InfoMalangRaya.comβAl-Azhar Observer menanggapi usulan anggota parlemen dari Partai Likud yang mengusulan agar Masjid Al-Aqsha dibagi menjadi dua, sebagian untuk kaum Yahudi dan yang lain untuk kaum Muslim.
Al-Azhar Observer mengecam dan menolak usulan tersebut dan menegaskan bahwa Masjid Al-Aqsha seluruhnya untuk umat Islam. Demikian lansir Al-Azhar Observer dalam akun Facebook-nya, hari Senin (12/6/2023).
Al-Azhar Observer sendiri adalah lembaga yang didirikan oleh intsitusi Al-Azhar Mesir dalam rangka memerangi pemikiran ekstrimisme.
Sebelum ini, seorang anggota parlemen zionis-βIsraelβ mengusulan untuk membagi Masjid Al-Aqsha menjadi dua, satu untuk Yahudi dan Muslim, telah memicu kekhawatiran diantara umat Islam.
Amit Halevi, seorang anggota parlemen dari Partai Likud yang berkuasa, menguraikan rencananya dalam sebuah wawancara dengan surat kabar berbahasa Ibrani Zeman βIsraelβ.
Dia mengusulkan untuk membagi Masjid Al-Aqsha, memberikan 30 persen bagian selatan untuk umat Islam, sementara 70 persen (termasuk Kubah Batu) bagi Yahudi βIsraelβ.
Usulan ini ditolak mayoritas rakyat Palestina. Usulan Parlemen zionis ini mendapatkan gelombang kecaman dari warga Palestina yang mengatakan pembagian Masjid Al-Aqsha akan βmenyeret wilayah itu ke dalam jurang perang agamaβ.
Komite Kepresidenan Tinggi Urusan Gereja di Palestina mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa rencana itu harus βdihentikan dan dikonfrontasiβ.
Masjid Al-Aqsha, yang membentang seluas 14 hektar dan termasuk Kubah Batu atau Dome of the Rock serta Masjid al-Qibli berkubah perak, adalah situs khusus umat Islam. Hal itu telah disepakati dalam perjanjian internasional berdekade tahun lalu.
Yahudi mengklaim Masjid Al-Aqsha berdiri di atas situs Yahudi, yakni Kuil Gunung (Temple Mount). Usulan tersebut muncul di tengah meningkatnya pelanggaran pemukim Yahudi sayap kanan dengan masuk ke Masjid Al-Aqsha.
Serta pelanggaran berulang terhadap perjanjian yang ada atas penggunaan situs tersebut oleh pasukan βIsraelβ.
Sejak βIsraelβ menduduki Yerusalem Timur pada tahun 1967, termasuk Kota Tua di mana Masjid Al-Aqsa berada, kelompok ultra-nasionalis βIsraelβ telah mendorong untuk memaksakan βkedaulatan penuhβ atas Masjid Al-Aqsha, memicu kekhawatiran bahwa sifat Palestina dan Islam dari situs tersebut akan menjadi diubah. Kontrol βIsraelβ atas Yerusalem Timur melanggar beberapa prinsip di bawah hukum internasional, yang menetapkan bahwa kekuatan pendudukan tidak memiliki kedaulatan di wilayah yang didudukinya dan tidak dapat melakukan perubahan permanen di sana.*
Leave a Comment
Leave a Comment