Surabaya (IMR) – Kerusuhan yang melanda sejumlah kota di Jawa Timur akhir Agustus lalu mulai menunjukkan dampaknya pada perekonomian. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur, Adik Dwi Putranto, menyatakan bahwa meskipun kondisi berangsur pulih, sektor-sektor kunci seperti ritel, pariwisata, dan logistik merasakan pukulan berat.
Menurut Adik, dalam sepekan setelah kerusuhan, aktivitas ekonomi melambat karena masyarakat menunda belanja.
“Omzet toko-toko jelas menurun,” ujarnya. Bahkan, di kawasan rawan seperti Gedung Grahadi Surabaya, penurunan omzet mencapai 100% karena toko tidak beroperasi.
Kerugian Miliaran dan Anjloknya Kepercayaan
Sektor ritel menjadi yang paling terpukul dengan penurunan penjualan hingga 60-80%. Hotel-hotel di Malang juga melaporkan penurunan okupansi hingga 10%. Situasi ini diperburuk dengan adanya travel warning dari negara-negara seperti Amerika Serikat dan Australia.
Secara nasional, dampak kerusuhan juga terasa. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat anjlok lebih dari 2%, dan rupiah melemah mendekati Rp16.475 per dolar AS. Perkiraan kerugian infrastruktur akibat kerusuhan mencapai Rp900 miliar, dengan kerusakan terbesar di Jawa Timur, termasuk Gedung Grahadi dan kantor DPRD Kediri.
Namun, dampak paling signifikan adalah pada sisi kepercayaan.
“Kepercayaan dunia internasional terhadap investasi di Indonesia jelas terdampak,” tegas Adik. Investor kini masih menunggu kepastian stabilitas politik dan keamanan.
Strategi Jangka Pendek dan Panjang Kadin Jatim
Untuk memulihkan kondisi, Kadin Jatim telah menyiapkan strategi mitigasi. Dalam jangka pendek, mereka mendorong koordinasi lintas pihak untuk melindungi jalur logistik vital di koridor industri Sidoarjo-Gresik-Surabaya. Pelaku usaha juga diimbau memanfaatkan kanal digital dan skema kerja dari rumah (WFH) selektif.
Dalam jangka menengah, Kadin mengusulkan percepatan perbaikan fasilitas publik yang rusak dan pemberian insentif bisnis, seperti relaksasi retribusi daerah. Jangka panjangnya, Kadin menekankan pentingnya penyusunan standar operasional kontinjensi bagi sektor ritel dan logistik, termasuk rute alternatif dan penguatan sistem keamanan.
“Aspirasi harus tersalurkan tanpa mengorbankan keselamatan publik dan keberlangsungan usaha,” pungkas Adik. Ia berharap dengan pulihnya kepercayaan, ekonomi Jawa Timur bisa bangkit lebih cepat.[rea]