InfoMalangRaya.com– Ribuan orang memenuhi jalan-jalan di bagian selatan pinggiran ibu kota Beirut, lapangan dan tempat-tempat penampungan sementara setelah Israel mengeluarkan peringatan untuk mengosongkan bangunan-bangunan di sana sebelum jet-jet tempur Zionis menggempur pertahanan Hizbullah.
Para fotografer AFP menyaksikan bagaimana keluarga-keluarga pada malam hari tidur di jalan-jalan, di tempat terbuka, pemandangan yang belum pernah terdengar sebelumnya di ibu kota Libanon itu sejak Hizbullah dan Israel berperang terakhir kali pada 2006.
“Saya bahkan tidak membawa baju apa pun, saya tidak pernah menyangka kami akan keluar dari rumah seperti ini dan tiba-tiba mendapati diri kami di jalanan,” kata Naseef.
Jet-jet tempur Israel membombardir wilayah selatan Beirut dan pinggirannya sepanjang malam, asap mengepul dari kobaran api di beberapa tempat.
Meskipun terjadi serangan hebat pada malam hari, tingkat kerusakan dan jumlah korban masih belum jelas pada Sabtu dini hari (28/9/2024), lapor AFP.
Stasiun televisi Al-Manar milik Hizbullah menayamgkan gambar yang diambil dari daerah di selatan Beirut yang menunjukkan sejumlah bangunan rata dengan tanah, jalan-jalan dipenuhi reruntuhan, serta asap dan debu beterbangan di daerah Dahiyeh.
Zionis Israel hari Jumat mengatakan pihaknya menyerang markas Hizbullah yang berada di selatan Beirut dan fasilitas persenjataan mereka.
Baik media Israel maupun Amerika Serikat melaporkan bahwa yang menjadi target dari serangan itu adalah pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, meskipun sebuah sumber yang dekat dengan kelompok itu mengatakan dia baik-baik saja.
Lapangan Syuhada, tempat terbuka umum utama di kota Beirut, dipenuhi oleh warga yang berkemah.
“Pengeboman semakin intensif di malam hari dan rumah kami mulai berguncang,” kata Hala Ezzedine, 55 tahun, yang sedang tiduran di alun-alun setelah melarikan diri dari daerah Burj al-Barajneh di Dahiyeh yang juga menjadi target serangan Zionis.
“Apa yang telah dilakukan rakyat (Libanon) sehingga harus menanggung semua ini?” tanya wanita itu, seraya menambahkan bahwa rumahnya dulu pernah hancur oleh serangan Israel selama perang tahun 2006.
“Mereka ingin berperang, tapi apa salah kami?” katanya, menyinggung kekerasan lintas batas antara Israel dan Hizbullah selama hampir setahun terakhir.
“Kami tidak perlu mengalami apa yang terjadi di Gaza,” ujar wanita itu.
Ketika Ezzedine mulai mengkritik tindakan Hizbullah, suaminya segera menyela.
“Kami sabar, tetapi tidak seharusnya kami menjadi satu-satunya yang menanggung semua ini,” kata suami Ezzedine.
Hawra al-Husseini, 21, menggambarkan keadaannya sangat “sulit di malam hari” setelah dia melarikan diri dari Dahiyeh dan terpaksa tidur menggelandang di Lapangan Syuhada bersama keluarganya.
“Kami ingin kembali pulang ke rumah (di pinggiran Beirut di sebelah selatan), tapi kami takut,” ujarnya.
“Tidak mungkin untuk hidup di negara ini lagi,” imbuh wanita muda itu.*
Leave a Comment
Leave a Comment