Film Riba: Teror Psikologis yang Menggambarkan Kengerian Utang dan Rentenir
Film terbaru berjudul Riba akan segera tayang di bioskop mulai 4 Desember 2025. Dengan mengusung tema horor psikologis, film ini tidak hanya menyajikan ketakutan dari makhluk gaib, tetapi juga mengangkat isu sosial yang sangat relevan dengan kehidupan nyata: jeratan utang dan praktik rentenir.
Film Riba menceritakan bagaimana keputusan untuk berutang, meskipun awalnya terlihat sebagai solusi, justru bisa memicu petaka tak terduga. Tokoh utamanya, Sugi, menjadi contoh nyata bagaimana keterlibatan dalam sistem utang bisa menghancurkan hidup seseorang. Pertanyaannya adalah, mengapa seseorang rela mempertaruhkan nyawa dan kewarasannya hanya untuk terjebak dalam lingkaran utang, terutama yang melibatkan riba?
Berikut tiga alasan kelam yang menjadi inti dari film Riba:
-
Urusan Perut dan Biaya Hidup yang Tak Bisa Menunggu
Alasan paling dasar dan brutal adalah desakan kebutuhan dasar. Bagi sebagian besar masyarakat, terutama di daerah pedesaan atau pinggiran, biaya hidup yang tidak cukup adalah realitas sehari-hari. Urusan perut, kesehatan, atau biaya pendidikan anak adalah hal yang tidak bisa ditunda. Dalam situasi mendesak, tawaran utang cepat—meskipun dengan bunga tinggi—selalu terlihat seperti satu-satunya jalan keluar yang cepat, tanpa memikirkan konsekuensi jangka panjangnya. -
Putus Asa yang Membutakan Jalan Keluar Logis
Utang sering kali bukan pilihan, melainkan hasil dari keputusasaan yang dipelihara sendiri. Ketika seseorang berada di titik terendah, kehilangan pekerjaan, atau menghadapi musibah, mereka cenderung mencari solusi yang instan dan cepat. Ironisnya, saat putus asa, jalan keluar yang cepat selalu terlihat paling menarik. Dalam konteks film Riba, keputusasaan Sugi untuk menyelamatkan keluarganya dari lilitan masalah ekonomi kemungkinan membuatnya buta dan merangkul opsi pinjaman gelap. -
Janji Manis Palsu dari Pinjaman Gelap
Praktik rentenir, yang menjadi inti ancaman film Riba, seringkali datang dengan janji manis palsu. Mereka tidak datang untuk menolong. Alih-alih memberikan solusi, mereka justru datang untuk mengubur korbannya pelan-pelan dengan bunga yang berlipat ganda. Film ini akan secara gamblang menunjukkan bagaimana entitas pemberi pinjaman gelap ini bukan sekadar mengincar uang, melainkan juga menuntut “bayaran” yang jauh lebih mahal. Bahkan melibatkan nyawa dan kewarasan—teror kelam yang menjadi fokus utama horor psikologis film Riba.
Melalui film Riba, penonton diajak merenung bahwa utang adalah petaka ganda: masalah finansial di dunia nyata dan potensi hukuman spiritual yang mengerikan. Saksikan kisah Sugi dan keluarganya menghadapi teror ini. Film Riba siap menjadi horor yang membekas dan menjadi pukulan keras pada fenomena sosial. Catat tanggalnya, tayang di bioskop mulai 4 Desember 2025!







