Imam as-Syuyuti dikenal aktif menulis buku hingga mendapat julukan Punggawa Al-Qur’an Abad ke-8, meski ini bukan satu-satunya julukan yang disematkan beliau
InfoMalangRaya.com | DI TENGAH terik matahari sore, selepas kuliah saya berkemas-kemas menuju makam salah satu ulama terkenal, Imam Jalaluddin As-Suyuthi (Imam Suyuthi). Rencana yang beberapa kali tertunda karena padatnya jadwal kuliah di semester kali ini.
Makam Imam Suyuthi hanya berjarak ± 3 km dari Universitas Al-Azhar, butuh belasan menit dengan berkendara bus, taksi atau rent car untuk menuju ke sana. Di samping juga letaknya yang sangat strategis, kurang lebih 50 meter dari Mahattah Sayyidah Aisyah.
Sesampainya di depan bangunan putih yang melindungi makam Imam Suyuthi, dan menghaturkan salam kepada ahli kubur, saya terhening beberapa menit. Mencoba menyibak kembali memoar sang imam yang kitabnya (Tafsir Jalalin) pernah saya kaji di hadapan kiai.
As-Suyuthi, seorang imam besar yang akrab di telinga para santri ini bernama lengkap Abdurrahman bin al-Kamal Abi Bakr bin Muhammad bin Sabiquddin bin al-Fakhr Utsman bin Nazhiruddin Muhammad bin Saifuddin Khidr bin Najmuddin Abi as-Shalah Ayyub bin Nashiruddin Muhammad Ibn Syaikh Humamuddin al-Khudhairi al-Assuyuthi.
Silsilah al-Khudhari yang dimilikinya ini merupakan silsilah keluarga di Baghdad. Nenek moyangnya (Hamamuddin) termasuk pengikut ahli hakikat dan juga salah satu guru Thariqah Sufiyyah.
As-Suyuthi lahir malam Ahad sesudah Maghrib, awal bulan Rajab tahun 849 H di Kairo. Ketika sang ayah tercinta masih hidup, As-Suyuthi kecil pernah dibawa kepada seorang syaikh yang bernama Muhammad al-Majdzub, seorang ulama besar yang tinggal di samping makam Sayyidah Nafisah.
Aktifitas keilmuan
Tanda-tanda kealiman beliau sudah tampak sejak umur 6 tahun. Ketika berusia kurang dari 8, beliau telah hafal Al-Quran, juga kitab al-‘Umdah, Minhaj, dan Alfiyah ibnu Malik.
Pada usia yang cukup muda, beliau telah mulai mengarang buku. Buku pertama yang menjadi buah karyanya adalah Syarh al-Istifadah wal Basmalah. Buku tersebut kemudian diperlihatkan pada gurunya, Syaikh Alamuddin al-Bulqini, dan sang guru pun bekenan menulis kata pengantar dalam kitab tersebut.
Dalam pengembaraan mencari ilmu, beliau pernah singgah di Syam, Hijaz, Yaman Hindia, Maroko, Dak Takrur. Ketika melaksanakan ibadah haji beliau mengharap berkah dengan minum air zam-zam dengan tujuan bisa seperti Imam Sirajuddin al-Bulqini yang alim dalam bidang fiqih dan Imam Ibnu Hajar dalam bidang hadis.
Dengan kapasitas keilmuannya, Imam Suyuthi telah menghasilkan buah karya yang sangat banyak, mencapai 600 atau lebih karya tulis. Beberapa karangan yang terkenal adalah bidang tafsir dan ilmu tafsir seperti Tafsir Jalain, al-Itqan, Lubab an-Nuqul, dll.
Karena itulah beliau mendapat julukan Punggawa Al-Qur’an abad ke-8, meski ini bukan satu-satunya julukan yang disematkan beliau.
Dalam pengusaan ilmu, beliau mengelompokkanya dalam beberapa kelompok. Pertama, adalah kelompok ilmu-ilmu yang paling beliau kuasai. Kedua, ilmu-ilmu yang kadar pengusaan beliau di bawah kelompok pertama.
Sedang ketiga, ilmu-ilmu dengan kadar penguasaan yang di bawah kelompok kedua, begitu seterusnya.
Adapun kelompok pertama ada tujuh ilmu yaitu ilmu tafsir, hadis, fiqih, nahwu, ma’ani, bayan dan badi’. Kelompok kedua ilmu ushul fiqh, ilmu jadal dan tasrif.
Kelompok ketiga ilmu insya’ tarassul dan ilmu faraidl. Kelompok keempat ilmu qira’at dan kelompok kelima ilmu kedokteran.
Untuk ilmu hisab, beliau menganggap yang paling sulit dikuasai. Demikian sulitnya ilmu tersebut diibaratkan sepeti memikul gunung.
Namun demikian, hal ini tidak mengurangi kapasitas keilmuan beliau karena begitu banyaknya ilmu selain ilmu hisab yang beliau kuasai. Maka sangat layak beliau mampu melaksanakan ijtihad, karena memang telah memiliki perangkat dalam berijtihad.
Termasuk keistimewaan Imam Suyuthi adalah semasa hidupnya, beliau juga termasuk ulama yang pernah menyaksikan Rasulullah ﷺ sebanyak lebih dari 70 kali dalam keadaan jaga sebagaimana pengakuan beliau dalam kitabnya Tanwir al-Hawalik.
Wafat di hari yang mulia
Salah satu pertanda matinya seseorang dalam keadaan khusnul khatimah adalah hari/malam Jumat. Itu pula yang teralami oleh Imam Suyuthi.
Beliau meninggal pada malam Jumat tanggal 19 Jumadal Ula tahun 911 H dengan usia 61 tahun di sini, di Khusy Qusun di luar pintu Qarafah, Kairo, jasad mulianya disemayamkan.
Makam Imam Suyuti tertaknya berdekatan dengan makam Imam Syafi’i dan Imam Waqi’ (guru Imam Syafi’i). Dan makamnya pun selalu tertutup, tidak bisa masuk ke dalam, kecuali dengan menghubungi juru kunci.
Sayangnya, makam Imam Suyuthi tidak begitu dikenal para peziarah, bahkan ketika bertanya kepada penduduk Mesir, kebanyakan dari mereka tidak mengerti tepatnya.
Tapi bagaimanapun, semua itu tidak menghalangi niat penulis untuk berziarah ke makam beliau, saat ini dan seterusnya, InsyaAllah. Semoga kita dikumpulkan bersama sang imam, juga bersama para salaf as-shalihin kelak di hari pembalasan. Amin.*/Abdullah