Yogyakarta (IMR) — Gelombang panas ekstrem kembali melanda Eropa. Dalam sepuluh hari terakhir, cuaca ekstrem ini telah menyebabkan sedikitnya 2.300 kematian di 12 kota besar. Fenomena ini bukan lagi sekadar peringatan, melainkan bukti nyata bahwa krisis iklim kini sedang berlangsung dan berdampak langsung terhadap kehidupan manusia.
Pakar geografi lingkungan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Djaka Marwasta, S.Si., M.Si., menyebut bahwa gelombang panas memiliki kaitan erat dengan peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) yang berasal dari aktivitas manusia. “Konsentrasi GRK yang semakin tinggi telah memicu frekuensi, durasi, dan cakupan gelombang panas yang makin meluas secara global,” jelasnya.
Lansia Jadi Kelompok Paling Rentan
Djaka menggarisbawahi bahwa kelompok lansia merupakan yang paling terdampak akibat suhu ekstrem. Di Eropa, populasi lansia sangat besar, sehingga korban jiwa pun meningkat drastis. Namun, kondisi serupa bisa terjadi di Indonesia.
“Indonesia juga memiliki populasi lansia yang besar. Mereka sangat rentan terhadap suhu panas ekstrem, sehingga butuh perhatian dan perlindungan khusus,” tegasnya.
Mitigasi dan Edukasi: Kunci Menghadapi Perubahan Iklim
Menurut Djaka, mitigasi perubahan iklim tidak cukup hanya dengan kebijakan jangka pendek. Ia mendorong agar ada langkah-langkah nyata seperti menyediakan tempat tinggal aman bagi lansia selama gelombang panas, serta melakukan edukasi publik secara masif.
“Literasi tentang gelombang panas dan perubahan iklim harus menjangkau semua kalangan, terutama melalui media sosial dan media massa. Edukasi adalah senjata utama untuk membentuk kesiapsiagaan masyarakat,” ujarnya.
Peran Anak Muda dan Kebijakan Berkelanjutan
Selain itu, Djaka juga mengajak generasi muda dan pengambil kebijakan untuk aktif berperan. “Kita butuh transformasi besar dalam cara berpikir dan bertindak. Kebijakan harus mengarah pada pembangunan berkelanjutan, bukan hanya solusi sesaat,” tambahnya.
Gelombang panas ini adalah alarm keras dari bumi. Bila tidak ditangani serius, krisis iklim akan terus memicu bencana lebih besar. Seluruh lapisan masyarakat—individu, komunitas, hingga negara—harus bahu membahu dalam aksi nyata demi masa depan yang lebih aman dan layak huni. [aje]