Surabaya (IMR) – Gelombang aksi demonstrasi yang marak belakangan ini di berbagai daerah dinilai sebagai puncak dari akumulasi ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah.
Untuk meredamnya, Pakar Komunikasi dan Politik Universitas Airlangga (Unair), Suko Widodo, menilai bahwa pemerintah harus melakukan lebih dari sekadar dialog. Langkah konkret yang substantif dan terukur sangat dibutuhkan untuk memulihkan kredibilitas dan legitimasi.
Suko Widodo menjelaskan, jalan tengah yang menguntungkan semua pihak hanya bisa dicapai jika pemerintah bersedia membuka ruang negosiasi substantif, bukan sekadar basa-basi.
“Prinsipnya sederhana, jangan paksakan publik tunduk. Sebaliknya, dengarkan tuntutan mendasar dari masyarakat, yaitu transparansi, akuntabilitas, dan keadilan,” kata Suko, Senin (1/9/2025).
Ia menyarankan agar pemerintah melibatkan masyarakat secara langsung dalam perbaikan sistem dan revisi kebijakan yang bermasalah, seperti revisi undang-undang atau evaluasi tunjangan.
Dengan cara ini, pemerintah tidak kehilangan kewibawaan dan masyarakat tidak merasa kalah. “Demokrasi tumbuh justru dari kompromi yang adil, bukan dari dominasi sepihak,” tegasnya.
Menurut Suko, dialog yang setara dan bertujuan mencari pemahaman bersama akan sangat membantu menyelesaikan persoalan.
Suko menegaskan bahwa demo adalah ekspresi paling tinggi dari ketidakpercayaan. Oleh karena itu, pemerintah harus mengambil langkah nyata, bukan hanya menggelar dialog seremonial.
Pertama, pemerintah wajib melakukan audit terbuka terhadap kebijakan atau tindakan yang memicu gelombang protes. Ini akan membuktikan komitmen pemerintah untuk transparan.
Kedua, libatkan tokoh-tokoh non-pemerintahan dan lembaga independen, seperti budayawan, akademisi, atau pemuka agama, dalam komunikasi publik. Partisipasi mereka bisa menjembatani kesenjangan komunikasi dan membangun kembali kepercayaan.
Ketiga, lakukan pemulihan simbolik. Ini bisa berupa pidato resmi yang mengakui keresahan masyarakat atau bahkan permintaan maaf. “Semua ini tujuannya adalah membangun ulang kepercayaan, bukan hanya komunikasi satu arah,” pungkas Suko Widodo. [ipl/kun]