Rasulullah menganjurkan menjaga Al-Quran dengan mengajak umatnya menghafal ayat-ayat yang diturunkan dan mencatatnya
Oleh: Muhammad Fawwaz Aydin
InfoMalangRaya.com | PADA permulaan Islam bangsa Arab adalah satu negara yang buta huruf, sedikit diantara mereka yang pandai menulis dan membaca mereka belum mengenal kertas seperti yang dikenal sekarang.
Sebelumnya, mereka hanya menggunakan bahan-bahan alami untuk menulis seperti daun, kulit binatang, batu yang tipis licin, tulang binatang, dan pelapah kurma.
Setelah mereka menaklukkkan negeri Persia, yaitu sesudah wafatnya Nabi Muhammad ﷺ, barulah bangsa Arab mengenal kertas yang disebut kertas itu “kaghid”.
Ketika Al-Qur’an dikumpulkan dimasa Khalifah Utsman bin Affan, belum ada istilah “Mushaf” hingga akhirya disepakati untuk menamainya sebagai “Al-Mushaf”, yang berarti kumpulan lembaran bertuliskan wahyu.
Meskipun bangsa Arab mayoritas tidak terampil menulis, mereka memiliki daya ingat yang kuat, terbiasa menghafal syair dan silsilah peristiwa sejarah. Sehingga banyak orang yang hafal Al-Qur’an.
Rasulullah menganjurkan dan memanfaatkan kemampuan ini untuk menjaga Al-Qur’an, dengan mengajak umatnya untuk menghafal ayat-ayat yang diturunkan dan mencatatnya.
Rasulullah juga mengatur urutan ayat-ayat yang turun dalam setiap surah dan melarang menulis penulisan hal lain selain Al-Qur’an agar kemurniannya terjaga.
Setiap kali turun wahyu dan diturunkan ayat ayat, Nabi mendorong para sahabat untuk menghafal dan menulis. Beliau menunjuk beberapa sahahat penulis untuk mencatat ayat-ayat, seperti Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Thalib, dan Utsman bin Affan.
Dan Rasulullah menerangkan bagaimana ayat-ayat itu mesti disusun dalam suatu surah, oleh Rasulullah mengadakan peraturan, yaitu Al-Qur’an sajalah yang boleh dituliskan, selain dari Al-Qur’an itu, yakni hadis atau pelajaran yang mereka dengar mulut Rasulullah, dilarang menuliskannya.
Larangan ini ialah dengan maksud dengan maksud supaya Al-Qur’an al-Karim itu terpelihara, jangan campur aduk dengan yang lain lain, yang juga didengar dari Rasulullah
Ada tiga cara utama pemeliharaan Al-Qur’an di masa Rasulullah: Melalui hafalan para sahabat, naskah yang ditulis khusus untuk Rasulullah dan naskah yang ditulis oleh sahabat untuk pribadi mereka.
Rasulullah ﷺ mengajurkan supaya Al-Qur’an itu dihafal, selalu dibaca, dan diwajibkan membacanya dalam sholat.
Dengan jalan demikian banyaklah orang yang hafal Al-Qur’an. Surah yang satu macam, dihafal oleh ribuan manusia, dan hafal sama sekalipun banyak, dalam pada itu tidak ada satu ayat pun yang tak dituliskan.
Kepandaian menulis dan membaca itu amat dihargai dan didorong oleh Rasulullah, Beliau bersabda yang artinya;
“Pada hari kiamat tinta (karya tulis) ulama ditimbang bersama tetesan darah syuhada. (Hasilnya lebih berat nilai tetsan tinta ulama sebagaimana riwayat lain),” (HR Ibnu Abdil Barr, Ibnun Najjar, Ibnul Jauzi, As-Syairazi, Al-Marhabi, dan Ad-Dailami).
Pada Perang Badar, orang musyrikin yang ditawan oleh Rasulullah, bagi yang tidak mampu menembus dirinya dengan uang, tetapi pandai menulis dan membaca, masing-masingnya diharuskan mengajarkan sepuluh orang Muslim menulis dan membaca sebagai ganti tebusan.
Di dalam Al- Qur’an Firman Allah SWT, perintah membaca dan menulis dalam Surah Al-‘Alaq mengandung maksud agar manusia memiliki pengetahuan dan informasi serta di dalam melakukan aktivitas membaca, memahami, menelaah, mendalami, meneliti, menghimpun senantiasa mengingatkan akan kebesaran Allah swt. Agar kelak memperoleh keselamatan di dunia dan di akhirat.
Pengajaran atau pembelajaran yang diterima oleh Nabi Muhammad ﷺ hendaklah dijadikan teladan bagi umatnya agar memiliki keterampilan membaca sehingga umat islam akan mendapatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta membawa perubahan dan peradaban umat Islam.*
Penulis sarjana S1-Ekonomi Syariah, PTIQ JAKARTA