Close Menu

    Subscribe to Updates

    Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

    What's Hot

    SAH! Fiorentina Ikat Edin Dzeko Hingga Musim Panas 2026

    11 Juli 2025

    Mantan Bupati Jombang Ali Fikri Meninggal Dunia

    11 Juli 2025

    Izzudin Al-Haddad, ‘Hantu Al-Qassam’ yang Jadi Pemimpin Baru Hamas di Gaza

    11 Juli 2025
    Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
    Trending
    • SAH! Fiorentina Ikat Edin Dzeko Hingga Musim Panas 2026
    • Mantan Bupati Jombang Ali Fikri Meninggal Dunia
    • Izzudin Al-Haddad, ‘Hantu Al-Qassam’ yang Jadi Pemimpin Baru Hamas di Gaza
    • Fakta Menarik: 7 Manfaat Berenang untuk Perempuan!
    • Gugatan Antitrust Apple, Mastercard dan Visa atas pembayaran telah diberhentikan
    • Berikan Aset ke Kemensos, Wali Kota Malang Pastikan Dukung Sekolah Rakyat
    • Gejala dan Risiko RSV yang Mematikan pada Lansia
    • Rodrygo Jarang Bermain, Ini Alasan Xabi Alonso
    Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
    Info Malang RayaInfo Malang Raya
    • LIPUTAN KHUSUS
    • MALANG RAYA
      • KOTA MALANG
      • KABUPATEN MALANG
      • KOTA BATU
    • JAWA TIMUR
    • NASIONAL
    • OLAHRAGA
    • RAGAM
      • TEKNOLOGI
      • UNDANG-UNDANG
      • WISATA & KULINER
      • KOMUNITAS
      • IMR ENGLISH
    • OPINI
    • COVER HARIAN IMR
    • LOGIN
    Info Malang RayaInfo Malang Raya
    • LIPUTAN KHUSUS
    • MALANG RAYA
    • KOTA MALANG
    • KABUPATEN MALANG
    • KOTA BATU
    • JAWA TIMUR
    • NASIONAL
    • INTERNASIONAL
    • OLAHRAGA
    • OPINI
    • RAGAM
    • KOMUNITAS
    • WISATA & KULINER
    • KAJIAN ISLAM
    • TEKNOLOGI
    • UNDANG-UNDANG
    • INFO PROPERTI & LOWONGAN KERJA
    • TIPS & TRIK
    • COVER HARIAN IMR
    • IMR TV
    • LOGIN
    Home»RAGAM»Generasi Terluka: Kesehatan Mental Anak yang Diabaikan
    RAGAM

    Generasi Terluka: Kesehatan Mental Anak yang Diabaikan

    By admin8 Juli 2025
    Facebook Twitter WhatsApp Telegram Email Copy Link
    AA1HW3qO

    Di tengah gegap gempita pembangunan nasional dan maraknya diskusi soal generasi emas Indonesia 2045, ada satu realitas yang luput dari sorotan: makin rapuhnya kondisi psikologis anak-anak dan remaja kita. Generasi muda yang digadang-gadang menjadi pemimpin masa depan ternyata diam-diam memikul luka yang tak kasat mata—luka batin yang tak pernah benar-benar mendapat tempat dalam percakapan publik, apalagi kebijakan negara.

    Mereka adalah generasi luka batin: anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan penuh tuntutan, namun minim ruang pengakuan emosional. Mereka mungkin terlihat aktif, tersenyum dalam foto keluarga, atau sibuk mengikuti les tambahan. Tapi di balik semua itu, tak sedikit dari mereka merasa kesepian, kehilangan arah, dan tertekan oleh ekspektasi yang tak realistis dari orang tua, sekolah, dan masyarakat.

    Luka yang Tak Terlihat di Balik Prestasi

    Selama bertahun-tahun, sistem pendidikan kita lebih menekankan pada hasil akademik ketimbang kesejahteraan mental siswa. Anak-anak dipacu menjadi juara kelas, menguasai berbagai keterampilan, dan tampil sempurna di media sosial. Namun ketika mereka merasa cemas, takut gagal, atau kehilangan minat, respons yang diterima kerap berupa penghakiman, bukan pemahaman.

    Kesehatan mental masih menjadi topik tabu. Anak yang menangis dianggap manja. Remaja yang stres dicap tidak tahan banting. Dalam banyak kasus, keluarga justru menjadi tempat pertama yang mengabaikan sinyal-sinyal bahaya tersebut. Anak tak punya ruang untuk bercerita. Bahkan ketika mereka mencoba berbicara, banyak yang ditanggapi dengan, “Itu cuma perasaanmu saja,” atau “Kamu kurang bersyukur.”

    Luka psikologis yang tidak ditangani sejak dini berisiko berkembang menjadi gangguan mental serius seperti depresi, gangguan kecemasan, bahkan keinginan untuk bunuh diri. Laporan WHO dan UNICEF menyebutkan bahwa satu dari tujuh anak dan remaja mengalami masalah kesehatan mental, dan mayoritas tidak pernah menerima perawatan yang layak.

