Berencana Serang Masjid dan Yahudi Empat Pria Neo-Nazi Diadili di Paris

InfoMalangRaya.com– Empat pria duduk di kursi terdakwa di pengadilan Paris dengan tuduhan bersama kelompok neo-Nazi berencana melakukan serangan terhadap masjid-masjid dan target berkaitan dengan Yahudi di Prancis antara 2017 dan 2018.
Investigasi mulai dilakukan pada 2018 setelah Alexandre Gilet, seorang anggota relawan polisi gendarmeri berusia 22 tahun di Grenoble, diduga memesan produk yang dapat digunakan untuk membuat alat peledak. Manajer toko tempat barang itu dipesan menaruh curiga dan kemudian melapor ke pihak kepolisian.
Petugas yang dikerahkan untuk melakukan penggeledahan di rumah Gilet menemukan sejumlah senjata “yang sering dipakai”, termasuk dua senapan serbu Kalashnikov, serta perlengkapan laboratorium, lapor The Guardian hari Senin (19/6/2023).
Seorang terdakwa masih berusia remaja ketika para tersangka ditangkap pada 2018 dan 2019. Artinya, kemungkinan persidangan akan digelar secara tertutup, berdasarkan UU yang berlaku di Prancis.
Akan tetapi, hakim Christophe Petiteau hari Senin mengatakan bahwa mengingat keseriusan dari perkara ini, pengadilan akan mempertimbangkan untuk mencabut batasan tersebut dan membukanya untuk umum.
Pihak jaksa penuntut mengatakan Gilet dan tiga terdakwa lain merupakan bagian dari “Operation WaffenKraft”, sebuah kelompok diskusi online kalangan ultra-kanan, neo-Nazi, di mana “diskusi dengan cepat berubah menjadi persiapan proyek-proyek teroris”. Waffen-SS merupakan sayap militer dari pasukan elit Nazi korps SS, yang didirikan oleh Adolf Hitler.
Media Prancis melaporkan bahwa pihak penyidik menemukan foto-foto keempat terdakwa – yang salah satunya berusia 17 tahun ketika itu – yang diambil ketika mereka bertemu tatap muka langsung untuk pertama kalinya di musim panas 2018 untuk berlatih menembak di sebuah hutan dekat Tours. Penyelidik juga menemukan draf dokumen yang mereka tafsirkan sebagai manifesto yang digunakan untuk membenarkan pembunuhan massal oleh kalangan ultra-kanan.
Salah satu terdakwa – yang menggambarkan Gilet sebagai seorang radikal dan bertekad keras – mengatakan bahwa Gilet ingin “menciptakan pembantaian yang lebih buruk daripada Bataclan”. Maksudnya lebih parah dari serangan kelompok ISIS atas tempat konser Bataclan di Paris pada November 2015 ketika band Eagles of Death Metal manggung, yang menewaskan 90 orang dan melukai banyak orang lainnya.
Topik diskusi online mereka termasuk kebencian terhadap Muslim dan orang komunis, serta komentar bernada anti-semit alias anti-Yahudi dan anti-homoseksual.
Target yang mereka bicarakan beragam termasuk perkampungan multi-etnis, masjid, tempat pertemuan kalangan Yahudi, pangkalan udara, kantor asosiasi anti-rasisme Licra, tempat kampanye Jean-Luc Mélenchon, pimpinan partai politik beraliran kiri La France Insoumise.
Salah satu terdakwa bekerja sebagai buruh tani. Satu orang merupakan mahasiswa jurusan teknik yang merupakan anak dari seorang tentara berpangkat kolonel.
Pengacara para terdakwa diperkirakan akan melancarkan argumen pembelaan bahwa mereka belum benar-benar melakukan serangan apapun atau mereka tidak pernah membuat manifesto.
Sejak 2017, pihak keamanan di Prancis berhasil menggagalkan sembilan rencana serangan oleh kelompok-kelompok ultra-kanan, kata Menteri Dalam Negeri Gérald Darmanin belum lama ini, dan menegaskan bahwa pohak berwenang menanggapi serius ancaman serangan dari kalangan ultra-kanan dan neo-Nazi.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *