Fenomena Dayuts-isme Modern

Hilangnya rasa malu dan ghirah, melahirkan “dayuts modern”, dan memunculkan fenomena paradoks banyak wanita berhijab berpakaian seronok dan berjoged di media sosial

Oleh: Muhammad Syafii Kudo

InfoMalangRaya.com | SEORANG wanita membuat video klarifikasi mengenai videonya yang belakangan viral di jagad media sosial. Oknum tenaga pengajar (magang) tersebut menjelaskan asal muasal dirinya bisa membuat puluhan video pornoaksi yang akhirnya tersebar cepat di berbagai jejaring media sosial.

Menurut pengakuannya, semua dimulai ketika dirinya merasa galau pasca putus dari kekasihnya dan kemudian menemukan “pacar online” yang membuatnya merasa nyaman untuk diajak mengobrol.

Tidak berhenti di situ, berbagai obrolan bukan antar mahram itu akhirnya bablas sampai si wanita rela melakukan puluhan adegan pornoaksi untuk dikirimkan ke pacar dunia mayanya itu.

Ironisnya berdasar pengakuan si wanita, dia sendiri tidak memiliki nomor telepon si pria yang dia anggap telah menipu dirinya itu. Meskipun pengakuan itu nampak absurd karena banyak kejanggalan yang terkesan dibuat-buat, namun demikianlah pengakuan si wanita yang mengaku menjadi korban love scaming tersebut.

Sebuah peristiwa lain dimana seorang siswi SMK berusia 19 tahun di Medan melahirkan di sebuah warung tepi jalan lalu membuang bayinya di halaman rumah salah seorang warga.

Peristiwa yang terekam CCTV itu terjadi pada 10 Maret 2025 malam hari membuat publik kaget.

Selain proses melahirkan yang mudah tanpa bantuan tenaga medis sama sekali, si pelaku ternyata mengaku merasa bingung mengenai siapa ayah dari bayi yang dibuangnya tersebut. Sebab menurut pengakuannya, dia telah melakukan seks bebas (di luar pernikahan) dengan lima orang lelaki.

Dua kasus ini hanya contoh kecil dari sekian banyak kasus serupa tersebut bukan bertujuan untuk mengulik aib orang lain.

Ada titik sama antara dua kasus tersebut, yakni korban sekaligus pelaku adalah sama-sama wanita. Lantas mengapa hal seperti ini bisa terjadi dan bahkan semakin sering berulang di negeri ini?

Dayuts Era Modern

Hari ini banyak kita saksinya fenomena hilangnya rasa malu pada kaum wanita dan merajalelanya sifat dayuts pada masyarakat saat ini. Apa itu dayuts?

Menurut Imam Ibnul Manzhur, dayuts adalah orang yang tidak cemburu kepada keluarganya. (Lisanul ‘Arab, 4/456).

Imam ‘Ali al-Qari Rahimahullah berkata, “dayuts adalah orang yang membenarkan keburukan pada keluarganya, yaitu dengan mendiamkannya.

Yang masuk dalam kategori keluarganya adalah istrinya, budak wanitanya, atau kerabat wanitanya. Sedangkan keburukan yang dimaksud adalah zina, atau permulaannya (pacaran).

Ibnu Taimiyyah Rahimahullah menyatakan, “Dayuts adalah laki-laki yang tidak memiliki rasa cemburu.” (Majmu’ Al-Fatawa, 32: 141).

Laki-laki dayuts membiarkan maksiat terjadi pada keluarga yang menjadi tanggung jawabnya dan tidak ada rasa pengingkaran.

Disebutkan pula di dalam Fatawa Asy-Syabakiyah;

ﻓﺎﻟﺪﻳﻮﺙ : ﻫﻮ ﺍﻟﺬﻱ ﻻ ﻳﻐﺎﺭ ﻋﻠﻰ ﺃﻫﻠﻪ ﻭﻣﺤﺎﺭﻣﻪ ﻭﻳﺮﺿﻰ ﺑﺎﻟﻤﻌﺼﻴﺔ ﻭﺍﻟﻔﺎﺣﺸﺔ

“Dayuts adalah suami yang tidak cemburu (tidak risih / membiarkan) anggota keluarganya melakukan keharaman dan dia ridha dengan maksiat tersebut (tidak ada rasa keberatan).” (Fatawa Asy-Syabakiyah, no. 84151).

