Peran Ekonomi Sirkular dalam Pembangunan Berkelanjutan
Ekonomi sirkular menjadi solusi yang semakin mendapat perhatian di tengah tantangan lingkungan dan ekonomi yang semakin kompleks. Konsep ini menawarkan pendekatan berbeda dibanding sistem ekonomi linier yang selama ini mendominasi pembangunan. Menurut Prof. Eka Intan Kumala Putri, Guru Besar Ilmu Ekonomi dan Lingkungan dari Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University, ekonomi sirkular mampu menjawab kegagalan sistem tradisional tersebut.
Menurut data Bank Dunia, keruntuhan ekosistem bisa menyebabkan kerugian hingga 2,7 triliun dolar AS setiap tahun atau sekitar Rp43,79 kuadriliun. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan perlindungan lingkungan. Dalam konteks global, ekonomi sirkular memiliki peran strategis dengan prinsip utama memperpanjang masa pakai produk dan meningkatkan nilai bahan baku.
Negara-negara maju telah lebih dulu menerapkan konsep ini melalui penggunaan bioekonomi yang optimal. Di Indonesia, volume sampah domestik pada 2023 mencapai 68,5 juta ton. Dari jumlah tersebut, hanya sedikit yang berhasil didaur ulang. Data menunjukkan bahwa dari total dua miliar ton limbah padat di dunia setiap tahunnya, hanya 19 persen yang bisa didaur ulang. Selain itu, dominasi energi fosil sebesar 70 persen turut memperparah krisis iklim.
Solusi untuk Membangun Ekonomi Sirkular
Dalam upaya menghadapi tantangan ini, ekonomi sirkular dapat menjadi solusi melalui berbagai inisiatif. Salah satunya adalah pembangunan bank sampah, pelarangan penggunaan plastik sekali pakai, pemberian insentif bagi industri daur ulang, serta pemilahan sampah untuk mengubah residu menjadi sumber daya bernilai. Kebijakan seperti ini tidak hanya membantu mengurangi dampak lingkungan, tetapi juga memberikan peluang ekonomi baru.
Di tingkat nasional, integrasi lintas sektor dalam kebijakan ekonomi sirkular dinilai penting untuk mewujudkan legitimasi lingkungan sebagai kekuatan pembangunan. Tidak hanya merespons isu ekologis, tetapi juga mendorong efisiensi sumber daya dan transformasi industri menuju ekonomi hijau yang inklusif dan berdaya saing.
Tantangan dalam Penerapan Ekonomi Sirkular di Indonesia
Meski potensinya besar, penerapan ekonomi sirkular di Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan. Prof. Eka menyebutkan bahwa kesiapan sumber daya manusia (SDM) yang terbatas, infrastruktur daur ulang yang minim, pasar produk limbah yang belum berkembang, serta koordinasi lintas sektor yang lemah menjadi hambatan utama.
Banyak kota di Indonesia saat ini mengalami krisis pengelolaan sampah. Bahkan beberapa tempat pembuangan akhir (TPA) sudah hampir penuh. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan kebijakan yang lebih komprehensif. Prof. Eka menyarankan adanya penegasan legitimasi pemilahan sampah mulai dari tingkat RT, unit usaha, hingga perkantoran.
Pemerintah daerah perlu menetapkan Peraturan Daerah yang mewajibkan pemilahan sampah, bukan sekadar bersifat sukarela. Proses ini harus dilakukan secara terintegrasi dan komprehensif, dari hulu sampai hilir. Kebijakan seperti ini penting untuk memastikan transformasi ekonomi sirkular tidak hanya mengelola limbah secara efektif, tetapi juga memperkuat legitimasi lingkungan sebagai sumber daya strategis bagi pembangunan nasional yang inklusif dan berkelanjutan.
Contoh Nyata: Kota Bandung
Salah satu contoh nyata penerapan kebijakan ini adalah Kota Bandung. Kota ini telah memiliki Perda Pengelolaan Sampah Nomor 9 Tahun 2018. Perda ini lahir pada masa kepemimpinan Oded M. Danial dan menjadi model bagi kota-kota lain di Indonesia. Dengan adanya regulasi ini, diharapkan masyarakat lebih sadar akan pentingnya pengelolaan sampah secara benar.