JABEJABE.CO –
Celana jeans telah menjadi seragam global. Mau santai? Jeans. Mau ngedate? Jeans. Mau tampak rebel tapi tetap sopan? Jeans.
Tapi pertanyaan besar yang sering bikin penasaran muncul:
apa sebenarnya perbedaan celana jeans pria dan wanita?
Apakah hanya karena satu punya resleting kanan, dan yang lain kiri? Tentu tidak sesederhana itu.
Dunia fesyen ternyata punya standar yang diam-diam membentuk tubuh sesuai ‘ekspektasi pasar’. Celana jeans untuk wanita, misalnya, sering kali dibuat lebih ketat dengan siluet body-hugging yang bahkan bisa bersaing dengan balutan dress formal. Sementara jeans pria cenderung lebih longgar, maskulin (dalam standar tradisional), dan “tidak terlalu peduli” pada kontur.
Julianto, seorang pengunjung butik denim di Jakarta, berkomentar sambil memerhatikan rak jeans:
“Kenapa ya jeans cewek kayak susah banget dipakai buat duduk? Tapi kalau cowok malah kebesaran. Kadang gue bingung, kita beli celana atau teka-teki silang sih?”
Dan memang benar, banyak pembeli sering kali frustrasi bukan karena modelnya, tapi karena tidak tahu celana tersebut “ditakdirkan” untuk siapa.
Desain, Ukuran, dan Sedikit Drama dari Industri Fesyen
Jangan Salah Pilih Hanya Karena Labelnya
Secara teknis, celana jeans wanita dibuat dengan pinggang lebih tinggi, potongan lebih ramping di bagian paha, dan kantong yang… yah, hanya pantas untuk menyimpan koin, bukan smartphone. Sementara celana jeans pria justru punya ruang ekstra — seakan-akan semua pria membawa buku catatan dan obeng ke mana-mana.
Linda, seorang mahasiswi seni di Bandung, sempat protes:
“Kenapa sih celana jeans wanita tuh selalu punya kantong bohongan? Masa harus bawa tas cuma buat taruh kunci motor?”
Tapi inilah kenyataannya: industri fesyen selama puluhan tahun menganggap celana wanita adalah tentang estetika, bukan fungsi. Padahal, banyak pemakainya sekarang lebih suka nyaman dan praktis daripada sekadar tampak langsing. Ini bukan sekadar tren—ini tuntutan zaman.
Tak jarang juga banyak wanita yang justru memilih celana jeans pria karena lebih longgar dan… kantongnya asli. Ironis, ya? Dunia ini terbalik saat kenyamanan harus dicari di rak lawan jenis.
Bayu, seorang fotografer freelance, mengakui:
“Pacarku malah lebih sering beli celana di bagian pria, katanya lebih tahan banting dan gak bikin sesak pas naik ojek. Gue sih cuma ngangguk aja.”
Kenapa Tak Pakai Saja yang Cocok, Bukan Berdasarkan Gender?
Cinta Tak Pandang Label, Begitu Juga Celana
Realitasnya, semakin banyak orang mulai cuek pada embel-embel “pria” atau “wanita” pada label jeans. Mereka memilih berdasarkan rasa pas di tubuh, bukan sekadar jenis kelamin yang tercetak di tag harga. Sebuah pendekatan yang romantis sekaligus realistis.
Jeans seharusnya memeluk tubuh seperti pasangan yang paham: mendukung, tidak menekan, dan tetap membuat penggunanya bebas bergerak. Baik celana jeans wanita maupun pria, semuanya hanya soal pola. Tapi nilai kenyamanan dan kepercayaan diri datang dari keputusan pribadi saat mencobanya di cermin ruang ganti.
Industri fesyen memang lambat berubah. Tapi pemakainya sudah mulai bergerak cepat. Ke depan, mungkin satu-satunya pembeda antara celana jeans pria dan wanita hanyalah persepsi. Dan persepsi, seperti cinta, bisa berubah — kadang hanya karena merasa pas.***