Mengapa Luka Batin Akibat Pola Asuh Otoriter Bisa Sembuh?
Pola asuh orang tua sering kali menjadi fondasi awal dalam membentuk kepribadian seseorang. Namun, tidak semua pengalaman masa kecil berjalan mulus. Ada banyak orang yang tumbuh dengan pola asuh otoriter atau cara mengasuh yang terlalu ketat. Pengalaman ini bisa meninggalkan luka batin yang berdampak pada kehidupan sehari-hari, seperti rasa takut, kesulitan membangun kepercayaan diri, serta kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
Tidak hanya perempuan, konflik antara menantu laki-laki dan mertua juga bisa menyebabkan luka batin. Begitu pula dengan anak-anak yang tampak tegar setelah orang tua bercerai, namun di balik itu ada luka yang tersembunyi. Pertanyaannya adalah, apakah luka batin dari masa kecil bisa sembuh? Jawabannya adalah ya, jika seseorang memiliki kemauan dan cara yang tepat untuk memulihkannya.
Peran Resiliensi dalam Proses Pemulihan
Psikolog Klinis Ratih Ibrahim, M.M., menjelaskan bahwa setiap orang memiliki peluang untuk bangkit dan pulih dari luka batin. Menurutnya, kunci utama dalam proses pemulihan adalah daya resiliensi yang diberikan Tuhan kepada manusia. Daya resiliensi ini adalah kemampuan seseorang untuk menghadapi situasi sulit dan trauma dengan respons yang lebih positif.
Resiliensi menjadi bekal penting agar seseorang mampu bangkit dari pengalaman pahit, termasuk dari pola asuh otoriter yang mungkin membuat masa kecil terasa berat. Dengan membangun resiliensi, seseorang dapat melangkah lebih kuat dan bijak dalam menghadapi tantangan hidup.
Lima Langkah untuk Sembuh dari Luka Batin
-
Mendefinisikan Diri dengan Jujur
Langkah pertama yang disarankan oleh Ratih adalah berani mendefinisikan diri sendiri. Tanyakan pada diri sendiri, “Sebenarnya saya ini siapa?” Apakah saya korban, survivor, atau justru tidak berdaya? Dengan menetapkan definisi diri yang jelas, seseorang akan lebih mudah menentukan arah hidup tanpa terjebak dalam luka masa lalu. -
Menghargai Apa yang Dimiliki
Langkah kedua adalah mengingat kembali hal-hal yang sudah dimiliki, sekecil apa pun itu. Ratih menekankan pentingnya menghargai hal-hal sederhana yang ada dalam diri agar seseorang lebih bersyukur dan melihat hal-hal positif dari diri sendiri. -
Mengenali Kekuatan Diri
Refleksi terhadap kemampuan pribadi sangat penting. Dengan cara ini, seseorang bisa menemukan sumber kekuatan dari dalam diri. Tanyakan pada diri sendiri, “Saya bisa apa?” Kekuatan ini akan menjadi dasar untuk sembuh dan percaya diri dalam menghadapi kehidupan. -
Membuat Narasi Baru atas Luka Masa Lalu
Ketika mulai merasa lebih pulih, seseorang disarankan untuk meninjau kembali pengalaman pahit yang pernah dialami. Alih-alih terus menganggapnya sebagai ketidakadilan, pengalaman tersebut bisa didefinisikan dengan cara yang lebih positif. Misalnya, luka masa lalu bisa menjadi batu loncatan untuk tumbuh lebih kuat dan bijak. -
Pahami Kalau Kamu Berharga
Setiap orang berhak sembuh dari luka masa lalu. Ratih menegaskan bahwa kuncinya bukan melupakan, melainkan mendefinisikan ulang pengalaman dengan cara yang lebih sehat. Pahamilah bahwa diri kamu berharga dan harus berbahagia. Melihat suatu kejadian dengan perspektif berbeda bisa membuat hati lebih tenang dan langkah ini menjadi bentuk mencintai diri sendiri.
Dengan kasih pada diri sendiri, resiliensi, serta keberanian membangun narasi positif, seseorang bisa berdamai dengan masa lalu dan melangkah ke depan dengan lebih tenang. Proses pemulihan membutuhkan waktu, tetapi dengan pendekatan yang tepat, luka batin akibat pola asuh otoriter bisa sembuh dan menjadi bagian dari pembentukan diri yang lebih kuat dan mandiri.







