Persebaya berhasil memetik kemenangan perdana 1-0 atas Persita, dalam pekan kedua kompetisi Super League 2025-26, di Stadion Indomilk Arena, Tangerang, Sabtu (16/8/2025).
Gol tunggal dicetak pemain asal Meksiko, Francisco Rivera pada menit 23 setelah menerima operan bola dari Arief Catur Pamungkas yang berlari cepat dari zona pertahanan sendiri menyusuri sisi kiri pertahanan Persita.
Kita tentu saja bersyukur dengan kemenangan ini, setelah Persebaya dikalahkan PSIM Yogyakarta di pekan sebelumnya. Namun sekali lagi, kita merasa sama sekali tidak merdeka saat menonton Persebaya sore itu.
Kita tidak merdeka dari rasa waswas kebobolan, terjajah oleh kecemasan lawan akan menjebol gawang Ernando Ari Sutaryadi pada menit terakhir. Apakah menit terakhir memang kutukan untuk Persebaya? Semoga tidak.
Angka statistik memang tidak menentukan hasil pertandingan. Namun statistik memandu kita untuk membaca apa yang sebenarnya masih perlu dibenahi dari Persebaya. Dengan penguasaan bola 46 persen, pelatih Edu Pérez memainkan taktik serangan balik menjebol pertahanan lawan. Tapi dengan akurasi operan yang hanya 75 persen, kita tahu bahwa ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Jika dirata-rata dalam dua pertandingan, akurasi operan Persebaya hanya 76,5 persen. Sangat buruk untuk sebuah tim yang mengandalkan operan cepat dari kaki ke kaki. Seharusnya, akurasi operan Persebaya di atas 80 persen.
Liverpool memiliki akurasi operan 82 persen saat melawan Bournemouth. Tottenham Hotspurs 88 persen saat mengalahkan Burnley, dan bahkan Manchester City mencatatkan akurasi 91 persen. Nyaris sempurna.
Akurasi operan semakin penting dalam sepak bola modern. Semakin cepat tempo permainan, maka operan yang akurat akan membuat aliran bola semakin efektif. Ini meningkatkan peluang untuk mencetak gol.
Persebaya boleh saja kalah dalam penguasaan bola dan bermain direct football melalui skema serangan balik. Namun ketika mereka melakukannya dengan rapi dan tanpa kesalahan mendasar dalam mengoper bola, maka peluang untuk mencetak gol pun semakin tinggi. Akurasi operan juga menghemat stamina, Tentunya dengan penempatan posisi yang tepat.
Ian Graham, Direktur Riset Liverpool 2012-2023, menyukai operan yang melewati pertahanan lawan dan membuat empat atau lima pemain bertahan keluar dari area mereka. “Operan seperti itu sangat sulit dilakukan, tetapi seseorang yang berhasil melakukannya dengan tepat akan menjadi gelandang serang kelas dunia,” katanya, dikutip Williams.
Dalam buku How to Win the Premier League, Ian Graham mengingatkan: “A counterattack opportunity is easily spoiled through a poor touch or an inaccurate pass that slows down play and gives defenders time to get back.”
Graham menggunakan pendekatan Pitch Control: “Jika Anda dapat mencapai lokasi tertentu di lapangan sebelum orang lain, maka Andalah yang mengendalikannya.”
Menurut Graham, dengan pendekatan Pitch Control, umpan akurat yang menjaga momentum tetap berjalan dan lebih sedikit pemain bertahan di antara bola dan gawang, akan jauh lebih efektif daripada umpan yang sedikit tidak akurat yang mengharuskan penerima memperlambat laju bola agar dapat mengontrolnya dan memberi kesempatan bagi pertahanan untuk berkumpul kembali.
Graham menganalisis data dari ratusan ribuan operan untuk menghitung bagaimana kecepatan dan akurasi operan memengaruhi kemampuan pemain untuk menerima atau mencegat bola. “Jika bola melewati dekat lawan, peluang rekan setim untuk menerimanya akan rendah, karena lawan memiliki peluang tinggi untuk mencegat bola. Operan-operan ini memiliki probabilitas keberhasilan yang rendah,” katanya.
Dengan pendekatan saintifik seperti itu, tak heran jika Josh Williams dalam buku Data Game: The Story of Liverpool FC’s Analytics Revolution mengatakan, Liverpool dapat mengukur jenis operan mana yang umumnya dinilai berbahaya, pemain mana yang biasanya meningkatkan atau mengurangi peluang tim mereka untuk mencetak gol melalui kontribusi mereka, dan operan mana yang paling optimal dalam skenario apa pun.
Kadang kala yang dibutuhkan hanyalah operan sederhana. Tidak perlu rumit yang malah bisa disalahpahami kawan satu tim. Namun ada kalanya dibutuhkan pemain cerdas untuk membaca permainan dan melakukan operan yang membuka peluang mencetak gol.
Saya yakin Persebaya tidak memiliki seorang ahli yang menganalisis serumit Ian Graham, seorang doktor fisika lulusan Universitas Cambridge. Namun Persebaya punya sejumlah pemain berbakat.
Salah satunya Tony Firmansyah yang Sabtu sore itu bermain bagus sebagai deep lying midfieler. Dari 102 responden yang mengikuti jajak pendapat di akun X saya, 52 persen memilihnya menjadi Man of The Match dibandingkan Francisco Rivera yang mencetak gol kemenangan. [wir]