Peran dan Jasa Mohammad Hatta dalam Gerakan Koperasi Indonesia
Setiap tanggal 12 Juli, masyarakat Indonesia memperingati Hari Koperasi Nasional. Tidak hanya sebagai momen seremonial, peringatan ini juga menjadi pengingat akan pentingnya koperasi dalam perekonomian rakyat. Di balik perkembangan koperasi modern, sosok Mohammad Hatta atau yang dikenal dengan sebutan Bung Hatta dianggap sebagai pelopor yang menanamkan prinsip demokrasi ekonomi, kemandirian, serta gotong royong.
Bung Hatta tidak hanya dikenal sebagai salah satu tokoh proklamator kemerdekaan, tetapi juga sebagai tokoh yang aktif dalam mengembangkan gerakan koperasi di Indonesia. Dalam berbagai pidato dan tulisan, ia menyampaikan pemikiran tentang pentingnya koperasi sebagai bentuk usaha bersama yang berdasarkan azas kekeluargaan.
Latar Belakang dan Pendidikan Mohammad Hatta
Mohammad Hatta lahir pada 11 Agustus 1902 di Bukittinggi, Sumatera Barat. Ia merupakan anak kedua dari pasangan Muhammad Djamil dan Siti Saleha. Ayahnya adalah seorang ulama yang memiliki pengaruh besar di daerah tersebut. Selain itu, kakeknya, Syekh Abdurrachman atau Syekh Batu Hampar, juga dikenal sebagai tokoh agama yang berpengaruh di Sumatera Barat pada masa itu.
Setelah menyelesaikan pendidikan di Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School, Batavia, Hatta melanjutkan studinya ke Belanda. Di sana, ia bergabung dengan organisasi pergerakan yang bertujuan untuk mencapai kemerdekaan dari kolonialisme. Selain aktivitas politik, Hatta juga memperdalam ilmu koperasi. Ia bahkan melakukan kunjungan ke beberapa negara Skandinavia, seperti Denmark, untuk belajar lebih dalam tentang sistem koperasi.
Di bawah kepemimpinan Hatta, Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda merumuskan lima prinsip ekonomi, salah satunya adalah “Memajukan koperasi pertanian dan bank-bank rakyat”. Hal ini menunjukkan bahwa Hatta sudah memiliki visi jauh hari tentang pentingnya koperasi dalam perekonomian.
Peran Hatta dalam Mengembangkan Koperasi
Kembali ke Indonesia pada Juli 1932, semangat Hatta dalam bidang politik tidak pernah padam. Ia terus berjuang untuk kemerdekaan dan selalu memperhatikan isu-isu ekonomi. Beberapa kali ia ditahan oleh pemerintah kolonial Belanda karena aktivitas politiknya.
Dengan semangat yang tak pernah padam, Hatta bersama Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Ia kemudian menjadi Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia mendampingi Presiden Soekarno.
Meski aktif dalam politik, Hatta tidak melupakan dunia ekonomi. Salah satu kontribusinya adalah mendorong gerakan koperasi di Indonesia. Pemikirannya tentang koperasi sangat mendalam, sehingga pada Kongres Koperasi Indonesia di Bandung, Jawa Barat tanggal 17 Juli 1953, ia dianugerahi gelar Bapak Koperasi Indonesia.
Pidato Hatta yang Membentuk Visi Koperasi
Pada Hari Koperasi tahun 1951, Hatta memberikan pidato di RRI yang mengandung pesan penting tentang koperasi. Dalam pidatonya, ia menyampaikan bahwa koperasi adalah bentuk usaha bersama yang berdasarkan azas kekeluargaan. Ia menjelaskan bahwa dalam koperasi, semua anggota saling bertanggung jawab atas keselamatan koperasinya.
“Apabila kita membuka UUD 45 dan membaca serta menghayati isi pasal 38, maka nampaklah di sana akan tercantum dua macam kewajiban atas tujuan yang satu. Tujuan ialah menyelenggarakan kemakmuran rakyat dengan jalan menyusun perekonomian sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Perekonomian sebagai usaha bersama dengan berdasarkan kekeluargaan adalah koperasi, karena koperasilah yang menyatakan kerja sama antara mereka yang berusaha sebagai suatu keluarga.”
Pidato ini menjadi dasar bagi pengembangan koperasi di Indonesia dan menjadi alasan utama mengapa Hatta diberi gelar Bapak Koperasi Indonesia.
Kontroversi Gelar Bapak Koperasi
Beberapa waktu lalu, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyatakan bahwa Margono Djojohadikusumo lebih tepat disebut sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Menurutnya, Bung Hatta lebih layak disebut sebagai Bapak Ekonomi Kerakyatan. Pendapat ini memicu kontroversi dan perdebatan di berbagai kalangan.
Perdebatan ini tidak hanya berkaitan dengan gelar, tetapi juga menyentuh memori kolektif, historiografi, serta potensi polarisasi politik di Indonesia. Meskipun begitu, banyak yang tetap menganggap Bung Hatta sebagai tokoh yang berjasa besar dalam mengembangkan koperasi di Indonesia.