Kebiasaan Digital Memicu Seruan Aksi Besar-besaran di Indonesia
Jaringan internet di Indonesia kembali menjadi sorotan setelah munculnya ajakan untuk melakukan aksi besar-besaran yang direncanakan akan berlangsung pada Senin, 25 Agustus 2025. Ajakan ini menyebar cepat melalui pesan berantai di WhatsApp dan unggahan viral di platform X, dengan tuntutan utama yaitu mendesak Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan dekrit untuk membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI).
Namun, meskipun ajakan ini terdengar kuat di dunia digital, hingga saat ini belum ada konfirmasi resmi dari kelompok mahasiswa, organisasi masyarakat sipil, atau kelompok buruh mana pun yang menyatakan akan bergabung dalam aksi tersebut. Selain itu, aksi ini berbeda dari demonstrasi yang akan digelar oleh kalangan buruh.
Tuntutan Berbeda antara Aksi DPR dan Demo Buruh
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) telah mengumumkan rencana unjuk rasa ribuan buruh pada 28 Agustus 2025, tiga hari setelah tanggal seruan demo DPR. Tuntutan mereka fokus pada kenaikan upah minimum sebesar 8,5–10,5% dan penghapusan praktik outsourcing. Aksi buruh tersebut akan dipusatkan di depan Gedung DPR RI dan Istana Presiden, serta serentak di kota-kota industri besar. Hal ini menunjukkan bahwa skala protes ini terorganisir dan memiliki fokus yang spesifik.
Penyebab Kemarahan Publik terhadap DPR
Akar masalah gelombang kemarahan publik yang menjadi bahan bakar utama seruan demo ini dipicu oleh kebijakan kenaikan tunjangan bagi anggota DPR RI periode ini. Sorotan paling tajam mengarah pada tunjangan perumahan yang angkanya dinilai fantastis, yakni mencapai Rp50 juta per bulan untuk setiap anggota dewan.
Respons dari Pimpinan DPR
Menghadapi kritik tajam dari masyarakat, pimpinan DPR pun angkat bicara untuk memberikan klarifikasi. Ketua DPR RI, Puan Maharani, membantah adanya kenaikan gaji pokok bagi para anggota dewan. Menurutnya, yang terjadi adalah perubahan mekanisme tunjangan perumahan, bukan kenaikan gaji. “Nggak ada kenaikan (gaji), hanya sekarang DPR sudah tidak mendapatkan rumah jabatan, namun diganti dengan kompensasi uang rumah. Itu saja karena rumahnya sudah dikembalikan ke pemerintah,” jelas Puan.
Sementara itu, pembelaan berbeda datang dari Wakil Ketua DPR, Adies Kadir. Ia berpendapat bahwa angka tunjangan rumah sebesar Rp50 juta per bulan adalah nominal yang wajar dan masuk akal. Hal ini disesuaikan dengan tingginya biaya sewa tempat tinggal atau indekos di sekitar kawasan Senayan, mengingat tugas-tugas kenegaraan yang diemban. “Jadi, saya mungkin untuk pengganti rumah dinas yang tidak ada, anggota DPR dengan sekitar Rp50 juta uang sewa rumah, itu indekos, uang indekos dengan harga Rp3 juta sebulan, saya rasa masih make sense dengan tugas-tugas kenegaraan mereka,” kata Adies.
Instruksi untuk Peserta Aksi
Beberapa akun media sosial memberikan instruksi lebih detail kepada calon peserta aksi, termasuk langkah-langkah perlindungan diri jika terjadi bentrokan dengan aparat keamanan. Salah satu akun memperingatkan pengguna untuk menggunakan polybag atau plastik sebagai penutup kepala untuk melindungi diri saat gas air mata ditembakkan. Ini menunjukkan bahwa persiapan untuk aksi tersebut sangat matang, meski belum ada konfirmasi resmi dari kelompok tertentu.
Pertanyaan Utama: Apakah Aksi Ini Benar-Benar Terlaksana?
Meski seruan ini terdengar meyakinkan di ranah maya, hingga saat ini belum ada konfirmasi resmi dari aliansi mahasiswa, organisasi masyarakat sipil, atau kelompok buruh mana pun yang menginisiasi atau menyatakan akan bergabung dalam aksi 25 Agustus tersebut. Oleh karena itu, pertanyaan besar tetap muncul: apakah aksi kolosal ini benar-benar akan terlaksana?
Seiring dengan berkembangnya informasi di media sosial, penting bagi masyarakat untuk tetap waspada dan memverifikasi sumber-sumber berita agar tidak terjebak dalam hoaks atau informasi yang tidak akurat.