Penemuan Beras Patah dalam Beras Premium yang Mengkhawatirkan
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, mengungkapkan hasil pemeriksaan terhadap beras premium medium yang menunjukkan adanya campuran beras patah (broken rice) yang sangat tinggi. Dalam penelitian terhadap 10 sampel beras premium medium, ditemukan bahwa kadar beras patah mencapai angka antara 30 hingga 59 persen. Padahal, sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah, beras premium medium hanya boleh mengandung maksimal 15 persen beras patah.
Temuan ini menunjukkan adanya praktik curang dalam pengolahan dan distribusi beras. Kondisi ini merugikan konsumen yang membeli beras premium karena kualitasnya jauh di bawah harapan. Menurut Amran, tingginya persentase beras patah bisa dikategorikan sebagai “ekstrem” karena melanggar standar kualitas yang seharusnya dipenuhi oleh beras premium.
Sebelumnya, Kementerian Pertanian juga telah menemukan dugaan adanya manipulasi kualitas beras yang menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat. Estimasi kerugian mencapai Rp 99,35 triliun. Selain itu, sebanyak 212 merek beras premium dan medium yang beredar di pasar ternyata tidak memenuhi syarat yang ditetapkan pemerintah. Kementan berjanji untuk menindak tegas semua produk yang melanggar ketentuan tersebut.
Tindakan Tegas untuk Pasar yang Lebih Sehat
Untuk menangani masalah ini, Kementerian Pertanian melakukan langkah-langkah tegas terhadap peredaran beras oplosan. Salah satu dampak positif dari tindakan ini adalah meningkatnya kepercayaan konsumen terhadap pasar tradisional. Saat ini, pasar tradisional lebih diminati karena harga beras yang lebih murah dan transparansi dalam kualitas serta harga. Di pasar ritel modern, harga beras premium bisa mencapai Rp17.000 hingga Rp18.000 per kilogram, sedangkan di pasar tradisional harga beras premium hanya sekitar Rp13.000 per kilogram.
Temuan beras oplosan ini awalnya muncul dari keanehan dalam harga beras yang terjadi beberapa bulan terakhir. Meskipun harga beras di tingkat petani dan penggilingan turun, harga beras di tingkat konsumen justru naik secara tidak wajar. Untuk mengetahui penyebabnya, Kementerian Pertanian melakukan pemeriksaan terhadap 268 merek beras yang beredar di 10 provinsi penghasil beras terbesar di Indonesia.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa 85,56 persen beras premium yang diuji tidak memenuhi standar kualitas. Bahkan, 59,78 persen beras tidak sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET), dan 78,14 persen beras tidak sesuai dengan berat kemasan yang tercantum. Temuan ini mencakup berbagai jenis kecurangan, mulai dari beras yang dioplos hingga beras curah yang dikemas dan dijual dengan harga premium.
Kerja Sama dengan Kementerian Perdagangan
Kementerian Perdagangan juga memberikan hasil pemeriksaan yang menunjukkan bahwa sembilan dari sepuluh merek beras yang diperiksa tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan. Sebagian besar produsen beras oplosan yang terlibat dalam praktik curang ini telah mengakui pelanggaran yang mereka lakukan. Mereka mulai menarik produk dan mengganti harganya sesuai standar.
Dari 212 merek beras yang terbukti melanggar ketentuan, sebanyak 26 merek telah diperiksa, dan laporan yang diterima menunjukkan bahwa produsen-produsen tersebut telah mengakui kesalahan mereka. Dalam perkembangan terbaru, tingkat ketidakpatuhan terhadap HET masih cukup tinggi. Untuk beras medium, angka ketidakpatuhan sedikit menurun menjadi 91 persen, sedangkan sebelumnya mencapai 95 persen pada laporan hasil investigasi bulan Juni. Sementara itu, untuk beras premium, tingkat ketidakpatuhan mengalami penurunan signifikan menjadi 43 persen, dari yang sebelumnya tercatat 60 persen.
Stok Beras yang Cukup untuk Mengatasi Masalah
Amran juga menegaskan bahwa pemerintah memiliki cukup stok beras untuk mengatasi potensi gangguan pasar akibat kasus beras oplosan ini. “Kalau stoknya 1 juta, pasti pemerintah tidak berani melakukan perbaikan. Tapi Alhamdulillah, stok kita cukup, sehingga kami perbaiki,” ujarnya dengan optimis. Pemerintah berharap dengan adanya perbaikan dalam pengawasan dan penindakan yang tegas terhadap pelanggaran kualitas beras, distribusi beras di Indonesia dapat menjadi lebih transparan, adil, dan menguntungkan bagi konsumen.