KPK Pastikan Tidak Ada Toleransi terhadap Pelanggaran Hukum
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengonfirmasi bahwa Miki Mahfud, salah satu tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), adalah suami dari seorang pegawai KPK. Hal ini diungkapkan oleh Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, saat berbicara kepada wartawan pada Senin (25/8/2025).
“Benar, bahwa salah satu pihak yang diamankan, belakangan diketahui merupakan suami salah satu pegawai KPK,” ujarnya.
Meskipun demikian, Budi menegaskan bahwa KPK tidak akan menghentikan proses hukum terhadap Miki Mahfud. Ia menyatakan bahwa hal ini mencerminkan sikap zero tolerance KPK terhadap tindakan melawan hukum, meskipun pelaku memiliki hubungan dengan pegawai internal lembaga antikorupsi tersebut.
Zero tolerance adalah kebijakan yang tidak memberikan toleransi sama sekali terhadap pelanggaran aturan, hukum, atau kebijakan tertentu, bahkan jika pelanggarannya tergolong kecil. Dalam konteks ini, KPK tetap menjalankan proses hukum tanpa memandang latar belakang siapa pun yang terlibat.
Budi menjelaskan bahwa penyidik KPK telah melakukan pemeriksaan terhadap pegawai KPK yang bersangkutan. Hasilnya, tidak ada keterlibatan langsung dalam perkara yang menjerat Miki Mahfud. “Hingga saat pernyataan ini dibuat, diketahui bahwa tidak ada keterlibatannya dengan perkara yang melibatkan suaminya,” jelasnya.
Namun, ia menekankan bahwa KPK tetap menerapkan zero tolerance terhadap siapa pun yang diduga melakukan tindakan melawan hukum. Jika nanti ditemukan bukti lain yang melibatkan pegawai tersebut, maka KPK akan bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku.
Daftar Tersangka dalam Kasus K3
Sebelumnya, KPK menetapkan 11 tersangka dalam kasus dugaan korupsi pungutan liar sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan. Salah satu tersangka adalah Wakil Menteri Ketenagakerjaan RI, Immanuel Ebenezer Gerungan.
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan bahwa perkara ini telah naik ke tahap penyidikan, dengan 11 orang ditetapkan sebagai tersangka. Berikut daftar lengkap tersangka:
- Irvian Bobby Mahendro (IBM), Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personel K3 tahun 2022–2025.
- Gerry Aditya Herwanto Putra (GAH), Koordinator Bidang Pengujian dan Evaluasi Kompetensi Keselamatan Kerja tahun 2022–sekarang.
- Subhan (SB), Subkoordinator Keselamatan Kerja Dit. Bina K3 tahun 2020–2025.
- Anitasari Kusumawati (AK), Subkoordinator Kemitraan dan Personel Kesehatan Kerja tahun 2020–sekarang.
- Immanuel Ebenezer Gerungan (IEG), Wakil Menteri Ketenagakerjaan RI tahun 2024–2029.
- Fahrurozi (FRZ), Dirjen Binwasnaker dan K3 Maret 2025–sekarang.
- Hery Sutanto (HS), Direktur Bina Kelembagaan tahun 2021–Februari 2025.
- Sekarsari Kartika Putri (SKP), Subkoordinator.
- Supriadi (SUP), Koordinator.
- Temurila (TEM), pihak swasta dari PT KEM Indonesia.
- Miki Mahfud (MM), pihak swasta dari PT KEM Indonesia.
Dugaan Pemerasan dalam Pengurusan Sertifikasi K3
Setyo menjelaskan bahwa KPK menduga adanya praktik pemerasan dalam pengurusan sertifikasi K3, yang menyebabkan pembengkakan tarif. Dari tarif sertifikasi K3 sebesar Rp275.000, fakta di lapangan menunjukkan bahwa para pekerja atau buruh harus mengeluarkan biaya hingga Rp6.000.000 karena adanya tindak pemerasan dengan modus memperlambat, mempersulit, atau bahkan tidak memproses permohonan pembuatan sertifikasi K3 yang tidak membayar lebih.
Dari data yang dikumpulkan, selisih pembayaran tersebut mencapai Rp81 miliar yang kemudian mengalir kepada para tersangka. Contohnya, pada tahun 2019-2024, Irvian menerima Rp69 miliar melalui perantara yang digunakan untuk belanja, hiburan, DP rumah, serta setoran tunai kepada Gerry, Herry, dan pihak-pihak lainnya.
Selain itu, Gerry diduga menerima Rp3 miliar sepanjang 2020-2025, terdiri dari setoran tunai senilai Rp2,73 miliar; transfer dari Irvian sebesar 317 juta, dan dua perusahaan di bidang PJK3 dengan total Rp31,6 juta. Subhan diduga menerima aliran dana sejumlah Rp3,5 miliar pada kurun waktu 2020-2025 dari sekitar 80 perusahaan di bidang PJK3. Anitasari Kusumawati menerima Rp5,5 miliar pada tahun 2021-2024 dari pihak-pihak perantara.
Uang tersebut juga mengalir ke penyelenggara negara, termasuk Noel selaku Wamenaker senilai Rp3 miliar, serta Farurozi dan Hery sebesar Rp1,5 miliar. KPK terus memperkuat langkah-langkah penindakan terhadap tindakan korupsi yang merugikan masyarakat dan negara.