Sidang Etik DKPP RI di KPU Kalteng Terkait Pengaduan PMII
Sidang etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI berlangsung di KPU Kalimantan Tengah (Kalteng), Palangka Raya, pada Kamis (11/9/2025). Sidang dengan nomor perkara 183-PKE-DKPP/VIII/2025 ini merupakan tindak lanjut dari pengaduan yang diajukan oleh Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kalteng terhadap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kalteng. PMII menilai Bawaslu tidak profesional dalam menangani kasus operasi tangkap tangan (OTT) politik uang dalam Pilkada Barito Utara.
Menanggapi keluhan tersebut, Ketua Bawaslu Kalteng Satriadi menyatakan bahwa lembaganya bekerja sesuai aturan yang berlaku. Ia menegaskan bahwa Bawaslu selalu memperhatikan bukti dan kesaksian serta melibatkan Sentra Gakkumdu dalam penanganan laporan pidana pemilihan.
Terkait kritik atas tidak hadirnya Deden alias Muhammad Al-Ghazali Rahman, yang telah terbukti bersalah secara pidana dan disebut sebagai bagian dari tim kampanye Paslon 02, Satriadi menjelaskan bahwa beban pembuktian tetap ada di pihak pelapor. Meski demikian, Bawaslu tetap mencari keterangan tambahan dan menambah saksi dari pihak lain. Deden saat itu sedang diproses dalam laporan lain di Bawaslu Barito Utara, dan Bawaslu juga meminta masukan dari kepolisian di Sentra Gakkumdu Barito Utara.
Satriadi menegaskan bahwa semua penjelasan telah diberikan dalam persidangan, dan kini hanya menunggu putusan DKPP. Ia juga mengimbau masyarakat Kalteng untuk tetap percaya pada integritas lembaga pengawas pemilu. Menurutnya, Bawaslu tetap independen, netral, dan menjaga integritas dalam menjalankan tugas pengawasan serta penanganan pelanggaran, tanpa terpengaruh opini publik.
Sebelumnya, Ketua PKC PMII Kalteng Fikri Haikal menjelaskan bahwa kasus yang dipersoalkan bermula dari OTT dugaan politik uang di Barito Utara. Dalam perkara tersebut, Deden alias Muhammad Al-Ghazali Rahman telah terbukti bersalah secara pidana di Pengadilan Negeri Muara Teweh. Fikri menyoroti bahwa Deden adalah bagian dari tim kampanye Paslon 02, bahkan memiliki SK yang menunjukkan ia menjabat sebagai Wakil Bendahara. Menurutnya, seharusnya Bawaslu menghadirkan Deden untuk mengecek apakah kasus OTT itu termasuk pelanggaran TSM (terstruktur, sistematis, masif).
Fikri menilai alasan Bawaslu bahwa Deden tidak bisa dihadirkan tidak dapat diterima. Ia menyarankan agar proses dilakukan secara daring. Akibatnya, keputusan menyatakan OTT itu bukan TSM dinilai keliru.
Dalam sidang, PKC PMII Kalteng mengajukan lima petitum, yaitu:
– Meminta DKPP menerima dan memeriksa pengaduan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
– Menyatakan para teradu terbukti melanggar kode etik penyelenggara pemilu.
– Menjatuhkan sanksi pemberhentian kepada Ketua Bawaslu Kalteng serta peringatan keras terakhir bagi empat anggotanya.
– Memerintahkan Bawaslu RI melaksanakan putusan DKPP sesuai kewenangan.
– Menjatuhkan putusan seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Fikri menyebut bahwa putusan DKPP biasanya keluar sekitar dua minggu setelah sidang. Ia mengatakan bahwa jika pengaduan dikabulkan, maka akan menjadi kebahagiaan. Jika tidak, ia tetap menerima dengan lapang dada. Yang terpenting, ia menekankan bahwa pihaknya telah menjaga marwah demokrasi di Kalteng melalui jalur konstitusional.
Lebih lanjut, Fikri menegaskan bahwa pihaknya siap menerima apapun hasil putusan. Ia menekankan bahwa berbeda dengan aksi massa, pihaknya patuh pada mekanisme hukum. Yang utama, publik harus tahu mana yang benar dan mana yang salah.