Peluang Penyesuaian Investasi di Industri Asuransi Jiwa
Industri asuransi jiwa di Indonesia sedang menghadapi situasi yang memungkinkan penyesuaian dalam strategi investasi. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari upaya untuk tetap menjaga keseimbangan antara kebutuhan likuiditas dan pengelolaan risiko yang disiplin. Sebagai salah satu pelaku utama dalam industri jasa keuangan, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menyatakan bahwa perubahan penempatan investasi dari instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) ke instrumen lainnya bisa terjadi.
Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu menjelaskan bahwa pendekatan investasi yang diterapkan oleh industri asuransi jiwa selama ini adalah berbasis pada jangka panjang. Proses pengelolaan risiko dilakukan secara ketat, sambil tetap memperhatikan kewajiban perlindungan terhadap pemegang polis. Dengan demikian, ke depan mungkin saja terjadi penyesuaian portofolio investasi, termasuk dalam porsi SRBI.
Togar menilai bahwa penyesuaian tersebut akan dilakukan secara dinamis, dengan mempertimbangkan beberapa faktor seperti kebutuhan likuiditas, pergerakan suku bunga Bank Indonesia (BI), serta evaluasi profil risiko dari masing-masing instrumen investasi. Hal ini dilakukan agar dapat tetap memenuhi target keuntungan sekaligus menjaga stabilitas keuangan perusahaan.
Dalam kondisi pasar yang stabil, penempatan investasi asuransi jiwa cenderung lebih fokus pada instrumen yang memiliki karakteristik jangka panjang. Ini sejalan dengan profil liabilitas industri asuransi jiwa yang juga bersifat jangka panjang. Namun, meski ada kemungkinan penyesuaian, SRBI masih memiliki peran penting dalam strategi investasi industri, terutama dalam pengelolaan likuiditas jangka pendek dan mitigasi risiko pasar yang bersifat sementara.
Sebagai data pendukung, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa penempatan investasi asuransi jiwa di SRBI mengalami penurunan dibandingkan posisi awal tahun 2025. Pada Mei 2025, penempatan investasi di SRBI mencapai Rp 2,11 triliun, turun sebesar 7,86% dibandingkan posisi Januari 2025 yang sebesar Rp 2,29 triliun.
Menyikapi hal ini, Togar mengakui bahwa penurunan porsi investasi di SRBI tidak lepas dari adanya penurunan suku bunga BI. Ia menjelaskan bahwa yield (imbal hasil) dari SRBI sangat bergantung pada tingkat suku bunga acuan BI. Jika suku bunga acuan semakin turun, maka imbal hasil dari SRBI juga akan mengalami penurunan.
Dengan demikian, Togar memproyeksikan bahwa industri asuransi jiwa akan mulai mencari alternatif investasi yang memiliki imbal hasil lebih stabil dan tenor jangka panjang. Beberapa opsi yang mungkin dipertimbangkan antara lain obligasi pemerintah atau obligasi korporasi. Hal ini dilakukan untuk tetap menjaga keseimbangan antara pertumbuhan keuntungan dan stabilitas keuangan perusahaan.