Jember (IMR) – Panjang jalur lintas selatan (JLS) yang melintasi Kabupaten Jember, Jawa Timur mencapai kurang lebih 91,55 kilometer. Sepanjang 32,10 kilometer di amtaranya sudah terbangun dan 59,45 kilometer belum terbangun.
Bupati Muhammad Fawait mengatakan, [anjang jalan yang belum terbangun itu termasuk dalam usulan Trans South-South Java Road Project Phase II Asian Development Bank (TRSS Phase II – ADB), yaitu proyek pembangunan jalan lintas selatan di Jawa bagian selatan yang didukung sumber pendanaan dari Asian Development Bank (ADB).
“Pembangunan konstruksi jalan dan jembatan Pansela (Pantai Selatan( akan dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum RI. Sedangkan pembebasan lahan/ pengadaan tanah dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Jember,” kata Fawait, dalam sidang paripurna Perubahan APBD 2025, di gedung DPRD Jember, Senin (4/8/2025) malam.
Menurut Fawait, pembangunan JLS pantai selatan yang menghubungkan Kabupaten Jember – Kabupaten Banyuwangi termasuk salah satu bagian dari Proyek Strategis Nasional. Ini sesuai dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 12 Tahun 2024 tentang perubahan Keenam Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional.
Pemerintah Kabupaten Jember saat ini sedang melaksanakan proses pengadaan tanah meliputi lahan pada kawasan hutan, lahan milik warga, dan lahan perkebunan milik PTPN I (eks PTPN XII).
“Pembangunan insfrastruktur terutama di bidang jalan telah dipastikan berdasarkan skala priotitas sesuai mekanisme penganggaran. Setiap titik kegiatan telah kami urai dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA ) dan telah kami publish dalam bentuk RUP, sehingga semua elemen masyarakat di Jember dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran tersebut,” kata Fawait.
Dukungan untuk menggarap JLS meluncur dari Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPRD Jember Ikbal Wilda Fardana. “Kami mendorong pembangunan Jalur Lintas Selatan (JLS) yang menghubungkan Jember – Banyuwangi segera dirampungkan, karena bisa menjadi salah satu alternatif ketika terjadi kendala di jalur Gumitir dan Jalur Situbondo-Banyuwangi,” katanya, Sabtu (2/8/2025) malam.
Ikbal belajar dari peristiwa krisis BBM yang terjadi di Jember karena akses transportasi terhambat. “Kelangkaan BBM di Jember beberapa hari yang lalu bukanlah fenomena biasa, melainkan akibat rantai masalah sistemik,” katanya.
Ikbal mengingatkan, permasalahan ini merupakan dampak dari kemacetan di jalur Situbondo – Banyuwangi yang disebabkan berkurangnya armada kapal yang beroperasi di pelabuhan ketapang pasca terjadinya kecelakaan laut KMP Tunu Pratama Jaya.
Selain itu, kata Ikbal, jarak Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) cukup dekat dengan pelabuhan ketapang. “Sehingga apabila terjadi kemacetan lalu lintas di sekitar Pelabuhan Ketapang akan mempengaruhi pendistribusian BBM maupun LPG di Kabupaten Jember,” katanya/.
“Hal ini juga diperparah dengan penutupan total jalur nasional Gumitir, yang selama ini menjadi urat nadi distribusi logistik, termasuk pasokan BBM dari Depo Pertamina Banyuwangi,” kata Ikbal.
Adanya pengalihan rute distribusi BBM melalui Surabaya dan Malang telah mengakibatkan keterlambatan pasokan, sehingga memicu antrean yang sangat panjang di sekitar 40 SPBU di wilayah Kabupaten Jember. Ini berdampak terhadap aktivitas perekonomian dan mobilitas masyarakat.
“Kami merasa perlu untuk menyampaikan harapan agar ke depan dapat diambil langkah-langkah antisipatif yang lebih komprehensif guna mencegah terulangnya kejadian serupa,” kata Ikbal. [wir]