Profil I Gusti Ayu Sasih Ira dan Kasus Hukum yang Menimpanya
I Gusti Ayu Sasih Ira, seorang direktris dari jaringan restoran Mie Gacoan, kini menjadi tersangka dalam kasus dugaan pelanggaran hak cipta. Restoran yang sangat populer di kalangan anak muda ini memiliki banyak cabang di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Bali. Polda Bali telah menetapkan I Gusti Ayu sebagai tersangka setelah dilaporkan oleh lembaga manajemen kolektif yang mewakili hak produser dan performer musik.
Mie Gacoan, yang dikenal dengan menu mi pedas dan harga terjangkau, telah berkembang pesat sejak didirikan di Malang, Jawa Timur. Kini, jaringan restoran ini hadir di 24 dari 38 provinsi di Indonesia. Di Bali, gerai-gerainya tersebar di lokasi strategis seperti Pakerisan, Renon, Teuku Umar Barat, Gatot Subroto, hingga Jimbaran. Beberapa gerai bahkan beroperasi selama 24 jam.
Kasus ini bermula dari laporan masyarakat pada 26 Agustus 2024, kemudian berlanjut ke tahap penyidikan pada 20 Januari 2025. Pelapor dalam kasus ini adalah Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI), yang bertugas mengelola hak cipta musik untuk penggunaan di tempat umum. Gugatan yang diajukan berkaitan dengan penggunaan musik di outlet Mie Gacoan sebagai sarana komersial.
Remunerasi, atau imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi atas karya cipta, harus dibayarkan oleh pelaku usaha kepada pemilik hak. Potensi kerugian dari pelanggaran ini sangat besar, mencapai miliaran rupiah. Perhitungan kerugian dilakukan berdasarkan tarif Rp120.000 per outlet per tahun, dikalikan dengan jumlah gerai di Bali. Angka tersebut merujuk pada Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016.
Sejarah dan Pengembangan Mie Gacoan
Mie Gacoan merupakan waralaba restoran asal Indonesia yang didirikan oleh Anton Kurniawan di Malang, Jawa Timur. Nama “Gacoan” berasal dari bahasa Jawa yang berarti “jagoan” atau “andalan”. Awalnya, restoran ini dikenal dengan menu mi pedas yang ramah kantong. Namun, nama tersebut sempat menjadi sumber polemik karena dianggap tidak memenuhi kriteria Sistem Jaminan Halal.
Sebelum tahun 2023, Mie Gacoan belum memiliki sertifikasi halal karena kontroversi penamaan menu makanan dan minuman yang berbau mistis. Setelah mengganti nama-nama menu tersebut, Mie Gacoan akhirnya mendapatkan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 1 Februari 2023.
Makna Kata “Gacoan” dan Kontroversi
Kata “gacoan” memiliki makna yang berbeda dalam bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Dalam bahasa Jawa, “gacoan” berarti jagoan atau unggulan. Sementara itu, dalam bahasa Indonesia, kata ini sering diartikan sebagai “taruhan”. Perbedaan makna ini menyebabkan polemik dalam proses sertifikasi halal.
Donny Satryo Wibowo Ranoewidjojo, Kepala Bidang Pertunjukan Seni dan Budaya di Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa tidak semua kata dalam bahasa daerah yang diserap ke dalam bahasa Indonesia akan memiliki makna yang sama. Contohnya, kata “pamor” dalam bahasa Jawa berarti pola logam putih dalam pusaka, tetapi dalam bahasa Indonesia, maknanya berubah menjadi kewibawaan.
Daryl Gumilar, Juru Bicara PT Pesta Pora Abadi yang menaungi bisnis Mie Gacoan, menegaskan bahwa pihaknya tidak memiliki niat buruk dalam memberikan nama produk. Menurutnya, arti kata “gacoan” lebih mengarah pada makna “jagoan”, sesuai dengan definisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring.
Upaya Mie Gacoan dalam Memenuhi Standarisasi Halal
Meski saat ini Mie Gacoan belum memiliki sertifikasi halal, pihak perusahaan sedang dalam proses untuk mendapatkannya. Daryl Gumilar menegaskan bahwa semua bahan baku yang digunakan dalam menu makanan Mie Gacoan telah tersertifikasi halal. Ia menyarankan para konsumen tidak perlu ragu untuk menyantap produk-produk Mie Gacoan.