Penanganan Pengibaran Bendera One Piece di Kota Malang
Pihak Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kota Malang menyatakan bahwa hingga saat ini belum ditemukan adanya aksi pengibaran bendera tengkorak bertopi jerami dari serial anime One Piece di wilayah kota tersebut.
Plt Kepala Bakesbangpol Kota Malang, Alie Mulyanto, mengungkapkan bahwa timnya belum menemukan bukti adanya kejadian tersebut. Ia menegaskan bahwa meskipun belum ada laporan resmi, pihaknya tetap akan melakukan pengawasan secara menyeluruh di seluruh wilayah Kota Malang.
“Kami tetap memperhatikan hal ini,” tambahnya. Pihak Bakesbangpol juga mengajak masyarakat untuk aktif berperan dalam pengawasan. Jika terdapat kejadian pengibaran bendera One Piece, masyarakat diminta untuk segera melaporkannya.
Mereka dapat melakukan foto terhadap lokasi dan kejadian tersebut, kemudian melaporkannya ke pihak berwajib. Laporan yang diterima akan disampaikan kepada jajaran stakeholder terkait untuk menentukan langkah lebih lanjut.
Sementara itu, Kompol Wiwin Rusli, Kepala Bagian Operasional Polresta Malang Kota, menyampaikan bahwa hingga saat ini belum ada arahan atau instruksi dari pimpinan terkait tindakan yang akan dilakukan terkait fenomena ini.
Pandangan Pakar Ilmu Komunikasi
Pakar Ilmu Komunikasi dari Universitas Brawijaya (UB), Anang Sujoko, menilai bahwa aksi pengibaran bendera One Piece bukan hanya sekadar tren. Menurutnya, tindakan ini menjadi simbol kebuntuan komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah.
“Lewat simbol ini, gerakan ini sangat kuat. Ini harus menjadi perhatian prioritas baik oleh pemerintah maupun pihak-pihak yang dituju oleh gerakan ini,” ujarnya.
Anang menjelaskan bahwa pengibaran bendera ini merupakan bentuk penyampaian aspirasi atau kritik ketika masyarakat merasa tidak memiliki daya dalam menghadapi kebijakan penguasa. Meski demikian, gerakan ini tetap menjunjung prinsip damai.
“Pemerintah atau legislatif seharusnya melihat fenomena ini sebagai bentuk ketiadaan daya masyarakat dalam menghadapi kebijakan penguasa. Namun, mereka tetap berkomitmen ingin berperilaku damai,” tambahnya.
Menurut Anang, fenomena ini seharusnya menjadi kesempatan bagi pemerintah dan legislatif untuk melakukan evaluasi diri. Ia menekankan bahwa respons yang tepat adalah mengevaluasi diri, bukan justru menyalahkan masyarakat.
“Jika sampai menyalahkan, itu artinya komunikasi yang bersifat empati sudah tidak ada,” pungkasnya.