Surabaya (IMR) – Anggota Komisi E DPRD Jatim, Cahyo Harjo Prakoso merasa prihatin terkait tingkat angka perceraian di Jawa Timur masih cukup tinggi hingga 2025.
Keprihatinan Cahyo ini diungkapkan karena penyebab tingkat perceraian yang mencapai hampir 80 ribu perkara pada 2023, mayoritas dilatarbelakangi kondisi ekonomi dan ketidaksiapan pasangan yang menikah dalam mengarungi rumah tangga.
“Tentu ini angka yang sangat tinggi dan ini menjadi keprihatinan bersama, dan kita cek itu dikarenakan beberapa hal. Salah satunya faktor ekonomi, faktor pernikahan dini juga ketidaksiapan mental dari keluarga baru,” ucapnya setelah menghadiri acara peringatan Hari Keluarga Nasional 2025 di Dyandra Convention Center Surabaya, Selasa (1/7/2025).
Di samping tiga faktor utama tersebut, keterlibatan peran ayah dan ibu dalam membina keluarga baru menjadi hal penting untuk membentuk generasi berkualitas seperti yang dicanangkan pemerintah menuju Indonesia Emas 2045.
“Tentunya angka perceraian harus ditekan semaksimal mungkin, sehingga DPRD Jatim akan berkoordinasi dengan dinas terkait. Dengan DP3AK dan juga BKKBN maupun Dinas Sosial, bagaimana kita membangun ketahanan keluarga yang ada di Provinsi Jawa Timur dan juga bersama-sama memiliki komitmen menguatkan institusi keluarga,” tegas politisi dari Partai Gerindra ini.
Penanaman nilai moral dan integritas karakter serta pembangunan psikososial anak dari keluarga baru juga menjadi perhatian Cahyo, karena fondasi keluarga adalah kesuksesan bangsa Indonesia.
“Meskipun kita kuat ekonomi, tetapi kalau budaya kita, kehidupan sosial khususnya keluarga kita tidak dalam keadaan kuat dan utuh, maka jadi PR kita bersama,” tuturnya.
Cahyo pun mengapresiasi Kota Surabaya yang meraih penghargaan dari Provinsi Jatim untuk penurunan stunting dalam peringatan Hari Keluarga Nasional 2025.
Di tempat yang sama, Asisten I Sekdaprov Jatim Benny Sampirwanto menerangkan dari data BPS, angka perceraian di Jawa Timur pada 2023 ada 79.270 perkara.
“Di mana cerai talak sebanyak 21.230 sedangkan cerai gugat 58.040 (perkara). Artinya, ibu lebih banyak meminta cerai, apapun alasannya,” jelasnya.
Sedangkan pada 2024 jumlah perceraian berada di angka 79.309 dan mulai Januari sampai Maret 2025 18.668. Benny pun mengingatkan seluruh pihak agar menaruh perhatian terhadap fenomena ketahanan keluarga di Jatim. Ini karena dampak dari cerai tersebut korban sesungguhnya adalah anak, yang menjadi generasi penerus bangsa.
“Kalau terjadi perceraian, sekali lagi kasihan anak-anaknya,” pungkasnya. (tok/ian)