Para sahabat yang ikut dalam pertempuran ini disebut badriyyin atatu ahli badr, suatu gelar kehormatan yang tiada taranya
InfoMalangRaya.com | DARI segi tempat, Badr adalah pangkalan air terkenal yang terletak antara Makkah dan Madinah, tak seberapa jauh dari laut Merah (di sebelah barat daya Madinah). Konon nama tempat ini diafiliasikan kepada salah seorang yang bertinggal di tempat itu, Badr bin Yahklud bin al-Nadlr bin Kinanah.
Tempat ini memiliki sejarah penting bagi umat Islam, dimana tempat ini menjadi saksi bisu akan keberhasilan kaum muslimin meluluhlantakkan kaum Quraisy Makkah, karena pada perang ini Allah SWT menentukan mana yang haq dan mana yang batil, meskipun jumlah kaum Quraisy lebih banyak dari pada kaum muslimin.
Tercatat dalam sejarah, kaum muslimin pada saat itu berjumlah 313 atau 317 dengan perincian 82 atau 86 dari kaum muhajirin, serta 61 dari kabilah Aus dan 170 dari kabilah Khazraj dengan persiapan yang kurang sempurna.
Sedangkan kaum musyrikin berjumlah seribu tiga ratus prajurit yang dipimpin oleh Abu Jahal bin Hisyam dan dana peperangan ditanggung oleh sembilan pemimpin Quraisy. Ketika kaum Quraisy akan berangkat, mereka di hantui oleh perasaan permusuhan antara mereka dan Bani Bakr.
Mereka khawatir diserang dari belakang oleh kabilah Bani Bakr. Mereka bimbang, dan hal itu hampir menggagalkan niat mereka.
Akan tetapi ketika itu, iblis muncul dalam wujud Suraqah bin Malik bin Ju’shum al-Mudliji, pemimpin Bani Kinanah seraya berkata, “Aku menjamin kalian tidak akan diserang dari belakang oleh Bani Kinanah.”
Awal pertempuran badr atau yang dikenal dengan Badr Qubra adalah al-Aswad bin Abdul Asad al-Makhzumi (orang yang berperangai buruk) keluar dengan mengatakan, “Aku berjanji kepada Allah, aku harus bisa minum dari tempat penampungan air mereka, atau aku harus menghancurkannya, atau aku harus mati karenanya.”
Ketika ia keluar, ia dihadapi oleh paman Nabi, Hamzah bin Abdul Muthtalib ra. Setelah bertemu, Hamzah langsung menyabetkan pedangnya pada kaki al-Aswad, ketika ia berada di depan penampungan air, al-Aswad pun jatuh dan kakinya mengucurkan darah, kemudian merangkak menuju penampungan air sampai memasukinya, karena ia ingin mewujudkan sumpahnya.
Tetapi, Hamzah menyabetkan kembali pedangnya pada bagian tubuh yang lain, ketiaka ia berada dalam penampungan air. Terbunuhnya al-Aswad merupakan pembunuhan pertama yang menyulut api pertempuran.
Setelah itu tiga orang dari pasukan Quraisy tampil ke depan. Semuanya dari satu keluarga, yaitu: Uthbah dan Syaibah, dua lelaki bersaudara anak Rabi’ah (dua paman Mu’awiyah bin Abi Sufyan) dan al-Walid anak Uthbah.
Mereka menantang untuk perang tanding, maka untuk menghadapi mereka tampillah tiga pemuda Anshar, yaitu Abdullah bin Rawahah, Auf dan Mu’awidz (dua lelaki bersaudara hasil pasangan al-Harits dan Afra’). Karena ketiga orang ini dari golongan Anshar mereka menolak untuk perang tanding seraya mengatakan; “Kami tidak butuh kepada kalian, kami menginginkan orang-orang yang sepadan dari kaum kerabat kami sendiri.”
Selanjutnya, Rasulullah ﷺ bersabda, “Bangkitlah, hai Ubaidah bin al-Harist; Bangkitlah, hai Hamzah; dan bangkitlah, hai Ali!” Setelah ketiga dari pasukan muslimin bangkit, maka Ubaidah sebagai orang tertua di antara mereka berperang tanding dengan Utbah bin Rabi’ah, Hamzah melawan Syaibah, dan Ali melawan al-Walid. (Ini berdasarkan apa yang diutarakan oleh Ibnu Ishaq. Dalam riwayat Ahmad bin Abu Dawud, disebutkan bahwa Abu Ubaidah berhadapan dengan al-Walid, Ali dengan Syaibah, dan Hamzah dengan Uthbah. Misykatul Mashabih,II:343).
Hamzah dan Ali tidak menemui kesulitan untuk menaklukkan lawan-lawannya sedangkan Ubaidah dan lawannya, berhasil melukai lawannya masing-masing. Kemudian Ali dan Hamzah menyerang Uthbah dan berhasil membunuhnya, lalu mengangkut Ubaidah yang terputus kakinya.
Perang tanding tersebut merupakan permulaan yang buruk bagi kaum musyrikin. Mereka kehilangan tiga pemimpin sekaligus. Maka meluaplah kemarahan mereka, kemudian menyerang kaum muslimin secara frontal.
Kaum muslimin dengan ikhlas dan merendahkan diri kepada Allah SWT menerima serangan dari kaum musyrikin secara bertubi-tubi dengan sikap bertahan. Tetapi mereka berhasil memberikan banyak kerugian kepada kaum musyrikin.
Kala itu Rasulullah ﷺ senantiasa momohon pertolongan kepada Allah SWT. Beliau berkata: “Wahai Allah, tunaikanlah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Wahai Allah sesungguhnya aku memohon janji-Mu.”
Dari keinginan yang mendalam akan kemenangan perang Badr ini, sampai-sampai beliau berkata: “Wahai Allah, kalau pasukan ini sampai binasa hari ini, Engkau tidak akan disembah lagi oleh manusia. Wahai Allah, jika Engkau menghendaki, Engkau tidak akan disembah lagi setelah ini.”
Dengan do’a yang senantiasa di serukan, akhirnya datanglah pertolongan Allah dengan mengutus Jibril dengan memegang tali kekang kudanya di atas hambaran debu. Kemudian Rasulullah ﷺ mengambil segenggam pasir, lalu menghadap kepada orang-orang Quraisy seraya melemparkan pasir yang ada di tangannya ke arah mereka.
Tidak seorang pun dari kaum musyrikin kecuali terkena lemparan pasir tersebut, mata, hidung dan mulutnya. Tentang hal itu Allah menurunkan ayat:
فَلَمْ تَقْتُلُوْهُمْ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ قَتَلَهُمْۖ وَمَا رَمَيْتَ اِذْ رَمَيْتَ
“Dan bukanlah kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah–lah yang melempar.” (QS: al-Anfal:17)
Dalam riwayat Ibnu Sa’d dari Ikrimah (pada saat Perang Badr terjadi ia masih belum masuk Islam), ia berkata, “Pada hari itu kepala orang terjatuh, tetapi tidak diketahui siapa yang memenggalnya; tangan orang terjatuh, tetapi tidak diketahui siapa yang memotongnya”.
Juga apa yang dialami oleh sahabat Anshar yang bernama Haizum, ketika ia mengejar musuh yang ada di depannya, tiba-tiba ia mendengar suara cambuk di atas kepala musuh yang dikejar dan suara penunggang kuda berteriak, “Maju, hai Haizum.” Setelah kejadian aneh itu, lalu ia menceritakan kepada Rasulullah ﷺ. Beliau berkata, “Kamu benar, itu adalah dari bala bantuan langit ketiga.” (Riwayat Muslim,II:93).
Tanda-tanda kegagalan pada barisan kaum musyrikin mulai tampak. Mereka mulai berjatuhan menghadapi serangan kaum muslimin. Peperangan hampir berakhir, mereka banyak yang melarikan diri.
Adapun Abu Jahal, ketika melihat adanya kegoncangan di barisannya, ia berusaha tegar menghadapi arus tersebut, ia memberi motivasi kepada pasukannya.
Dengan kesombongannya, ia mengatakan, “Larinya Suraqah (Iblis) jangan membuat kalian kalah, karena dia berada di atas perjanjian dengan muhammad. Terbunuhnya Uthbah, Syaibah dan al-Walid jangan sampai membuat kalian takut karena mereka tergesa-gesa. Demi Latta dan Uzza, kita tidak akan kembali sebelum menundukkan mereka di bukit ini. Balaslah serangan mereka.”
Akan tetapi hakikat kesombongan itu segera tampak di hadapannya. Tidak lama kemudian, barisan kaum musyrikin bercerai berai karena serangan kaum muslimin yang begitu dahsyat.
Ketika itu Abu Jahal tampak berkeliaran di atas kudanya di antara kaum muslimin. Kematian pun menantikannya, melalui tangan dua anak kecil dari Anshar yaitu : Mu’adz bin Amru bin al-Jamuh dan Mu’awwadz bin Afra’. Setelah perang berakhir, Rasulullah ﷺ berkata, “Siapa yang dapat melihat apa yang diperbuat oleh Abu Jahal?” Akhirnya orang-orang pun bertebaran mencari Abu Jahal.
Ia pun berhasil ditemukan oleh Abdullah bin Mas’ud, kemudian Ibnu Mas’ud menginjak leher dan menarik jenggot Abu Jahal seraya berkata, “Hai musuh Allah, apakah kamu merasa telah dinista oleh Allah?” Abu Jahal menjawab, “Dengan apa Ia menistakan aku? Apakah nista orang yang di bunuh oleh kaum kerabatnya sendiri?”
Kemudian, ia berkata, “Untuk siapakah kemenangan hari ini?” Ibnu Mas’ud menjawab: “Untuk Allah dan Rasul-Nya.” Lalu, ia berkata, “Dengan susah payah, kedudukanmu telah naik, wahai pengembala kambing!” (ketika di Makah Ibnu Mas’ud termasuk salah seorang pengembala kambing).
Setelah terjadi dialog antara keduanya, Ibnu Mas’ud memotong telinga Abu Jahal sebagai balasan kesadisan Abu Jahal terhadap Ibnu Mas’ud lalu memenggal lehernya. Kemudian Ibnu Mas’ud menyerahkan ‘kado’ kepada Rasulullah seraya berkata : “Telinga di balas dengan telinga, sedangkan kepala ini adalah tambahannya”. Kemudian Rasulullah bersabda mengenai Abu Jahal : “Ini adalah Fir’aun umat ini”.
Para sahabat yang ikut dalam pertempuran ini disebut badriyyin, suatu gelar kehormatan yang tiada taranya. Terbukti dalam beberapa hadits memberikan bisyarah akan kemuliaan para tentara Islam yang terlibat dalam Perang Badr, seperti yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:
“Sesungguhnya Allah SWT muncul di tengah-tengah ahli, lalu Ia bersabda : “Lakukanlah apa yang kalian kehendaki!, sungguh aku telah mengampuni kalian.” (Riwayat Ahmad, Abu Dawud dan Hakim).
Rasulullah ﷺ juga pernah melarang Sayyidina Umar bin Khattab ketika ia hendak memukul Hatib bin Abi balta’ah seraya mengatakan:
“Dia itu mengikuti Perang Badr, betapa hilang ingatanmu kalau Allah hadir di tenga-tengah mereka dan berfirman : “Lakukanlah apa yang kalian kehendaki!, sungguh aku telah mengampuni kalian”.
Semoga kita senantiasa mengenang ahli badr dan menjadi berkah sebagai batu loncatan akan keselamatan kita di dunia dan akhirat. Amin.*/al-Liqa’i, Sidogiri