Tahun 2025: Masa Penentuan bagi Tenaga Honorer di Indonesia
Tahun 2025 menjadi tahun penting bagi jutaan tenaga honorer yang bekerja di berbagai instansi pemerintah di seluruh Indonesia. Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Zudan Arif Fakrulloh, menegaskan bahwa status tenaga honorer akan berakhir pada 31 Desember 2025. Setelah tanggal tersebut, sistem kepegawaian honorer yang telah berjalan selama puluhan tahun akan secara resmi dihapuskan.
“Tidak ada lagi pegawai berstatus honorer setelah 31 Desember 2025. Pemerintah pusat dan daerah wajib menyesuaikan seluruh tenaga non-ASN ke dalam sistem ASN,” ujar Zudan dalam konferensi pers di Jakarta. Dengan demikian, mulai 1 Januari 2026, hanya akan ada dua kategori aparatur sipil negara (ASN) yang diakui, yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), baik penuh waktu maupun paruh waktu.
Kebijakan ini merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Dalam aturan tersebut, pemerintah berkomitmen menghapus sistem kerja honorer yang tidak memiliki dasar hukum jelas dan sering menimbulkan ketimpangan kesejahteraan di kalangan tenaga kerja pemerintahan.
Artinya, setelah sistem honorer dihapus, instansi pemerintah tidak boleh lagi mempekerjakan tenaga non-ASN secara mandiri. Semua rekrutmen harus melalui mekanisme seleksi ASN resmi — baik CPNS maupun PPPK.
Untuk memastikan transisi berjalan lancar, pemerintah tengah melakukan pendataan dan validasi tenaga honorer melalui kerja sama antara KemenPAN-RB, BKN, Kemendagri, dan pemerintah daerah. Beberapa langkah yang sedang dijalankan antara lain:
- Validasi data honorer
- Penetapan formasi PPPK
- Seleksi PPPK tahap akhir pada 2025
- Penerapan skema PPPK paruh waktu bagi tenaga honorer yang belum bisa diangkat penuh waktu
Mulai 1 Januari 2026, instansi pemerintah tidak boleh lagi mempekerjakan pegawai non-ASN tanpa dasar hukum. Konsekuensinya, tenaga honorer tidak lagi diakui sebagai pegawai pemerintah, gaji dan tunjangan mereka tidak dapat dianggarkan melalui APBN/APBD, serta instansi yang masih mempekerjakan honorer bisa dikenai sanksi administratif.
Kebijakan ini diharapkan menjadi tonggak penting dalam menciptakan sistem ASN yang lebih profesional, tertib, dan transparan. Meski banyak tenaga honorer merasa cemas, Zudan memastikan bahwa pemerintah tidak akan meninggalkan siapa pun tanpa solusi.
“Semua tenaga non-ASN akan didata dan dipetakan. Ada yang diangkat PPPK penuh waktu, ada juga yang paruh waktu. Tidak akan ada yang tiba-tiba diberhentikan tanpa mekanisme,” tegasnya. Namun, Zudan juga mengingatkan agar seluruh tenaga honorer proaktif mengikuti pendataan dan seleksi resmi, karena hanya data yang tervalidasi di sistem BKN yang akan diproses.
Menurut data BKN, total tenaga non-ASN yang terdaftar mencapai 2,3 juta orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1,4 juta orang sudah diangkat menjadi PPPK, sementara sisanya masih dalam tahap seleksi dan verifikasi data di instansi masing-masing. Pemerintah menargetkan seluruh proses transisi honorer ke PPPK selesai pada Desember 2025, agar sistem ASN benar-benar bersih dari status honorer mulai 1 Januari 2026.
Beberapa pemerintah daerah, khususnya di wilayah kabupaten dan kota kecil, mengaku kesulitan karena keterbatasan formasi dan anggaran PPPK. Namun, Menteri PAN-RB Abdullah Azwar Anas menegaskan bahwa batas waktu yang telah ditentukan tidak akan diperpanjang.
“Tanggal 31 Desember 2025 itu final. Kita harus disiplin melaksanakan UU ASN,” ujarnya tegas. Meski kebijakan ini menimbulkan kekhawatiran, di sisi lain justru membuka peluang besar bagi tenaga honorer untuk naik status menjadi ASN sesungguhnya. Melalui sistem PPPK penuh maupun paruh waktu, mereka akan memiliki payung hukum, jaminan kerja, dan perlindungan sosial yang lebih jelas.
Dengan langkah besar ini, pemerintah berharap sistem kepegawaian Indonesia dapat bertransformasi menjadi lebih profesional, berkeadilan, dan berorientasi pada pelayanan publik yang berkualitas.







