Gerakan Transportasi Indonesia Hening: Pengaruh Aturan Royalti Lagu pada Layanan Bus
Beberapa hari terakhir, sejumlah perusahaan otobus (PO) di Indonesia mengambil langkah yang mengejutkan dengan menghentikan pemutaran musik dalam layanan bus AKAP. Gerakan ini dikenal sebagai “Transportasi Indonesia Hening” dan telah memicu banyak pertanyaan dari para penumpang maupun pengamat transportasi.
Pemutaran musik yang biasanya menjadi bagian dari pengalaman berkendara kini tidak lagi tersedia. Hal ini disebabkan oleh polemik terkait royalti lagu yang terkait dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. Regulasi tersebut dinilai tidak transparan dan belum adil oleh sejumlah musisi, sehingga memicu protes dan tindakan dari berbagai pihak.
Gibran, Sekretaris Jenderal Busmania, menjelaskan bahwa gerakan ini memiliki dampak signifikan terhadap layanan bus yang sering kali mempromosikan fitur hiburan untuk penumpang. Menurutnya, regulasi yang ada menyebabkan masalah terkait penggunaan fitur audio video yang biasanya digunakan untuk memutar lagu atau film selama perjalanan.
“Setelah saya perhatikan, pertanyaannya kalau merujuk dari UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan PP No. 56 Tahun 2021 yang ujung pangkal sengketa, berarti fitur-fitur audio video yang disajikan kepada penumpang yang jadi permasalahan sehingga menimbulkan gerakan tersebut,” ujar Gibran.
Fitur-fitur seperti layar AVOD, center TV, speaker, dan fasilitas karaoke yang biasanya menjadi andalan bus kini harus dihentikan sementara. Menurut Gibran, fitur tersebut akan tetap bisa digunakan, namun hanya untuk informasi fasilitas PO bus, pengumuman kepada penumpang, dan instruksi keselamatan.
Terkait apakah ketidakhadiran fitur tersebut akan memberikan pengalaman berbeda bagi penumpang, menurut Gibran, hal itu sangat tergantung pada individu penumpang. Beberapa mungkin merasa kehilangan karena pemutaran musik atau film di kabin juga ada yang menikmati, sementara yang lain lebih suka suasana yang senyap agar bisa istirahat.
Dampak pada Pengalaman Penumpang
Perubahan ini tentu membawa dampak pada pengalaman penumpang. Bagi sebagian orang, keheningan bisa menjadi hal yang menyenangkan, terutama jika mereka ingin beristirahat atau fokus pada pekerjaan. Namun, bagi yang terbiasa mendengarkan musik atau menonton film selama perjalanan, keheningan ini bisa terasa kurang nyaman.
Selain itu, kebijakan ini juga memicu diskusi tentang hak cipta dan tanggung jawab perusahaan dalam menggunakan musik atau konten lainnya. Banyak pihak mulai mempertanyakan apakah sistem distribusi royalti yang ada sudah cukup adil dan transparan, serta bagaimana solusi yang bisa diberikan untuk menghindari konflik serupa di masa depan.
Komentar dari Pengamat
Para pengamat transportasi dan musisi sepakat bahwa regulasi yang ada perlu dievaluasi lebih lanjut. Mereka menilai bahwa aturan yang terlalu ketat bisa menghambat inovasi dan pengembangan layanan transportasi, terutama dalam hal hiburan dan kenyamanan penumpang.
Dalam hal ini, perusahaan otobus juga diharapkan bisa mencari alternatif lain untuk tetap memberikan pengalaman yang baik bagi penumpang tanpa melanggar aturan. Misalnya, dengan menyediakan playlist musik yang bebas royalti atau menghadirkan acara hiburan lain yang tidak memerlukan lisensi.
Gerakan Transportasi Indonesia Hening ini tidak hanya menjadi isu hiburan, tetapi juga menjadi momok bagi perusahaan otobus yang harus segera menemukan solusi yang seimbang antara kepatuhan hukum dan kenyamanan penumpang.