Penjelasan Menteri Hukum Mengenai Royalti Musik
Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, memberikan penjelasan terkait peran royalti musik dalam sistem hukum dan perlindungan hak cipta. Ia menegaskan bahwa royalti bukanlah pajak atau pungutan negara, melainkan hak mutlak yang dimiliki oleh para pencipta dan musisi. Hal ini penting untuk disampaikan guna menghindari kesalahpahaman di kalangan masyarakat.
Royalti musik dikelola oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), yang merupakan entitas nonpemerintah. Meskipun LMKN dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum, lembaga ini bertindak sebagai wakil dari komunitas kreatif musik, termasuk pencipta lagu, penyanyi, dan musisi lainnya. LMKN bertugas untuk memungut dan menyalurkan royalti kepada pemilik hak cipta.
Supratman menyampaikan bahwa semua royalti yang terkumpul tidak dikuasai oleh negara maupun pihak pemerintah. “Seratus persen kalau ada royalti musik yang terkumpul, itu bukan untuk negara dan yang pungut juga bukan negara,” tegasnya. Ia menekankan bahwa baik Kementerian Hukum maupun Kementerian Keuangan tidak memiliki peran dalam penarikan royalti musik di ruang publik atau usaha komersial.
Dalam situasi tertentu, jika ditemukan oknum dari Kemenkumham yang terlibat dalam pengelolaan royalti musik, maka akan langsung diberhentikan dari jabatannya. Pernyataan ini menjadi respons atas keraguan publik terkait keterlibatan negara dalam pengelolaan royalti dari karya musik.
Royalti adalah bentuk perlindungan hukum terhadap karya intelektual yang diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Diberikan atas dasar pemanfaatan karya musik, terutama oleh pelaku usaha yang memutar lagu untuk kepentingan komersial. Menkum meminta pelaku usaha taat membayar royalti agar tidak terjadi pelanggaran hukum sekaligus menghargai hak para pencipta karya.
Meski aturan ini sudah lama berlaku, Supratman menyadari kesadaran publik untuk membayar royalti musik masih sangat rendah. Ia menilai edukasi publik terkait peran LMKN dan pentingnya royalti sebagai bentuk apresiasi karya musik harus terus dilakukan.
Pada awalnya, saat LMKN pertama kali memungut royalti, jumlah yang dikumpulkan hanya sekitar Rp400 juta per tahun untuk semua pemilik hak. Namun kini, berdasarkan laporan LMKN, jumlah royalti musik yang terkumpul meningkat pesat hingga mencapai Rp200 miliar per tahun. “Angkanya sudah bagus, tapi masih kecil jika dibandingkan dengan potensi industri musik Indonesia,” ujar Supratman lebih lanjut.
Ia berharap peningkatan pendapatan royalti ini bisa menjadi pemicu kesadaran kolektif untuk terus menghormati hak cipta musisi lokal. Royalti musik menjadi instrumen penting untuk mendukung keberlangsungan hidup para pelaku seni di tengah ekosistem digital.
Menteri Hukum menegaskan kembali bahwa royalti musik bukan pajak, dan LMKN bukan alat negara, melainkan pengelola hak-hak kreator. Pemerintah, lanjutnya, hanya menjadi fasilitator agar sistem royalti berjalan sesuai UU, tanpa ikut menarik atau mengatur dana royalti.