InfoMalangRaya.com – Setidaknya 1.600 tentara “Israel” mulai menunjukkan gejala PTSD terkait pertempuran sejak dimulainya serangan darat di Jalur Gaza dua bulan lalu, menurut data yang diperoleh Walla dilansir Jerusalem Post (03/01/2023).
Dari jumlah tersebut, 76% di antaranya kembali ke tugas tempur setelah menerima perawatan di lapangan atau dari petugas kesehatan mental pada unit mereka yang ditempatkan di dekat zona tempur.
Gejala PTSD yang terkait dengan pertempuran dapat muncul selama atau di dekat operasi tempur, yang mengakibatkan peningkatan denyut jantung, keringat berlebih, tekanan darah tinggi, tremor tubuh yang tidak terkendali, kebingungan, dan kesulitan berkonsentrasi.
Selain itu, hal ini dapat menyebabkan masalah psikologis seperti kecemasan, depresi, gangguan tidur, kegelisahan, ledakan kemarahan yang tiba-tiba, dan gangguan emosional. Perawatan awal ada untuk memulihkan fungsi prajurit dan mencegah eksaserbasi gejala yang dapat menyebabkan perasaan tidak berdaya.
Namun, jika gejala-gejala tersebut bertahan selama lebih dari empat minggu, kondisi prajurit dapat memburuk menjadi stres pascatrauma yang parah, sehingga memerlukan intervensi terapi yang lebih intensif.
Baca juga: 29 Tentara ‘Israel’ Tewas Ditembak Teman Sendiri selama Agresi Gaza
Berapa banyak tentara Zionis yang membutuhkan perawatan PTSD akibat perang di Gaza?
Sejauh ini, sekitar 250 tentara telah diberhentikan dari dinas karena gejala stres tempur yang berkepanjangan selama penyerbuan ke Jalur Gaza.
Selain itu, sekitar 1.000 tentara mencari bantuan lebih lanjut di pusat-pusat rehabilitasi trauma tempur, karena dukungan psikologis di tempat tidak cukup. Beberapa dari prajurit ini tidak mengatasi gejala yang terkait langsung dengan perang, melainkan karena melarikan diri dari Hamas di pangkalan mereka selama dimulainya Operasi Taufan Al-Aqsha 7 Oktober.
Pusat-pusat rehabilitasi trauma tempur menawarkan terapi individu dan kelompok, serta terapi fisik, yang bertujuan untuk meringankan gejala-gejala stres akibat perang dan memfasilitasi kembalinya mereka ke fungsionalitas penuh. Hebatnya, 75% pasien dapat kembali bertugas, meskipun dengan profil medis yang lebih rendah dalam peran yang berhubungan dengan pertempuran.*
Baca juga: Banyak Warga Yahudi ‘Kena Mental’, Ratusan Psikiater Israel Malah Ingin Buka Praktek di Inggris