Ath-Thibiy berkata, “dayuts adalah orang yang melihat pada keluarganya (para wanita mahram dan juga istrinya) ada kemungkaran tetapi dia tidak cemburu kepada mereka dan tidak melarang mereka, sehingga dia membenarkan kekejian atau keburukan pada keluarganya.” (Mirqatul Mafatih, 7/241).

Mengenai hilangnya rasa malu dari para wanita, hal itu dapat dibuktikan dengan semakin banyaknya wanita melakukan sesuatu yang selama ini ditabukan dan dilarang oleh agama.

Kini banyak wanita berpakaian tidak menutup aurat atau meskipun memakai jilbab namun sebatas sebagai fashion belaka alias sebagai pemanis tampilan.

Sehingga kini ada istilah khas di kalangan warganet berupa wanita Jilboobs atau wanita berjilbab namun menonjolkan lekuk tubuh bagian (maaf) payudara.

Kemudian di media sosial banyak dijumpai wanita berjilbab yang kontennya  berjoged seronok. Belum lagi dengan semakin diterimanya (dianggap normal) tren pacaran di kalangan masyarakat saat ini.

Selain dari pihak wanita yang semakin hilang rasa malu di dalam dirinya, sifat dayuts juga kian merata di masyarakat.

Bagaimana para suami, para lelaki yang punya adik atau kakak perempuan atau para ayah yang punya anak perempuan, yang sudah tidak ada rasa cemburu dan marah kepada istri, anak perempuan dan saudara perempuan mereka yang melakukan hal-hal yang merendahkan muru’ah wanita.

Alih-alih melarang istrinya memajang foto di media sosial, para suami akhir zaman malah mendukung dan memberikan like dan share pada unggahan foto dan video istirnya tersebut.

Demikian juga para saudara lelaki ataupun ayah, alih-alih memperketat dan mewaspadai pergaulan para wanita mahramnya,  mereka malah membiarkan anak gadis atau saudara perempuannya berpacaran, keluyuran sampai malam, bermedia sosial tanpa batasan dan bahkan bergaul dengan banyak laki-laki baik di media sosial maupun di lingkungan sekitarnya yang mana semua itu sebenarnya bisa dicegah seandainya kontrol diri dan keluarga (family controled) berjalan.

Mendidik Rasa Malu

Inilah hikmah mengapa Islam sangat menekankan dan mendidik umatnya untuk memiliki rasa malu dan sifat cemburu (ghirah). Semua itu adalah sebagai bentuk tindakan pencegahan (preventif) agar tidak terjadi kemungkaran yang besar (Al Kaba’ir) seperti dua contoh kasus di atas.

Islam melarang zina bahkan mulai dari pintu awalnya pacaran, di dalam Al Qur’an disebutkan,

وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلً

“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra: 32).

Dan Allah juga menyuruh para orang beriman agar menjaga keluarganya supaya tidak berbuat maksiat yang berujung pada siksa neraka.

Disebutkan di dalam Al Qur’an,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” [At-Tahrîm/66: 6].

Juga disebutkan di dalam hadis Nabi,

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ فِي أَهْلِهِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ فِي مَالِ سَيِّدِهِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap kamu adalah pemimpin/pengatur dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Maka Imam adalah pemimpin dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang laki-laki (kepala rumah tangga) adalah pemimpin terhadap keluarganya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang wanita (ibu rumah tangga) adalah pemimpin/pengatur di dalam rumah suaminya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya.  Seorang pelayan adalah pemimpin/pengatur pada harta tuannya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya.” (HR. Bukhari, dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma).

Beberapa dalil Naqli tersebut menunjukkan bahwa ada dosa yang tersusun secara kolektif jika aturan Allah dilanggar. Yakni manakala seorang pemimpin keluarganya tidak menjaga akhlak dan mengawasi kelakuan mereka yang berada di dalam tanggungjawabnya.

Islam adalah agama yang menjunjung tinggi rasa malu, di dalam hadis disebutkan,

الحياء من الإيمان، ولكل دين خلق، وخلق الإسلام الحياء

“Rasa malu adalah termasuk daripada iman. Dan pada setiap agama itu (ada) akhlak. Dan akhlak Islam adalah rasa malu.” (HR. Imam Malik di dalam kitab Muwatho’)

Tentu malu di sini adalah malu yang disyariatkan oleh agama untuk melakukannya seperti malu untuk berbuat maksiat dan malu meninggalkan ketaatan kepada Allah.

