Surabaya (IMR) – PT Pabrik Kertas Indonesia (Pakerin) resmi mempersoalkan BPR Prima Master Bank atas dugaan tindakan inprosedural yang menghambat pencairan dana deposito untuk pembayaran gaji dan Tunjangan Hari Raya (THR) ribuan buruhnya. Persoalan ini pun memicu aksi unjuk rasa para pekerja yang menuntut hak-haknya segera dibayarkan.
Ratusan buruh Pakerin yang dikawal Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) kembali turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi di depan kantor BPR Prima Master Bank, Jalan Jembatan Merah, Surabaya, Senin (7/7/2025). Mereka mendesak bank mencairkan deposito perusahaan senilai Rp 1 triliun yang tertahan, agar bisa segera digunakan untuk membayar upah serta THR yang telah lama mereka tunggu.
Namun, demonstrasi itu diwarnai kekecewaan karena pemilik bank, Njoo Henry Susilowidjojo dan Steven Tirtowidjojo, tidak hadir dalam pertemuan yang sebelumnya sudah dijadwalkan. Hanya Direktur Utama PT Pakerin, David Siemens Kurniawan, yang datang didampingi kuasa hukumnya. Padahal, Direktur BPR Prima Master Bank, Djaki Djajaatmadja, sebelumnya telah menjanjikan pencairan akan dilakukan hari itu.
Kuasa hukum PT Pakerin, Alexander Arief, membeberkan sumber persoalan sebenarnya ada pada sikap BPR Prima Master Bank yang diduga mengubah syarat pencairan deposito secara sepihak tanpa dasar hukum yang sah. “Bank tersebut diduga secara sewenang-wenang mengubah persyaratan spesimen tanda tangan. Ini menyalahi prinsip perbankan sehat,” tegasnya saat ditemui wartawan di Surabaya, Jumat (11/7/2025).
Alexander menjelaskan, sejak 24 November 2020, Direktur Utama PT Pakerin telah mengajukan permohonan pembaruan spesimen tanda tangan agar otorisasi perbankan cukup dengan tanda tangan tunggal Direktur Utama sesuai Pasal 14 ayat (3a) Anggaran Dasar perusahaan. Namun, BPR Prima Master Bank menolak permohonan tersebut. Lewat Surat No. 062/DIR/II/2021 tertanggal 22 Februari 2021, bank justru menetapkan tiga authorized signer, termasuk Henry dan Steven yang secara hukum sudah tidak lagi memiliki kedudukan di PT Pakerin.
“Sehingga pencairan dana deposito untuk pembayaran gaji dan THR buruh kami nilai inprosedural. Bahkan, teller bank sempat menyatakan pencairan hanya bisa dilakukan dengan tiga tanda tangan itu. Ironisnya, pada hari yang sama, bank juga memberlakukan syarat berbeda: cukup dua tanda tangan, tapi tetap melibatkan pihak yang tidak sah,” ungkap Alexander.
Menurutnya, praktik tersebut bertolak belakang dengan praktik umum perbankan di Indonesia, di mana otorisasi biasanya cukup melalui tanda tangan Direktur Utama sesuai anggaran dasar perseroan. Alexander juga menyinggung status BPR Prima Master Bank yang kini dalam proses penyehatan. Ia menduga dana nasabah berpotensi dialihkan untuk menyelesaikan masalah internal bank. “Kami khawatir ada misuse dana yang harusnya untuk kepentingan nasabah,” ucapnya.
Diketahui, PT Pakerin sudah melaporkan persoalan ini ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan berencana menempuh jalur hukum lebih lanjut. “Kami menuntut tindakan tegas dari otoritas atas dugaan pelanggaran hukum maupun etika yang dilakukan BPR Prima Master Bank,” tegas Alexander.
Meski sekitar Rp 12 miliar sudah dicairkan dan digunakan membayar sebagian gaji serta THR, mayoritas buruh disebut belum menerima haknya. Jika BPR Prima Master Bank tidak segera memperbaiki prosedur pencairan dan memenuhi kewajibannya, Alexander memastikan PT Pakerin akan melayangkan somasi. “Jika somasi diabaikan, kami akan melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian dengan dugaan penggelapan dana,” pungkasnya. [uci/beq]