InfoMalangRaya.com– Tidak ada masjid, kerudung atau Qur’an, begitu manifesto partai pimpinan Geert Wilders PVV yang terang-terangan anti-Islam. Namun, fakta di lapangan menunjukkan ada warga Muslim Belanda yang mendukungnya sehingga PVV dan Wilders menang telak dalam pemilu baru-baru ini.
“Kami ingin lebih sedikit Islam di Belanda,” kata PVV di situs webnya.
Wilders tanpa tedeng aling-aling menyebut orang-orang Maroko “sampah”, menyamakan al-Qur’an dengan buku “Mein Kampf” tulisan Adolf Hitler.
Muhsin Koktas dari asosiasi muslim CMO berkata, “Saya tidak tahu apakah umat Islam masih aman di Belanda. Saya khawatir dengan negara ini.”
Habib el Kaddouri dari asosiasi Belanda-Maroko SMN mengatakan kepada AFP bahwa “sebagian orang merasa takut, sebagian lainnya tidak yakin akan masa depan mereka, mengenai apa arti hasil [pemilu] tersebut bagi kewarganegaraan atau tempat mereka di dalam masyarakat Belanda.”
Meskipun demikian, kata el Kaddouri, dia melihat ada kalangan Muslim yang tidak gentar dengan Wilders dan PVV yang akan menguasai pemerintahan Belanda.
Sejumlah Muslim di kota Amsterdam dan Venlo yang diwawancarai AFP menilai teriakan anti-Islam yang disuarakan Wilders hanya sekedar retorika politik dan lebih baik orang melihat pemikiran ekonominya, isu yang lebih penting.
“Saya keturunan Turki dan seorang Muslim. Namun, saya memilih Geert Wilders,” kata seorang pria kelahiran Venlo yang tidak mau disebutkan namanya, seperti dikutip AFP Kamis (23/11/2023).
“Kenapa? Karena kami semua miskin dan kami pikir dia bisa membuat perubahan. Semua pembicaraan tentang penutupan masjid hanyalah politik,” kata pria pengangguran berusia 41 tahun itu sambil mengunyah sandwich keju panggang.
Di sebuah kafe di Amsterdam, Burak Cen, seorang sopir taksi berusia 40-an tahun, mengaku tidak memberikan suara dalam pemilu baru-baru ini. Namun, jika dia ikut memilih dia akan memberikan suaranya untuk Wilders.
“Menurut saya dia pantas mendapat kesempatan,” katanya kepada AFP.
“Sejujurnya menurut saya dia hanya berusaha menggalang suara dengan propagandanya tentang masjid dan umat Islam. Tapi sebaliknya, apa yang dia katakan tentang Belanda dan kemiskinan adalah benar,” imbuh Burak Cen, yang dilihat dari namanya berasal dari Turki.
“Para pengungsi saat ini diberi prioritas untuk mendapatkan perumahan sementara kami harus menunggu 20 tahun untuk mendapatkan rumah,” katanya, menyuarakan topik kampanye utama seputar kekurangan suplai perumahan yang terjangkau yang diangkat Wilders.
Banyak orang yang ditemui reporter AFP enggan berkomentar di depan kamera.
Wilders ingin menjadi perdana menteri
Berusaha meredakan ketakutan kelompok minoritas setelah pemungutan suara, Wilders menekankan bahwa dia ingin menjadi “perdana menteri bagi seluruh warga Belanda tanpa memandang agama, seksualitas, warna kulit, jenis kelamin, atau apa pun.”
“Ketika Anda menjadi perdana menteri, Anda memiliki peran yang berbeda dibandingkan ketika Anda menjadi pemimpin oposisi,” kata Wilders.
Hasan Bensaid, seorang pekerja konstruksi berusia 49 tahun penduduk Amsterdam, mengatakan menurutnya gertakan Wilders tentang komunitas Muslim yang berjumlah hampir satu juta orang di negara itu hanyalah untuk pertunjukan politik semata.
“Dia sudah berteriak-teriak selama 20 tahun di parlemen, saya tidak terkesan dengan hal itu. ‘Kami adalah ekstremis, kami adalah pencuri, kami adalah macam-macam ini dan itu’.”
Bensaid lebih mengeluhkan kondisi perekonomian Belanda saat ini. “Semuanya mahal, dan menurut saya para menteri telah membuat kekacauan.”
“Saya akan memberikan dia (Wilders) kesempatan. Dia bisa menjadi perdana menteri,” kata Bensaid, seraya merujuk isu-isu ekonomi yang dikampanyekan Wilders.
Mustafa Ayranci dari asosiasi pekerja asal Turki HTIB mengatakan komunitasnya harus menghormati hasil pemilu meskipun sangat mengecewakan.
Dia ingin Wilders menepati janjinya, yaitu menjadi perdana menteri bagi seluruh rakyat di Belanda tanpa pandang bulu.*
Leave a Comment
Leave a Comment