InfoMalangRaya.com – Presiden AS yang baru, Donald Trump, telah membatalkan perintah eksekutif (executive order) pemerintahan Biden yang menjatuhkan sanksi terhadap pemukim ilegal ‘Israel’ pelaku kerusuhan di Tepi Barat terjajah.Kerusuhan pemukim ‘Israel’Pemerintah sebelumnya
Perintah tersebut merupakan salah satu dari 78 perintah eksekutif yang dibatalkan oleh Trump tak lama setelah ia resmi menjabat presiden pada tanggal 20 Januari.
Perintah eksekutif 14115 yang berjudul “Menerapkan Sanksi Tertentu pada Orang yang Merusak Perdamaian, Keamanan dan Stabilitas di Tepi Barat” menargetkan para pemukim ilegal Israel yang melakukan “kekerasan pemukim ekstremis tingkat tinggi, pemindahan paksa orang dan desa, dan perusakan properti.”
Perintah yang ditandatangani oleh Joe Biden pada 1 Februari 2024 itu mengatakan bahwa kekerasan pemukim ilegal Israel “merusak tujuan kebijakan luar negeri Amerika Serikat, termasuk keberlangsungan solusi dua negara dan memastikan warga Israel dan Palestina dapat mencapai tingkat keamanan, kemakmuran, dan kebebasan yang setara.”
Sanksi tersebut membekukan aset-aset pemukim ilegal di AS dan secara umum mencakup pelarangan bagi warga AS untuk bertransaksi dengan mereka dalam bidang bisnis.
Kerusuhan pemukim ‘Israel’
Setahun terakhir saja, pemukim ‘Israel’ telah melancarkan lebih dari 1.500 aksi kekerasan dan teror terhadap warga Palestina di Tepi Barat yang terjajah.
Disulut oleh degradasi Palestina yang tak kunjung usai sejak menduduki Tepi Barat, sebagian besar aksi kekerasan dan kerusuhan pemukim ‘Israel’ selalu kebal hukum.
Pemukim ilegal ‘Israel’ di Tepi Barat yang diduduki adalah individu atau kelompok yang tinggal di permukiman yang dianggap melanggar hukum internasional.
Pemukiman ini dibangun di atas tanah yang dianggap sebagai wilayah Palestina oleh masyarakat internasional, sebagaimana diuraikan dalam Konvensi Jenewa Keempat. Meskipun demikian, ‘Israel’ terus mendukung perluasan permukiman.
Beberapa pemukim telah dikaitkan dengan tindakan kekerasan yang sering digambarkan sebagai serangan “label harga”, yang bertujuan untuk mengintimidasi warga Palestina dan menghalangi perlawanan terhadap perluasan permukiman.
Tindakan ini sering kali mencakup serangan fisik yang menargetkan penduduk, petani, dan aktivis Palestina.
Perusakan properti juga sering terjadi, dengan para pemukim membakar tanaman, mencabut pohon zaitun, dan merusak rumah, sekolah, dan masjid.
Teror dan intimidasi digunakan untuk mengusir warga Palestina secara paksa dari desa-desa mereka.
Pemerintah sebelumnya
Pemerintahan AS sebelumnya memiliki pendekatan berbeda terhadap permukiman ilegal ‘Israel’ di Tepi Barat terjajah.
Di bawah pemerintahan Obama, AS menyatakan keprihatinan yang signifikan atas perluasan permukiman ‘Israel’, menganggapnya sebagai penghalang bagi perdamaian dan solusi dua negara.
Obama secara terbuka menyerukan penghentian pembangunan permukiman, terutama di Yerusalem Timur dan Tepi Barat, yang disebutnya tidak sah.
Meski mengkritik pembangunan pemukiman, pemerintahannya tidak mengambil tindakan tegas untuk mencegahnya.
Sebaliknya, pemerintahan Trump mengubah kebijakan AS secara signifikan. Trump membalikkan sikap sebelumnya dengan menyatakan bahwa permukiman ‘Israel’ tidak selalu ilegal menurut hukum internasional.
Pada tahun 2019, Menteri Luar Negeri Mike Pompeo mengumumkan bahwa AS tidak lagi memandang permukiman sebagai pelanggaran hukum internasional, dan menyelaraskannya dengan kebijakan ‘Israel’.
Pemerintahan Biden, sejak menjabat pada tahun 2021, kembali ke sikap yang lebih tradisional.
Meskipun menegaskan kembali dukungan AS untuk keamanan ‘Israel’, mantan Presiden Biden telah menyatakan penentangannya terhadap perluasan permukiman, menganggapnya sebagai penghalang perdamaian.
Dalam konteks ini, Presiden Trump yang baru saja terpilih telah mengisyaratkan kembalinya persetujuan diam-diam atas permukiman ilegal dengan pencabutan sanksi.*