Kembali Populer, Tamiya Jadi Hobi yang Menghubungkan Generasi
Di era 90-an, mainan mini 4WD Tamiya menjadi idola bagi banyak anak. Namun, karena harganya yang cukup mahal pada masa itu, tidak semua anak bisa memiliki mobil-mobil kecil ini. Kini, setelah beranjak dewasa, mereka yang dulu tidak mampu membelinya kini menjadikannya sebagai hobi yang memberikan rasa nostalgia dan kesenangan.
Kebiasaan ini kini kembali populer, terutama di Kota Malang. Bukan hanya anak-anak yang tertarik dengan Tamiya, tetapi juga orang dewasa yang menjadikannya sebagai aktivitas rekreasi sekaligus cara untuk mengingat masa kecil. Salah satu tempat yang menjadi pusat komunitas Tamiya adalah Monster Tamiya, sebuah toko sekaligus arena bermain yang berada di Jalan Monstera Hijau, Kecamatan Lowokwaru.
Di sini, para penggemar Tamiya berkumpul secara rutin. Mereka sibuk merakit damper, mengganti dinamo, atau mencoba performa mobil modifikasi mereka di lintasan yang penuh dengan tikungan tajam dan rintangan teknikal. Aktivitas ini bukan sekadar permainan biasa, tetapi juga menjadi pelampiasan dari masa kecil yang sempat tertunda.
Herman, salah satu penggemar Tamiya di Malang, menyebutnya sebagai “pelampiasan masa kecil” yang kini bisa dinikmati dengan lebih leluasa. Ia mulai menekuni dunia Tamiya secara serius sejak 2016. Awalnya, ia mengikuti kelas STO (Standard Tune Only), namun karena minat terhadap kelas tersebut menurun, ia beralih ke kelas modifikasi damper yang lebih menantang.
Selain sebagai hobi, menurut Herman, Tamiya juga melatih banyak keterampilan. “Selain untuk nostalgia masa kecil, juga sebagai penyalur stres dari rutinitas kerja. Kita dituntut teliti, sabar, dan memahami teknik dasar mekanik,” ujarnya.
Wahyu Hidayat, pemilik toko Monster Tamiya, juga mengatakan bahwa tren Tamiya tidak pernah benar-benar hilang. Justru, setiap tahun selalu ada penggemar baru. “Menurut saya, hobi ini tidak pernah surut dan terus eksis. Kebanyakan penghobinya justru orang dewasa, mulai usia 25 sampai 50 tahun,” katanya.
Ia menambahkan bahwa memulai hobi Tamiya tidak membutuhkan biaya besar. Beberapa jenis kit seperti Aero Avante, Flame Astute, dan Beakstinger dibanderol sekitar Rp 150 ribuan, sementara versi lebih lengkap seperti Brown Racer dan Advanced Pack bisa dibeli dengan harga sekitar Rp 400 ribu.
Setelah memiliki kit dasar, proses selanjutnya adalah menyempurnakan performa mobil melalui modifikasi atau setting. Komponen seperti roller, damper, baterai, dan dinamo sangat mempengaruhi kecepatan dan kestabilan mobil saat melaju di lintasan.
Namun, menurut Wahyu, kecepatan bukanlah segalanya. Stabilitas justru menjadi faktor kunci yang tak boleh diabaikan, terutama karena karakter lintasan Tamiya saat ini semakin menantang. “Lintasan sekarang lebih teknikal. Ada tanjakan, tikungan tajam, bahkan sedikit lompatan. Jadi, kecepatan dan kestabilan harus seimbang. Kalau tidak, mobil bisa sering keluar lintasan,” jelasnya.
Fenomena kembalinya Tamiya di Malang bukan hanya mencerminkan kerinduan terhadap masa lalu, tetapi juga menunjukkan bahwa hobi ini telah berevolusi menjadi ruang interaksi sosial lintas generasi. Dari anak-anak hingga orang dewasa, Tamiya masih mampu menyatukan para penggemarnya dalam sebuah komunitas yang penuh semangat dan kebersamaan.