Anggotanya Banyak Dibunuh Kala Ebrahim Raisi Menjadi Pejabat MEK Pantau Suksesi di Iran

InfoMalangRaya.com– Kematian Presiden Ebrahim Raisi dalam kecelakaan helikopter baru-baru ini merupakan pukulan besar bagi suksesi kepemimpinan di Iran, kata kelompok eksil Mojahedin-e-Khalq (MEK) yang anggotanya banyak dibunuh semasa Raisi menduduki jabatan.
MEK dan sayap politiknya Dewan Nasional Perlawanan Iran (NCRI) sejak lama tidak menyukai Raisi, menudingnya terlibat dalam eksekusi massal 1988 atas ribuan anggotanya dan para disiden lain saat masih menjabat sebagai jaksa.
Kematian Raisi merupakan pukulan besar bagi pemimpin spiritual tertinggi Syiah Iran Ali Khamenei dan seluruh rezim, yang dikenal dengan eksekusi dan pembantaian massalnya, kata pemimpin NCRI Maryam Rajavi dalam sebuah pernyataan yang dirilis hari Senin (20/5/2024).
“Hal ini akan memicu serangkaian aksi balasan dan krisis dalam tirani teokratis, yang akan mendorong para pembangkangan para pemuda,” katanya, seperti dilansir AFP.
MEK menuding Raisi, yang menjabat sebagai wakil kepala Kejaksaan Teheran di akhir tahun 1980-an, memainkan peran penting dalam eksekusi ribuan tahanan politik, kebanyakan tersangka anggota kelompok oposisi.
NCRI mengatakan sekitar 30.000 tahanan dibantai pada masa itu.
Raisi kala itu merupakan anggota dari apa yang disebut kalangan oposisi sebagai “Komite Kematian”, yang mengirim para tahanan ke tiang gantungan dan tempat-tempat eksekusi tanpa melalui prosedur hukum semestinya.
MEK pada tahun 1979 mendukung revolusi yang dipimpin oleh pemimpin spiritual tertinggi Syiah Iran Ayatollah Ruhollah Khomeini, yang menggulingkan kekuasaan shah Iran, tetapi kemudian berubah menjadi oposisi dan dituding oleh rezim Syiah sebagai pelaku banyak serangan mematikan yang mengguncang Iran pada awal 1980-an.
Sejak itu para anggota MEK mengasingkan diri menjadi eksil di berbagai negara.
MEK tidak banyak mendapatkan dukungan utuh dari kalangan diaspora Iran, tetapi didukung oleh sejumlah tokoh dan bekas pejabat tinggi Amerika Serikat dan Eropa.
Raisi, yang dulunpernah digadang-gadang sebagai pengganti Ayatollah Ali Khamenei, membantah terlibat dalam pembantaian 1988, tetapi membela keputusan untuk melanjutkan eksekusi para penentang rezim.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *