Penghentian Impor Sampah Plastik dan Upaya Pemerintah dalam Mengatasi Masalah Lingkungan
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol, mengumumkan bahwa pemerintah telah menghentikan impor sampah plastik sejak awal tahun 2025. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap masalah sampah plastik yang semakin memprihatinkan di Indonesia. Menurut Hanif, saat ini pemerintah sedang mencoba berbagai cara untuk mengolah sampah plastik menjadi bahan baku yang berguna, termasuk mengubahnya menjadi energi listrik.
Dalam kunjungannya ke Kota Malang, Senin (18/8/2025), Hanif menyoroti dampak serius dari sampah plastik terhadap lingkungan. Ia menjelaskan bahwa proses penguraian sampah plastik tidak dapat terjadi dalam waktu dekat. Bahkan setelah terurai, sampah plastik masih menyisakan mikroplastik yang merusak kualitas tanah.
Penghentian impor sampah plastik diharapkan mampu mengurangi penggunaan plastik secara keseluruhan. Di beberapa daerah, Hanif telah mendorong para kepala daerah untuk membuat kebijakan yang bertujuan menurunkan penggunaan plastik. Ia menegaskan bahwa plastik sekali pakai telah menjadi masalah besar bagi lingkungan dan tanggung jawab bersama.
Presiden RI, Prabowo Subianto, telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Dalam peraturan tersebut, terdapat upaya merealisasikan tata kelola sampah yang baik pada 2029. Hanif menyebut bahwa persoalan sampah plastik diminta untuk diselesaikan pada 2029.
Ia juga menjelaskan bahwa aturan terkait waste to energy telah dibuat secara rinci. Daerah yang memiliki timbunan sampah hingga 1.000 ton per hari perlu membuat fasilitas pengolahan sampah tersebut.
Perhatian Serius terhadap Sampah Plastik di Kota Malang
Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita, mengatakan bahwa masalah sampah plastik telah menjadi perhatian serius. Kota Malang disebutnya telah memiliki Surat Edaran pengurangan penggunaan plastik sekali pakai, namun aturan tersebut dinilai belum efektif.
Amithya menegaskan perlunya regulasi yang lebih tegas terkait penggunaan plastik sekali pakai di Kota Malang. Menurutnya, sudah saatnya pemerintah daerah menghadirkan peraturan daerah (Perda) yang mengatur pembatasan bahkan pelarangan plastik sekali pakai, sebagaimana yang telah dilakukan di sejumlah daerah lain.
“Menuntut supaya Kota Malang ini punya Perda penggunaan plastik sekali pakai. Isu mikroplastik ini kan sudah sangat merata di semua daerah. Permajaan bumi sulit dilakukan kalau kebiasaan masyarakat masih belum peduli terhadap lingkungan,” ujarnya.
Komisi C DPRD Kota Malang telah menerima audiensi terkait usulan regulasi tersebut dari masyarakat. Pembahasan di tingkat komisi akan menjadi rekomendasi penting agar kebijakan pembatasan plastik bisa segera berjalan.
Contoh dari Bali dan Langkah yang Diperlukan
Amithya mencontohkan Bali yang telah melarang penggunaan kantong plastik di toko-toko. Menurutnya, langkah serupa layak diterapkan di Kota Malang untuk menekan jumlah sampah plastik yang selama ini sulit terurai.
“Kalau plastik itu sudah pasti tidak akan bisa terolah. Tertimbun pun tidak akan terurai. Saya sering melihat di Bali, mereka membersihkan sungai, dan sampah plastiknya luar biasa,” katanya.
Meski demikian, Amithya mengingatkan bahwa perjalanan menuju perubahan perilaku masyarakat tidaklah singkat. Edukasi dan sosialisasi, kata dia, menjadi kunci awal agar masyarakat terbiasa membawa tas belanja ramah lingkungan.
“Kita masih belum punya budaya menggunakan tas belanja berulang. Padahal beberapa daerah seperti Jakarta sempat melarang penyediaan tas plastik, meskipun belakangan mulai longgar. Ini yang perlu digalakkan kembali,” terangnya.
Sebagai contoh pribadi, Amithya mengaku selalu membawa tas lipat kecil untuk berbelanja.
“Saya biasanya bawa tas lipat ke mana-mana. Itu salah satu cara sederhana untuk mengurangi plastik sekali pakai,” tuturnya.
Amithya berharap, dengan adanya Perda penggunaan plastik sekali pakai, Kota Malang dapat ikut berkontribusi dalam menekan produksi plastik berlebihan, sekaligus menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk lebih ramah lingkungan.