Close Menu

    Subscribe to Updates

    Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

    What's Hot

    Pertamina Gandeng Pondok Pesantren Gontor Dorong Penggunaan LPG Tepat Sasaran

    12 Juli 2025

    Festival Lewomada 2025 Dibuka 9 Juli, Sajikan Kuliner dan Budaya Lokal

    12 Juli 2025

    Berapa Telur yang Ideal Dikonsumsi Sehari?

    12 Juli 2025
    Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
    Trending
    • Pertamina Gandeng Pondok Pesantren Gontor Dorong Penggunaan LPG Tepat Sasaran
    • Festival Lewomada 2025 Dibuka 9 Juli, Sajikan Kuliner dan Budaya Lokal
    • Berapa Telur yang Ideal Dikonsumsi Sehari?
    • 8 Weton Sugih Dunyo: Rezeki Tak Pernah Habis Menurut Primbon Jawa
    • UBS dan Galeri 24 Turun, Harga dan Buyback di Pegadaian 5 Juli 2025
    • Cara Sederhana Memasak Soto Bebek Khas Klaten, Rahasia Air Jeruk Nipis
    • Liverpool Resmi Pensiunkan Nomor Punggung 20
    • Kedokteran Olahraga Wanita Tria | Siniar
    Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
    Info Malang RayaInfo Malang Raya
    • LIPUTAN KHUSUS
    • MALANG RAYA
      • KOTA MALANG
      • KABUPATEN MALANG
      • KOTA BATU
    • JAWA TIMUR
    • NASIONAL
    • OLAHRAGA
    • RAGAM
      • TEKNOLOGI
      • UNDANG-UNDANG
      • WISATA & KULINER
      • KOMUNITAS
      • IMR ENGLISH
    • OPINI
    • COVER HARIAN IMR
    • LOGIN
    Info Malang RayaInfo Malang Raya
    • LIPUTAN KHUSUS
    • MALANG RAYA
    • KOTA MALANG
    • KABUPATEN MALANG
    • KOTA BATU
    • JAWA TIMUR
    • NASIONAL
    • INTERNASIONAL
    • OLAHRAGA
    • OPINI
    • RAGAM
    • KOMUNITAS
    • WISATA & KULINER
    • KAJIAN ISLAM
    • TEKNOLOGI
    • UNDANG-UNDANG
    • INFO PROPERTI & LOWONGAN KERJA
    • TIPS & TRIK
    • COVER HARIAN IMR
    • IMR TV
    • LOGIN
    Home»INTERNASIONAL»Adab, Ma’rifah, dan Keselamatan Akidah
    INTERNASIONAL

    Adab, Ma’rifah, dan Keselamatan Akidah

    By admin2 Juni 2023
    Facebook Twitter WhatsApp Telegram Email Copy Link
    Adab santri guru memuliakan guru

