Penyakit Diabetes Melitus: Tantangan Kesehatan Global yang Berkembang Pesat
Diabetes melitus adalah penyakit kronik metabolik yang menjadi masalah kesehatan global yang semakin mendesak dan pertumbuhannya sangat cepat di abad ke-21. Angka prevalensi diabetes terus meningkat, baik secara global maupun nasional. Di Indonesia, jumlah penderita diabetes diperkirakan akan mencapai 28,5 juta jiwa pada tahun 2045 berdasarkan data IDF Diabetes Atlas edisi 10 (2021).
Angka kematian akibat diabetes dengan komplikasi di Asia Tenggara cukup tinggi, dengan sekitar 50,1 persen dari kasus tersebut terjadi pada usia kurang dari 60 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa diabetes tidak hanya menjadi ancaman bagi lansia, tetapi juga mengancam kelompok usia muda.
Usia Terdiagnosis Diabetes: Fenomena yang Semakin Dini
Pertanyaannya adalah, pada usia berapa seseorang dapat terdiagnosis sebagai penderita diabetes? Fenomena diagnosis diabetes yang lebih dini tidak lepas dari perkembangan alat dan prasarana deteksi dini. Mulai dari kebijakan medical check up yang wajib bagi pegawai swasta hingga program MCU setahun sekali yang diadopsi oleh pemerintah.
Semakin meningkatnya prevalensi diabetes secara global juga disertai dengan peningkatan kasus diabetes pada usia muda. Pada tahun 2021, diperkirakan sekitar 1,2 juta anak dan remaja menderita Diabetes Tipe 1. Data dari IDF menunjukkan bahwa jumlah orang dewasa muda berusia 20–39 tahun yang menderita Diabetes Tipe 2 meningkat dari 23 juta menjadi 63 juta antara tahun 2000 dan 2013.
Diabetes Awitan Muda: Definisi dan Tantangan
Diabetes Melitus awitan muda didefinisikan sebagai diabetes yang terdiagnosis pada usia pasien di bawah 40 tahun. Kesulitan dalam mendiagnosis diabetes pada usia muda menjadi tantangan tersendiri di Indonesia, dan mungkin menjadi penyebab pendataan yang kurang tepat terkait dengan jumlah pasti prevalensi diabetes melitus awitan muda di Indonesia.
Pasien diabetes dengan awitan usia muda memerlukan perhatian khusus karena perjalanan penyakit yang lebih agresif dan seringkali disertai dengan morbiditas serta mortalitas yang lebih cepat terjadi. Fenotip atau gambaran perjalanan diabetes yang lebih agresif menyebabkan diabetisi awitan muda memiliki risiko mengalami komplikasi akibat diabetes lebih cepat. Hal ini memengaruhi kualitas hidup pasien-pasien dengan usia produktif ini.
Faktor Risiko dan Dampak pada Kehidupan
Produktivitas menurun dan kehidupan sosial terganggu menjadi konsekuensi yang harus dihadapi para diabetisi awitan muda yang penyakitnya tidak terkontrol dengan baik. Sebagian besar diabetes melitus awitan muda dipengaruhi oleh obesitas dan penurunan sensitivitas kerja insulin. Berat badan berlebih dan obesitas pada masa pubertas menjadi pemicu penting, terutama pada pasien dengan riwayat keluarga diabetes.
Gaya hidup sedentary atau cenderung sedikit bergerak juga berkontribusi terhadap meningkatnya obesitas pada masa pubertas yang berujung pada peningkatan risiko terjadinya diabetes pada awitan muda. Selain itu, diabetes awitan muda berkaitan dengan lebih awalnya kebutuhan terhadap terapi insulin, yang menambah beban biaya kesehatan.
Studi di Jakarta: Data dan Faktor Risiko
Sebuah penelitian di Jakarta pada tahun 2024 menunjukkan bahwa sekitar 46 persen dari populasi diabetes awitan muda (kurang dari 40 tahun) berusia 31–35 tahun, sedangkan 25 persen berusia 36–40 tahun dan 20 persen berusia 26–30 tahun. Dari penelitian tersebut, hanya sekitar 30 persen memiliki riwayat keluarga dengan diabetes, 25 persen mengalami obesitas, dan 41 persen mengalami kelebihan berat badan (overweight). Sebanyak 87 persen dari mereka berasal dari keluarga dengan ekonomi menengah ke atas.
Beberapa faktor risiko yang berkaitan dengan kejadian diabetes awitan muda antara lain adalah riwayat merokok, adanya hipertensi (tekanan darah sistolik > 140 mmHg), indeks massa tubuh > 25 kg/m², lingkar pinggang > 80 cm, kebiasaan konsumsi kalori berlebihan, kendali stres psikologis yang buruk, serta aktivitas fisik yang kurang.
Permasalahan dan Solusi
Tingginya konsumsi karbohidrat di masyarakat yang tidak dibarengi dengan pengetahuan yang cukup serta kurangnya dukungan pemerintah dalam menciptakan lingkungan yang baik dalam pencegahan diabetes tentu menjadi salah satu permasalahan yang masih berlangsung.
Deteksi dini saja tidak cukup dalam menurunkan angka kejadian diabetes awitan muda. Kontrol dari kebijakan pasar dan edukasi di tingkat sekolah dan keluarga tentu menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Pemeriksaan genetika yang mulai marak dapat menjadi salah satu sarana deteksi dini kondisi diabetes awitan muda, namun modifikasi gaya hidup untuk mencegah terjadinya penyakit diabetes pada populasi yang berisiko tetap menjadi pilar utama.
Pentingnya Pencegahan Sejak Dini
Memulai konsep pencegahan harus dimulai sejak dini di lingkungan rumah. Istilah melek kesehatan harusnya sudah menjadi pedoman dasar dalam mengelola rumah tangga. Menciptakan lingkungan yang melek kesehatan merupakan tanggung jawab bersama.







