Penyebab Obesitas Bukan Hanya Kurang Gerak, Tapi Pola Makan
Obesitas dan kelebihan berat badan masih menjadi masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Berbagai penyakit seperti jantung, diabetes, kanker, hingga gangguan saraf dikaitkan dengan kondisi ini. Selama ini, gaya hidup yang tidak aktif atau sedentary lifestyle sering disebut sebagai penyebab utamanya. Namun, apakah benar begitu?
Sebuah studi terbaru menantang anggapan tersebut. Menurut penelitian ini, penyebab utama peningkatan berat badan bukanlah kurangnya aktivitas fisik, melainkan pola makan yang tinggi kalori. Ini menjadi peringatan penting, mengingat era saat ini ditandai dengan akses mudah terhadap makanan cepat saji dan makanan olahan.
Apakah Obesitas Dipengaruhi oleh Makanan atau Aktivitas Fisik?
Studi ini melibatkan 4.213 orang dewasa dari 34 populasi di enam benua. Tujuannya adalah untuk menjawab pertanyaan klasik: apakah obesitas lebih dipengaruhi oleh jenis makanan atau tingkat aktivitas fisik? Tim peneliti mempertimbangkan berbagai gaya hidup, mulai dari pemburu-peramu, petani, hingga masyarakat urban di negara maju.
Untuk mengukur obesitas, mereka tidak hanya menggunakan indeks massa tubuh (IMT), tetapi juga persentase lemak tubuh. Menurut penelitian, data ini lebih akurat dalam menunjukkan proporsi lemak dalam total berat badan.
Selain itu, para peneliti juga menghitung tiga jenis pengeluaran energi:
- Total Energy Expenditure (TEE): jumlah energi yang dibakar tubuh dalam sehari, diukur dengan metode air berlabel ganda.
- Basal Energy Expenditure (BEE): energi minimum yang dibutuhkan tubuh saat istirahat total, dihitung melalui pengukuran langsung atau ukuran tubuh.
- Active Energy Expenditure (AEE): dihitung dari selisih antara TEE dan BEE, dikurangi sekitar 10 persen untuk energi yang digunakan mencerna makanan.
Dengan pendekatan ini, peneliti ingin mengetahui seberapa besar kontribusi aktivitas harian terhadap obesitas dibandingkan dengan asupan makanan. Hasilnya cukup mengejutkan.
Obesitas Bukan Hanya Karena Kurang Gerak
Hasil studi menunjukkan bahwa orang-orang yang tinggal di negara maju cenderung memiliki massa tubuh, persentase lemak tubuh, dan IMT yang lebih tinggi. Artinya, mereka lebih rentan obesitas. Namun uniknya, total energi yang mereka keluarkan setiap hari juga lebih tinggi dibandingkan masyarakat tradisional.
William Holland, salah satu peneliti, menjelaskan bahwa meskipun masyarakat tradisional melakukan lebih banyak aktivitas fisik, perbedaan pengeluaran energi tidak sebesar yang kita bayangkan. Intinya, orang-orang di negara maju bukan berarti lebih malas atau kurang aktif. Tubuh mereka yang lebih besar secara alami butuh lebih banyak energi. Masalahnya, asupan kalori mereka jauh lebih tinggi dari kebutuhan, terutama dari makanan ultra proses yang padat kalori.
Makanan Ultra Proses Tingkatkan Risiko Obesitas
Setelah membandingkan pola pengeluaran energi dari berbagai populasi, para peneliti menyimpulkan bahwa peningkatan asupan kalori menjadi faktor utama yang menghubungkan obesitas dengan perkembangan ekonomi. Artinya, semakin makmur sebuah negara, semakin tinggi pula risiko obesitas. Ini bukan karena malas bergerak, tetapi karena makan terlalu banyak dan terlalu “mudah.”
Salah satu penyebabnya adalah makanan ultra proses yang lazim ditemui di negara maju. Jenis makanan ini sangat padat energi, mudah dicerna, dan sering kali dirancang agar sulit ditolak. Makanan ini mengundang kamu untuk makan lebih banyak tanpa disadari. Selain itu, proses industri membuat tubuh bisa menyerap kalori dari makanan ini dengan lebih efisien, sehingga sedikit sekali yang terbuang.
Dalam studi ini, ditemukan korelasi langsung antara konsumsi makanan ultra proses dan persentase lemak tubuh. Semakin tinggi konsumsi makanan ini, semakin tinggi pula risiko obesitas.
Solusi untuk Mengurangi Risiko Obesitas
Penelitian ini menunjukkan bahwa akar masalah obesitas modern bukan semata-mata kurang gerak, tetapi pola makan yang terlalu tinggi kalori dan didominasi makanan ultra proses. Mengubah gaya hidup tidak hanya berarti berolahraga lebih sering, tetapi juga memilih makanan yang lebih minim proses dan bergizi.
Dengan pemahaman ini, langkah-langkah pencegahan dan pengelolaan obesitas harus fokus pada perbaikan pola makan, bukan hanya meningkatkan aktivitas fisik.