Reaksi Tokoh Adat, Akademisi, dan Aktivis terhadap Isu Pembakaran Mahkota Cenderawasih
Pembakaran mahkota burung Cenderawasih yang dilakukan oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua telah memicu reaksi berbagai kalangan masyarakat. Peristiwa ini tidak hanya menjadi isu lingkungan, tetapi juga menyentuh nilai-nilai adat, budaya, serta kearifan lokal yang selama ini dijaga oleh masyarakat setempat.
Video yang menampilkan tindakan tersebut beredar secara luas di media sosial, sehingga menimbulkan kemarahan dan kekecewaan dari banyak pihak. Tidak hanya masyarakat umum, para tokoh adat, akademisi, dan aktivis juga memberikan tanggapan terkait hal ini. Mereka menilai bahwa tindakan BBKSDA tidak hanya melanggar prinsip konservasi, tetapi juga mengabaikan nilai-nilai budaya yang memiliki makna mendalam bagi masyarakat Papua.
Penjelasan Pemerintah dan Permintaan Maaf
Menteri Kehutanan, Raja Juli Antonistin, langsung menanggapi isu ini dengan menyampaikan permintaan maaf atas tindakan yang dilakukan oleh BBKSDA. Ia menjelaskan bahwa konservasi tidak hanya berkaitan dengan pelestarian satwa, tetapi juga harus mempertimbangkan nilai-nilai masyarakat yang ada di sekitarnya. Menurutnya, pembakaran mahkota burung Cenderawasih adalah kesalahan yang harus segera diperbaiki.
Sebelumnya, pihak BBKSDA melalui Kepala Balai Besarnya juga sudah menyampaikan permohonan maaf. Namun, langkah-langkah ini dinilai belum cukup untuk meredam kemarahan publik. Berbagai upaya dilakukan, termasuk dialog dengan para pemangku kebijakan untuk menjelaskan permasalahan secara lebih jelas.
Tanggapan Tokoh Adat
Ondoafi Kampung Sereh, Kabupaten Jayapura, Yanto Eluay, menyampaikan bahwa ia tidak setuju dengan tindakan pembakaran yang dilakukan. Meski demikian, ia menegaskan bahwa penyelesaian masalah ini tidak bisa hanya dilakukan oleh pihak luar. Menurutnya, perlu adanya kesadaran dari masyarakat sendiri dalam menjaga kelestarian burung Cenderawasih dan menghentikan praktik jual beli mahkota burung tersebut.
Ia menjelaskan bahwa mahkota Cenderawasih bukan hanya sekadar hiasan, tetapi memiliki makna spiritual dan budaya yang penting. “Seharusnya hanya digunakan oleh para ondoafi atau ondofolo atau kepala-kepala suku,” ujarnya. Namun, karena faktor ekonomi, banyak masyarakat yang akhirnya memperjualbelikannya. Hal ini dinilainya sebagai ironi yang sangat besar.
Pentingnya Kesadaran Masyarakat
Yanto Eluay menekankan bahwa untuk menciptakan perubahan, diperlukan partisipasi aktif dari masyarakat. Dengan meningkatkan kesadaran akan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal, masyarakat dapat lebih memahami arti penting dari burung Cenderawasih dalam kehidupan mereka.
Selain itu, ia juga menyarankan agar pemerintah dan lembaga terkait lebih proaktif dalam memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya perlindungan satwa langka seperti burung Cenderawasih. Dengan begitu, tindakan yang dilakukan oleh BBKSDA dapat dihindari di masa depan.
Kesimpulan
Isu pembakaran mahkota burung Cenderawasih tidak hanya menjadi masalah lingkungan, tetapi juga menyentuh aspek budaya dan adat istiadat masyarakat Papua. Reaksi dari berbagai pihak menunjukkan bahwa masalah ini membutuhkan pendekatan yang lebih holistik, yang melibatkan pemerintah, masyarakat, dan lembaga konservasi.
Dengan memperkuat kesadaran masyarakat dan memperhatikan nilai-nilai budaya, diharapkan dapat tercipta solusi yang lebih berkelanjutan dan menghargai keberagaman budaya di Indonesia.