Bahkan Malik bin Dinar Rahimahullah pernah mengatakan,

ما عاقب الله تعالى قلبا بأشد من ان يسلب منه الحياء

“Tidaklah Allah menghukum hati (seorang hamba) dengan sesuatu yang lebih berat daripada dihilangkannya rasa malu dari dalam hati tersebut.”

Rasa malu inilah instrumen pertama yang mulai hilang dari para wanita yang penulis maksud. Jika rasa malu masih ada, tentu tidak akan ada cerita rekaman video joged bugil tersebar, bahkan terpikir untuk membuatnya pun tidak akan pernah terbesit di dalam pikiran.

Dan lebih jauh dari itu, jika rasa malu itu masih ada, tidak akan ada kisah percakapan antar lawan jenis ajnabiyah tanpa ada keperluan syar’i baik di dunia maya maupun nyata.

Serta jikalau masih ada rasa malu itu, tentu tidak akan pernah ditemukan jejak digital konten berisi joged-joged di akun media sosial para wanita.

Tidak adanya rasa malu. Ya, itulah mungkin jawaban mengapa banyak muncul fenomena paradoks wanita (berhijab) tapi malah suka berpakaian seronok dan berjoged di media sosial.

Instrumen kedua adalah ghirah (kecemburuan) yang mulai lenyap dari umat Islam. Indikasi ini begitu kentara dengan semakin meningkatnya sikap dayuts di dalam masyarakat Islam.

Maraknya wanita pacaran, pergaulan bebas laki-perempuan, anak gadis keluyuran sampai tengah malam bahkan sampai menginap di rumah orang lain, masifnya unggahan foto dan video seronok perempuan di media sosial sampai yang berujung beredarnya video telanjang maupun perzinahan dll adalah bukti bahwa para lelaki sudah abai dan lalai akan tanggung jawabnya terhadap keluarganya (kaum wanita mahramnya).

Hal ini  menjadikan mereka tidak mengawasi tindak-tanduk pergaulan anak dan keluarganya. Bahkan parahnya, selain apatis, rasa dayuts juga kian parah diidap oleh masyarakat Islam.

Sikap dayuts sangat diharamkan di dalam Islam. Di dalam hadis disebutkan,

عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ، أَنَّهُ سَمِعَهُ يَقُولُ: حَدَّثَنِي عَبْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” ثَلَاثَةٌ قَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِمُ الْجَنَّةَ: مُدْمِنُ الْخَمْرِ، وَالْعَاقُّ، وَالدَّيُّوثُ “، الَّذِي يُقِرُّ فِي أَهْلِهِ الْخَبَثَ

“Dari Salim bin Abdullah bin Umar, berkata: Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma bercerita kepadaku bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Tiga orang yang Allâh haramkan surga untuk mereka: pecandu khamar (minuman keras), anak yang durhaka, dan dayûts, orang yang membenarkan keburukan (kemungkaran) di keluarganya (mahram perempuannya.”(HR: Ahmad)

Dua contoh kasus yang disebutkan di awal tulisan ini hanyalah sedikit dari banyaknya kasus yang merupakan konsekuensi logis manakala hilangnya rasa malu dan dayuts sudah terjadi di tengah masyarakat.

Dengan memakai logika Nabawiyah (bersumber dari Al Qur’an dan Sunnah), pasti setiap Muslim dapat memahami bahwa kasus video bugil “Bu Guru” dan kasus pelajar SMK hamil di luar nikah (bahkan dengan lima pria sekaligus) seperti dua contoh kasus di atas mustahil bisa terjadi jika dua instrumen penting tersebut (Rasa Malu dan Ghirah) masih dijalankan di dalam kehidupan masyarakat Muslim. Sebab dua instrumen tersebut berasal dari pengejawantahan keimanan kepada Allah SWT.

Walhasil apakah kasus-kasus amoral (asusila) seperti ini akan tetap berulang? Jawabannya bisa jadi iya, selama rasa malu masih hilang dan para lelaki sudah mengidap penyakit dayuts maka selama itulah siklus kasus amoral (asusila) seperti itu akan terus berulang bahkan bisa bertambah banyak. Wallahu A’lam Bis Showab.*

Penulis seorang santri, tinggal di Bangil, Jawa Timur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *