Kondisi Tata Ruang Kota Malang yang Belum Ramah Pejalan Kaki
Kota Malang, Jawa Timur, menghadapi tantangan dalam hal tata ruang yang belum sepenuhnya ramah bagi pejalan kaki. Hal ini tidak hanya berdampak pada kenyamanan masyarakat, tetapi juga berpotensi meningkatkan risiko penyakit kronis akibat kurangnya aktivitas fisik. Menurut Jenny Ernawati, yang akan diangkat sebagai Guru Besar Bidang Rancang Kota dari Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (UB), orientasi pembangunan kota yang terlalu fokus pada kendaraan bermotor membuat pejalan kaki semakin terpinggirkan.
“Jika kita mencoba berjalan kaki di Malang, kita akan merasa seperti orang yang paling sengsara. Harusnya berjalan kaki itu sehat, tetapi rancang kotanya belum bisa mewadahi itu,” ujar Jenny dalam pernyataannya.
Berdasarkan data dari WHO dan penelitian global, gaya hidup modern yang minim gerak menyumbang 20-30 persen kematian akibat penyakit tidak menular di seluruh dunia. Oleh karena itu, penting untuk membangun lingkungan yang mendorong aktivitas fisik masyarakat. Jenny menekankan bahwa jika tidak ada terobosan dalam desain kota, masyarakat akan semakin terjebak dalam rutinitas rumah dan kantor tanpa ruang untuk beraktivitas fisik yang memadai, sehingga meningkatkan risiko stres dan gangguan kesehatan mental.
“Kita harus bisa membuat kota-kota yang tidak hanya berorientasi ke kendaraan bermotor, tetapi juga mendorong aktivitas fisik. Dengan begitu, masyarakat akan lebih sehat dan bahagia,” tambahnya.
Model RATAP: Pendekatan Akademis untuk Desain Kota Ramah Pejalan Kaki
Untuk menjawab permasalahan tersebut, Jenny mengembangkan model akademis bernama RATAP atau Model Rancang Kota Ramah Pejalan Kaki. Pendekatan ini menggabungkan dimensi obyektif seperti infrastruktur fisik dengan dimensi subyektif seperti persepsi, preferensi, dan budaya masyarakat.
“Desain kota tidak hanya harus menyenangkan secara estetika, tapi juga bermanfaat secara fungsional dan psikologis. Kita harus menjadikan manusia sebagai orientasi desain,” jelas Jenny.
Ia menyoroti bahwa pemerintah daerah sering kali membangun berdasarkan standar fisik tanpa melakukan riset mendalam mengenai apa yang sebenarnya diinginkan dan dirasakan oleh warganya. Preferensi masyarakat bisa sangat berbeda, misalnya, di luar negeri trotoar tanpa pohon mungkin tidak masalah karena mereka hanya merasakan panas beberapa bulan. Di Indonesia, masyarakat lebih senang berjalan di jalanan yang teduh dan memiliki lebar ruang yang cukup.
Keamanan dan Kenyamanan sebagai Faktor Penting
Dimensi subyektif lainnya yang krusial adalah keamanan dan kenyamanan. Rasa aman dari kecelakaan lalu lintas dan tindak kriminalitas menjadi penentu utama apakah warga mau berjalan kaki atau tidak. Model RATAP menekankan pentingnya menciptakan barrier seperti vegetasi antara pejalan kaki dan kendaraan, serta desain trotoar yang tidak terlalu padat namun juga tidak sepi untuk menciptakan rasa aman secara psikologis.
“Kita harus membuat terobosan supaya bagaimana caranya kita mengikuti tren seperti di negara-negara lain untuk kita mendesain kota-kota itu menjadi walkable,” ujar Jenny.
Kawasan Kayutangan sebagai Pionir Penataan Area Pedestrian
Jenny menilai kawasan Kayutangan sebagai pionir penataan area pedestrian di Kota Malang. Namun, ia menilai kawasan tersebut baru berhasil menghidupkan aktivitas sosial seperti tempat berkumpul dan kuliner, tetapi belum optimal dalam mendorong aktivitas fisik.
“Orang datang ke sana untuk duduk-duduk dan makan, bukan untuk berjalan. Tantangannya adalah bagaimana membuat area seperti itu bisa menarik orang untuk bergerak,” ujarnya.
Rekomendasi untuk Pembangunan Kota
Jenny berharap kajian dan Model RATAP yang ia gagas dapat menjadi masukan strategis bagi Pemerintah Kota Malang dan pemerintah daerah lainnya. Ia mendesak agar setiap proyek pembangunan ruang publik diawali dengan studi mendalam mengenai kebutuhan dan budaya masyarakat setempat.
“Jangan langsung membangun. Lakukan dulu studi, tanyakan pada masyarakat apa yang mereka inginkan dan rasakan. Dengan begitu, kota yang dibangun tidak hanya fungsional, tetapi juga mampu membuat warganya lebih sehat, bahagia, dan tidak stres,” pungkasnya.