Investigasi media menemukan, Bashar al-Assad menipu semua orang, bahkan adik kandungnya sendiri, Maher, komandan Divisi Lapis Baja Keempat, pasukan elit Suriah
InfoMalangRaya.com | BARU-BARU ini, dengan runtuhnya rezim tangan besi Bashar al-Assad di Suriah, kantor berita Reuters mengungkapkan kisah hari terakhir Assad. Media itu berhasil mengungkap yang dilakukan Assad di hari terakhirnya hingga ia berani menipu staf dan saudara kandungnya sendiri.
Reuters mewawancarai banyak tokoh terkait dari Suriah, Iran, bahkan Rusia, dan membuat laporan yang sangat rinci.
Pada 7 Desember 2024 pukul 22:30, PM Suriah Mohammad Ghazi Al-Jalali menelepon Bashar al-Assad untuk terakhir kalinya. “Saya memberitahukan Assad betapa sulitnya situasi saat ini. Sejumlah besar kelompok bersenjata oposisi sedang bergerak maju dari Homs menuju Latakia, dan suasana panik menyebar di mana-mana,” kata Al-Jalali pada wartawan Reuters.
Mendengar itu, Assad menjawab, “Besok, kita lihat apa yang bisa kita lakukan. Besok saja, besok.”
Setelah mengulang kata “besok” beberapa kali, Assad menutup telepon. Yang tidak disangka oleh Perdana Menteri Jalali adalah bahwa keesokan harinya Assad melarikan diri alias kabur.
Pertama-tama, Assad merahasiakan rencana pelariannya sepenuhnya tanpa memberitahukan siapa pun. Sebelum melarikan diri, ia bahkan menggelar rapat dewan pertahanan dengan 30 perwira tinggi dari militer dan badan intelijen untuk membahas situasi di medan perang.
Seorang jenderal yang menghadiri rapat itu mengatakan kepada wartawan bahwa Assad meyakinkan mereka, “Bantuan militer Rusia sedang dalam perjalanan. Saudara-saudara, kita harus bertahan menghadapi serangan musuh.”
Pada hari yang sama, Assad mengatakan kepada kepala staf kantornya bahwa ia akan pulang setelah selesai bekerja. Namun, ia justru naik mobil langsung menuju Bandara Damaskus tanpa menoleh ke belakang.
Selain itu, Assad meminta kepala media kantornya datang ke rumahnya pada malam hari untuk menulis pidato. Ketika kepala media tersebut tiba, rumah Assad kosong sama sekali.
Seorang pakar Suriah berkomentar bahwa Assad tidak hanya tidak melakukan perlawanan terakhir, tetapi juga tidak memiliki keberanian untuk mengunjungi pasukannya dan menyemangati mereka. Ia meninggalkan para pendukungnya.
Assad menipu semua orang, bahkan saudara kandungnya sendiri. Adiknya, Maher, adalah komandan Divisi Lapis Baja Keempat, pasukan elit Suriah. Maher sama sekali tidak tahu rencana pelarian Assad. Setelah Assad melarikan diri, Maher buru-buru naik helikopter ke Irak, lalu melanjutkan perjalanan ke Rusia.
Namun, dua sepupu Assad tidak seberuntung itu. Mereka yang terjebak di Damaskus mencoba melarikan diri ke Lebanon menggunakan mobil kecil.
Di tengah perjalanan, mereka disergap kelompok bersenjata oposisi, mengakibatkan satu tewas dan satu terluka parah.
Assad melarikan diri pada 8 Desember. Pesawat yang ditumpanginya mematikan perangkat komunikasi, terlebih dahulu menuju pangkalan udara Khmeimim di kota pelabuhan Suriah, yang dikelola oleh Rusia.
Di sana, ia berganti pesawat Rusia untuk terbang ke Moskow. Istri dan tiga anaknya sudah lebih dahulu melarikan diri ke Rusia dan menunggunya di Moskow.
Pelarian tergesa-gesa Assad disebabkan oleh kekuatan oposisi yang kuat di dalam negeri serta penolakan Rusia dan Iran untuk membantu. Ketika oposisi mulai menyerang Aleppo, Assad buru-buru mengunjungi Moskow.
Menurut laporan Reuters, Assad meminta Rusia untuk campur tangan secara militer, tetapi permintaan itu ditolak mentah-mentah.
Juru bicara Rusia, Dmitry Peskov, mengatakan pada Rabu lalu bahwa Rusia telah menghabiskan banyak sumber daya untuk membantu Suriah di masa lalu, tetapi prioritas utama Rusia sekarang adalah perang di Ukraina.
Namun, sepulang dari Rusia, Assad tetap meyakinkan jenderal dan komandan pasukannya bahwa bantuan Rusia sedang dalam perjalanan.
Setelah penolakan dari Rusia, Assad mengalihkan perhatiannya ke Iran. Pada 2 Desember, Menteri Luar Negeri Iran mengunjungi Damaskus dan bertemu Assad.
Pada saat itu, Aleppo telah jatuh, dan oposisi sedang bergerak menuju Damaskus. Dalam pertemuan itu, Assad mengakui bahwa tentaranya terlalu lemah untuk melakukan serangan balik yang efektif.
Namun, Assad tidak secara tegas meminta Iran mengirim pasukan, karena ia mengetahui bahwa jika Iran turun tangan, ‘Israel’ pasti akan ikut campur, memperburuk situasi.
Dalam keadaan terdesak, Assad bahkan meminta bantuan dari Israel, musuh lamanya. Menurut sebuah surat kabar lokal di Arab Saudi, Assad melalui sekutunya di Eropa mengirim pesan permohonan bantuan kepada Israel.
Jawaban Israel sangat jelas: “Kami tidak peduli apa yang terjadi di Suriah, tetapi jika Anda menginginkan bantuan, syarat utama adalah mengusir semua elemen Iran, termasuk milisi. Setelah itu, kami akan mempertimbangkan memberikan bantuan.”
Namun, ruang dan waktu bagi Assad untuk bermanuver dan bernegosiasi sudah hampir habis. Assad akhirnya menyadari bahwa ia tidak memiliki pilihan lain selain melarikan diri.
Pada awalnya, ia mempertimbangkan untuk melarikan diri ke Uni Emirat Arab, tetapi permohonannya ditolak karena kekhawatiran bahwa Amerika Serikat dan Uni Eropa mungkin akan memberi tekanan pada Uni Emirat Arab.
Meskipun Rusia tidak dapat memberikan bantuan militer, mereka bersedia memberikan perlindungan kepada Assad. Untuk itu, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, melakukan mediasi dengan Turkiye dan Qatar untuk memastikan Assad dapat meninggalkan Suriah dengan selamat.
Inilah alasan mengapa pesawat Assad terlebih dahulu terbang ke pangkalan militer Rusia sebelum melanjutkan ke Moskow. Selama penerbangan, Rusia mencapai kesepakatan dengan Turkiye untuk memastikan pesawat tersebut tidak akan ditembak jatuh oleh Turkiye atau kelompok oposisi.*