    Barangsiapa meremehkan adab, ia terhalang mengamalkan sunnah. Siapa meremehkan sunnah, ia terhalang melaksanakan kewajiban dan terhalang dari ma’rifah
    Oleh: Kholili Hasib
    InfoMalangRaya.com | KETIKA kalimat adab disebut, yang terlintas dalam kebanyakan benak kita adalah kesopanan, etika atau akhlak. Sejumlah buku menerjemahkan adab dengan kesopanan. Singkatnya, kebanyakan memahami adab sebagai tindak-tanduk atau perilaku yang baik.
    Jika ditelaah, adab memiliki kedudukan sangat istimewa, penting dan strategis dalam agama Islam. Ia bukan sekedar perilaku dzahir (a’malul jawarih), tetapi juga aktivitas jiwa dan akal.
    Ketika membincangkan problema terbesar umat Islam di zaman modern, Prof. Syed Naquib al-Attas misalnya, menunjuk pada kalimat the loss of adab.  Krisis yang dialami umat Islam sangat kompleks dan beragam, tetapi beliau menyebut akarnya ada di loss of adab.
    Bahkan, beberapa kalam para ulama terdahulu menunjukkan sikap mendahulukan adab daripada ilmu. Di antara sedikit beberapa contohnya adalah; Abdurrahman bin al-Qosim (ahli fikih madzhab Maliki dari Mesir yang disebut-sebut murid utama bahkan pewaris ilmu fikih Imam Malik) mengatakan: “Aku berkhidmat kepada Imam Malik radhiallahu ‘anhu selama dua puluh tahun. Selama itu, dua tahun aku belajar ilmu, dan delapan belas tahun belajar adab. Seandainya aku jadikan semua rentang waktu tersebut untuk belajar adab.”
    Sebagian ulama menasihati anaknya: “Wahai anakku, belajar satu bab adab itu sesungguhnya lebih aku sukai daripada kamu belajar tujuh puluh bab ilmu.”
    Imam Malik pernah menasihati Imam Syafi’i radhiallahu ‘anhuma: “Wahai Muhammad (Muhammad bin Idris As-Syafii), jadikanlah ilmu kamu sebagai garam dan adabmu sebagai tepung.”
    Karena itu, kemungkinan para ulama menulis bab-bab tentang adab yang ditujukan oleh para penuntut ilmu, pelajar, dan al-murid (penganut jalan tariqah sufiyah) dengan landasan pemikiran pentingnya adab dalam agama. Misalnya, ada kitab yang sangat masyhur “Ta’lim al-Muta’allim Thoriq al-Ta’lim” karya Imam al-Zarnuji.
    Imam al-Bukhari menulis suatu kumpulan hadis bernama “Adabul Mufrad”. Ibnu Muqaffa’ menulis kitab “al-Adab as-Shaghir” dan “al-Adab al-Kabir”, yang disebut Rosailu al-Bulagho’.
    Imam al-Ghazali memiliki risalah kecil berjudul “Kitabul Adab” yang dimasukkan dalam kitab beliau “Roudhotut Thoalibin wa ‘Umdatus Salikin”. Ibnul Jama’ah memiliki karya “Tadzkirotu as-Sami’ wa al-Mutakallim fi Adabi al’Alim wa al-Muta’allim”.
    Dan dari Nusantara KH. Hasyim Asy’ari menulis kitab yang judulnya mirip dengan judul kitab Ibnul Jama’ah. Judul kitab adab KH. Hasyim Asy’ari adalah “Adabul ‘Alim wal Muta’allim”.
    Lalu apa pentingnya adab, sehingga para ulama salaf dahulu menaruh perhatian terhadap adab ini? Untuk memahami ini, kita mulai dari kisah sahabat yang ditulis dalam hadis Imam Muslim, berikut ini.
    قِيْلَ لِرَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ فُلاَنَةً تُصَلِّي اللَّيْلَ وَتَصُوْمَ النَّهَارِ ((وعند أحمد: إِنَّ فُلاَنَةً يُذْكَرُ مِنْ كَثْرَةِ صَلاَتِهَا وَصِيَامِهَا وَصَدَقَتِهَا)) وَفِي لِسَانِهَا شَيْءٌ يُؤْذِي جِيْرَانَهَا سَلِيْطَةً قَالَ لاَ خَيْرَ فِيْهَا هِيَ فِي النَّارِ وَقِيْلَ لَهُ إِنَّ فُلاَنَةً تُصَلِّي الْمَكْتُوْبَةَ وَتَصُوْمُ رَمَضَانَ وَتَتَصَدَّقُ بِالأَثْوَارِ وَلَيْسَ لَهَا شَيْءٌ غَيْرُهُ وَلاَ تُؤْذِي أَحَدًا قَالَ هِيَ فِي الْجَنَّةِ
    Dari Abu Hurairah, Radhiallahu anhu, suatu hari seorang laki-laki datang kepada Rasulullah ﷺ seraya berkata, “Ya Rasulullah! Sungguh Si Fulanah itu terkenal banyak shalat, puasa, dan sedekahnya. Akan tetapi ia menyakiti tetangga-tetangga dengan mulutnya.” Maka berkatalah Rasulullah ﷺ: “Sungguh ia termasuk ahli Neraka”.
    Kemudian laki-laki itu berkata lagi, “Kalau Si Fulanah yang satu lagi terkenal sedikit shalat, puasa dan sedekahnya, akan tetapi ia tidak pernah menyakiti tetangganya.” Maka Rasulullah ﷺ  berkata yang artinya: “Sungguh ia termasuk ahli Surga.” (HR: Al-Hakim, Ibnu Hibban & Muslim).
    Ada satu pelajaran penting dari hadis di atas. Banyaknya ibadah tetapi adabnya rusak tidak membawa manfaat apa pun. Amalnya tidak bisa menyelamatkan dirinya, karena jiwanya buruk. Sebaliknya, jiwa yang bersih meski amalnya sedikit bisa menyelamatkan dirinya.
    Begitu pula, orang yang bertauhid, mesti berbuat baik kepada manusia. Jika pun akhlaknya buruk, maka ia belum menjadi muslim bertahid yang ideal. Sebaliknya, berbuat baik kepada sesama juga mesti didasari dengan tauhid, keimanan, bukan yang lainnya. Inilah yang disebut muslim yang baik. Adab di sini disandingkan dengan makna akhlak. Oleh para ulama disebut adab dzahir.
    Begitu juga berbuat baik kepada manusia, akan tetapi meninggalkan shalat misalnya, bukan karakter seorang Muslim. Begitu pula, menyembah kepada Allah akan tetapi berbuat buruk kepada tetangga, adalah bukan karakter muslim bertauhid.
    Salah satu karateristik Islam adalah menjaga adab kepada Allah Subhanahu wa ta’ala sekaligus adab kepada sesama manusia. Adab sendiri adalah mengetahui sesuatu pada tempatnya.
    Pengenalan serta pengakuan akan hak keadaan sesuatu dan kedudukan seseorang, dalam rencana susunan berperingkat martabat dan derajat, yang merupakan suatu hakikat yang berlaku dalam tabiat semesta.
    Adab kepada-Nya dengan percaya dan beribadah. Sedang adab kepada manusia adalah memenuhi hak-hak yang mesti diberikan kepada mereka.
    Atas hal ini, adab berkaitan dengan iman. Imam al-Ghazali menulis rumusan sangat penting tentang adab ini. Bahwa ada korelasi kuat antara; tauhid, iman, syariat dan adab.
    Beliau mengatakan: “Tauhid seseorang menuntut adanya keimanan. Dan keimanan itu menuntut pengamalan syariah. Seseorang yang tidak berpegang pada syariah maka sesungguhnya ia tidak memiliki keimanan (sempurna) dan ketauhidan (sempurna). Sementara syariah menuntut adanya adab. Barang siapa yang tidak beradab maka sesungguhnya ia tidak mengamalkan syariah (dengan sempurna), tidak berimana (dengan sempurna) dan tauhidnya (tidak sempurna). Meninggalkan adab berarti tertolak oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Maka barang siapa yang adabnya buruk, maka ia tertolak dari pintuk kebenaran” (Imam al-Ghazali, Roudhotu al-Tholibin wa ‘Umdatus Salikin, hal. 11).
    Rumusan kalimat tersebut diperjelas oleh Imam al-Ghazali bahwa yang ia maksud adab di situ adalah adab dzahir dan adab batin. Jika seseorang itu terlatih adab dzahir dan batinnya, maka ia menjadi seorang sufi yang beradab (sufiy adiib). Beliau mengatakan: “Jika jiwa seseorang dilatih dengan adab sunnah (mengamalkan ajaran Allah) maka Allah Swt akan memberi cahaya dalam hatinya dengan cahaya ma’rifah (nurul ma’rifah) (Imam al-Ghazali, dalam Roudhotu al-Tholibin wa ‘Umdatus Salikin, hal. 10).
    Adab sunnah merupakan adab dzahir. Yakni melaksanakan kewajiban syariah dan anjuran-anjurannya.
    Ia mengikuti perintah-perintah Nabi Muhammad ﷺ, perbuatan-perbuatannya, akhlaknya, dan lain-lain. Seorang hamba bisa wushul (sampai) kepada Allah Subhanahu Wata’ala melalui praktik adab.
    Sedangkan adab batin adalah penjagaan terhadap hati dari liarnya hawa nafsu. Karena sumber kesesatan akidah sumbernya dari kotornya hati dengan penyakit-penyakit hati (amradhul qulub).
    Imam al-Ghazali mengatakan: “Penyimpangan dari akidah yang benar itu disebabkan: Hati yang dikuasai oleh hawa nafsu dan fanatik kepada pemikiran ahli bid’ah”. Ciri hati yang dikuasai oleh hawa nafsu ada tiga: cinta kedududukan (hubbul jah), cinta dunia dan cinta harta. Jadi, tiga trilogi cinta inilah yang menjadi racun yang mematikan akidah seorang Muslim.
    Terkait hal itu, Ibnul Mubarak pernah mengatakan: “Barangsiapa yang meremehkan adab maka dihukum dengan terhalang mengamalkan sunnah. Barangsiapa meremehkan sunnah, akan dihukum terhalang melaksanakan kewajiban. Dan barangsiapa meremehkan kewajiban, maka dihukum terhalang dari ma’rifah kepada Allah Subhanahu Wata’ala” (Habib Zein bin Smith, al-Manhaj al-Sawiy,hal.197).
    Dari uraian singkat di atas, paling tidak bisa ditarik suatu kesimpulan bahwa memang kunci kebaikan itu ada dalam adab. Ternyata adab yang paling urgen adalah adab batin. Bagaimana mengenali hati dan jiwa kita, supaya hati dan jiwa berada pada posisinya yang “sehat”.
    Seseorang yang kecenderungan hatinya kepada cinta kedudukan, cinta harta dan cinta dunia adalah hati yang tidak beradab. Mestinya dunia itu diletakkan di tangan bukan di hatinya.
    Cukup logis apa yang dikatakan Imam al-Ghazali di atas, kecintaan pada tiga hal ini menjadi sebab penyimpangan dari akidah yang benar. Makanya, Imam al-Ghazali memulai kitab Bidayatul Hidayah dengan nasihat supaya niat mencari ilmu benar, sebab jika niatnya dunia maka sama dengan merobohkan agama.
    Jika sesuatu itu bersemayam tidak pada posisinya, maka bisa terjadi kerusakan yang disebut bi-adab (tidak beradab). Jika adab hilang pada diri seseorang, maka akan mengakibatkan kedzaliman, kebodohan, dan menuruti hawa nafsu yang merusak. Manusia dikatakan dzalim, jika meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya.*
    Penulis adalah dosen Pascasarjana UII Dalwa Bangil

    Jumlah Pembaca: 227

    Adab Akidah dan Keselamatan Marifah
    Share. Facebook Twitter WhatsApp Telegram Email Copy Link

    Berita Terkait

    Sertifikasi Halal Gratis untuk Warteg? BPJPH Siapkan Skema Khusus

    12 Juli 2025

    Wakaf Al-Quran Menyinari Lereng Merapi, Menguatkan Mualaf

    11 Juli 2025

    Kesempatan terakhir untuk menghemat bank listrik, pengisi daya dan aksesori seluler

    11 Juli 2025
    Leave A Reply Cancel Reply

    banner 300250
    banner 300250
    banner 250250
    Search
    BERITA POPULER

    Bupati Malang Hadiri Kanjuruhan Street Race Edisi 13

    30 Maret 20241

    Ironi Psywar: Arema FC yang Dulu Dilecehkan, Kini Justru Menendang PSS Sleman

    24 Mei 20252

    10 Aplikasi Musik Tanpa Iklan Terbaik, Diunduh Jutaan Pengguna!

    25 April 2024142

    Pantun Pj. Walikota Malang Bikin Suasana Meriah di Acara Malang Raya Shopping Adventure 2024

    1 April 20242
    Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
    • DISCLAIMER
    • INDEX BERITA
    • PEDOMAN MEDIA SIBER
    • REDAKSI
    © 2016 Infomalangraya. Designed by Mohenk.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.