Infomalangraya.com — Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan disebut-sebut masuk dalam daftar nominasi Nobel Peace Prize Award 2025. Hal tersebut karena sistem gotong royong khas Indonesia itu berhasil diwujudkan secara nyata dalam perlindungan kesehatan masyarakat.
Pengakuan tersebut disampaikan oleh Prof. Mike Hardy dari Centre for Peace and Security Coventry University, United Kingdom. Ia menilai bahwa BPJS Kesehatan layak dipertimbangkan sebagai penerima Nobel Peace Prize Award 2025 karena kontribusinya terhadap stabilitas sosial, rasa aman, dan solidaritas kemanusiaan di Indonesia.
“Saya ingin memulai, Prof. Ghufron, terima kasih banyak atas kata-kata Anda, melihat kenapa BPJS Kesehatan dan sistem kesehatan yang telah Anda bangun dengan cepat layak dipertimbangkan untuk Nobel Peace Prize,” ujar Mike Hardy melalui konferensi pers virtual zoom meeting bersama BPJS Kesehatan dan awak media, Senin (13/10).
Menurutnya, gagasan perdamaian yang dimaksud Alfred Nobel bukan sekadar ketiadaan perang atau kekerasan, melainkan kemampuan membangun hubungan harmonis antarwarga dan memperkuat kepercayaan sosial.
“BPJS melakukannya berdasarkan nilai dukungan bersama. Ini berdasarkan kesehatan, dan semakin banyak negara lain memandang positif sistem ini dan ingin belajar dari pengalaman Indonesia,” tambah Hardy.
Ia menjelaskan, sistem jaminan kesehatan Indonesia memenuhi tiga kriteria utama Nobel Perdamaian — membangun persaudaraan antarmanusia (fraternity), mengurangi ketergantungan terhadap kekuatan keras atau militer, serta mempromosikan keamanan dan kebaikan masyarakat secara berkelanjutan.
Sementara itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti, menegaskan bahwa keberhasilan Indonesia membangun sistem jaminan kesehatan nasional dalam waktu relatif singkat merupakan hasil dari nilai-nilai sosial yang hidup dalam masyarakat.
“Dengan adanya BPJS Kesehatan semua orang, setiap saat, di mana pun dapat mengakses layanan kesehatan berkualitas tanpa masalah finansial. Dan itulah kita hari ini di Indonesia, dan kita dapat mencapai itu dalam 10 tahun,” ujarnya.
Ghufron membandingkan capaian Indonesia dengan Jerman, negara yang memerlukan waktu 127 tahun untuk menjangkau 85 persen populasi sejak sistem asuransi sosial diperkenalkan oleh Otto von Bismarck pada 1883.
“Namun di Indonesia, kita hanya butuh sekitar 10 tahun untuk mencapai itu,” katanya.
Menurutnya, konsep saling membantu dan gotong royong menjadi landasan moral dari sistem yang kini diakui dunia.
“Kita berbicara tentang bagaimana semua orang tidak hanya memiliki akses, tetapi juga membuat diri mereka bersama-sama aman untuk dilindungi. Itu adalah cara berdasarkan nilai Gotong Royong,” ujar Gufron.
Pengakuan Internasional dan Dampak Sosial
Bagi Ghufron, masuknya BPJS Kesehatan ke dalam nominasi Nobel menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan nilai sosial yang telah lama melekat di Indonesia.
“Dampaknya tentu kita sadar bahwa BPJS Kesehatan itu bukan hanya soal layanan, tapi kekayaan nilai gotong royong yang berjalan di Indonesia. Ini yang oleh dunia kini mulai dilihat,” ujarnya.
Ia menambahkan, penelitian Harvard University yang menempatkan Indonesia di posisi teratas dalam Flourishing Index menunjukkan bahwa kebahagiaan sejati masyarakat Indonesia berakar dari kebersamaan dan solidaritas sosial yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan.
“Kami optimis. Dulu Muhammad Yunus mendapatkan Nobel karena Grameen Bank—konsepnya gotong royong finansial. BPJS lebih luas lagi, karena bukan hanya tentang pinjaman, tapi menjamin akses kesehatan, menciptakan pekerjaan, dan mengurangi kemiskinan,” tandasnya.