InfoMalangRaya.com – Lima belas maskapai penerbangan internasional mengancam akan menghentikan penerbangan ke ‘Israel’ kecuali jika undang-undang yang mewajibkan kompensasi untuk penerbangan yang dibatalkan diubah.
Pihak maskapai menegaskan bahwa keamanan saat ini akibat perang di Gaza dan Lebanon membuat operasi terlalu beresiko dan mahal, melansir Haaretz pada Selasa (05/11/2024).
Maskapai-maskapai penerbangan yang terlibat termasuk Delta Air Lines, British Airways, Iberia, EasyJet, dan Wizz Air.
Mereka secara resmi meminta amandemen terhadap Undang-Undang Layanan Penerbangan 2012 melalui permohonan kepada Komite Urusan Ekonomi Knesset.
Undang-undang tersebut mengharuskan maskapai penerbangan untuk memberikan kompensasi kepada penumpang antara $260-$400 (Rp 4,1 juta-Rp6,3 juta) untuk pembatalan yang dilakukan kurang dari 14 hari sebelum keberangkatan.
Sejak 7 Oktober tahun lalu, maskapai penerbangan internasional terpaksa membatalkan banyak penerbangan dalam waktu singkat. Banyak yang memilih untuk menangguhkan penerbangan dalam waktu singkat atau lama sebagai respons terhadap tembakan roket, rudal, dan pesawat tak berawak dari Hamas, Hizbullah, dan pasukan Yaman.
Risiko penerbangan meningkat secara signifikan dalam beberapa minggu terakhir karena Iran dan ‘Israel’ telah saling berbalas serangan rudal dan drone.
Shirley Katzir, seorang pengacara yang mewakili maskapai-maskapai tersebut, mengatakan bahwa kliennya menghadapi risiko keuangan yang signifikan dan hanya memiliki sedikit insentif untuk melanjutkan penerbangan ke ‘Israel’ di tengah-tengah perang, kecuali jika ada perubahan pada undang-undang tersebut.
Sekitar 30 maskapai penerbangan telah menangguhkan layanan ke ‘Israel’, termasuk Air France, Lufthansa, dan LOT Polish Airlines – dengan rencana untuk melanjutkan penerbangan pada berbagai tanggal di bulan November.
American Airlines telah menangguhkan penerbangan hingga September 2025, sementara British Airways, Ryanair, Delta Air Lines, dan EasyJet memilih untuk tidak melanjutkan layanan hingga Maret 2025.
Maskapai-maskapai tersebut menyatakan bahwa Undang-Undang Keamanan Penerbangan yang berlaku saat ini, termasuk beberapa amandemen terbaru, “tidak memberikan respons yang memadai terhadap kebutuhan untuk menangani implikasi keadaan darurat saat ini pada industri penerbangan di Israel.”