang lain.
4. Otak Aktif Seolah Sedang Mengalami Langsung
Menurut Keith Oatley, membaca fiksi seperti flight simulator untuk interaksi sosial. Saat membaca narasi imajinatif, area otak sensori dan motorik akan aktif, seolah pembaca benar-benar merasakan apa yang dialami tokoh. Ini membantu pembaca lebih peka terhadap pengalaman orang lain secara neurologis.
5. Memilih Fiksi Bisa Menumbuhkan Empati Lebih Efektif Daripada Nonfiksi
Artikel Review di Virginia Libraries Journal menyimpulkan bahwa fiksi secara khusus dapat meningkatkan empati pembaca karena dapat membawa pembaca masuk ke dalam sudut pandang karakter lewat identifikasi emosional dan pengalaman pribadi.
Membaca fiksi bukan melulu soal hiburan, tetapi latihan batin yang mengasah empati.
Dengan terlibat dalam cerita melalui pandangan karakter, emosi, dan konflik mereka, Anda melatih diri untuk memahami perasaan orang lain di dunia nyata. Jadi, ke mana pun cerita membawa Anda, ingatlah itu adalah ruang latihan empati yang berharga. [Rizka Novia Rahmadana]