    Sekolah Belum Ramah Emosi

    Sekolah semestinya menjadi tempat aman kedua setelah rumah. Namun realitas menunjukkan sebaliknya. Banyak sekolah masih menjadikan guru BK sebagai alat pendisiplin, bukan pendamping emosional. Satu guru BK bisa bertanggung jawab atas ratusan siswa, tanpa pelatihan mendalam mengenai psikologi perkembangan anak.

    Sementara itu, kurikulum nasional belum sepenuhnya memasukkan aspek pendidikan emosional sebagai bagian dari pembelajaran. Anak-anak diajarkan matematika, sains, dan bahasa, tapi tidak diajarkan bagaimana mengelola stres, mengenali emosi, atau meminta bantuan ketika merasa kewalahan.

    Akibatnya, banyak siswa merasa sekolah adalah sumber tekanan, bukan tempat pertumbuhan. Mereka belajar menyembunyikan perasaan, menekan emosi, dan membangun persona yang menyenangkan orang dewasa, tetapi menjauh dari jati diri mereka sendiri.

    Dunia Digital: Ladang Subur Luka Batin

    Media sosial yang kini menjadi bagian integral dari kehidupan anak dan remaja ternyata menjadi lahan subur bagi lahirnya perbandingan sosial, kecemasan, dan tekanan batin. Mereka disuguhkan kehidupan yang tampak sempurna dari teman sebaya: wajah mulus, tubuh ideal, prestasi menawan, dan kehidupan glamor.

    Dalam situasi tersebut, banyak remaja merasa tidak cukup. Tidak cukup pintar, tidak cukup menarik, tidak cukup “keren” untuk diakui. Rasa rendah diri, rasa malu, bahkan rasa ingin menghilang mulai tumbuh diam-diam. FOMO (fear of missing out), body shaming, dan cyberbullying menjadi tantangan harian yang perlahan namun pasti menggerus kesehatan jiwa mereka.

    Sayangnya, orang tua sering kali tidak menyadari ini karena melihat anak mereka tampak asyik bermain HP, tertawa di depan layar, atau aktif di TikTok. Padahal, dunia maya kerap menjadi tempat pelarian dari rasa sepi dan luka yang tak terobati.

    Negara Tidak Boleh Tinggal Diam

    Jika kita benar-benar ingin membangun peradaban unggul, maka prioritas kebijakan tidak boleh hanya berputar pada infrastruktur fisik dan pencapaian ekonomi. Kesehatan mental generasi muda harus menjadi agenda utama pembangunan manusia Indonesia.

    Pemerintah perlu segera mereformasi kebijakan pendidikan agar lebih menyentuh aspek psikososial. Setiap sekolah harus memiliki psikolog atau konselor yang terlatih secara profesional. Layanan konsultasi kejiwaan harus tersedia di puskesmas dan RSUD dengan harga terjangkau. Kurikulum pendidikan harus menyertakan literasi emosi, kecerdasan sosial, dan keterampilan menghadapi stres.

    Selain itu, kampanye nasional tentang pentingnya kesehatan mental anak perlu dikemas secara masif, inklusif, dan bebas stigma. Orang tua harus dilatih agar mampu menjadi pendengar aktif dan fasilitator bagi kesejahteraan emosional anak. Media juga memegang peran penting dalam membentuk opini publik yang sehat dan mendukung pemulihan kolektif.

    Kita Tak Bisa Lagi Menutup Mata

    Ini bukan tentang generasi yang lemah, tapi tentang dunia yang makin kompleks dan penuh tekanan. Anak-anak hari ini lahir di era krisis—krisis iklim, krisis ekonomi, krisis identitas, dan krisis relasi. Mereka tak hanya butuh makanan sehat atau sekolah bagus. Mereka butuh lingkungan yang peduli, dewasa yang hadir, dan negara yang sadar bahwa luka batin bukan sekadar urusan pribadi.

    Sudah saatnya kita berhenti berkata “anak-anak zaman sekarang kurang bersyukur” dan mulai bertanya, “Sudahkah kita hadir secara utuh untuk anak-anak kita?”

    Jangan tunggu hingga sebuah tragedi terjadi. Jangan tunggu anak kita menjerit dalam diam. Mari bersama-sama bangun kesadaran bahwa generasi emas tidak mungkin lahir dari generasi yang dibiarkan memendam luka tanpa pertolongan.

    Jumlah Pembaca: 4

    anak -anak dan keluarga anak-anak Kesehatan kesehatan mental masalah sosial
    Share. Facebook Twitter WhatsApp Telegram Email Copy Link

    Berita Terkait

    Fakta Menarik: 7 Manfaat Berenang untuk Perempuan!

    11 Juli 2025

    Gugatan Antitrust Apple, Mastercard dan Visa atas pembayaran telah diberhentikan

    11 Juli 2025

    Gejala dan Risiko RSV yang Mematikan pada Lansia

    11 Juli 2025
    Leave A Reply Cancel Reply

    banner 300250
    banner 300250
    banner 250250
    Search
    BERITA POPULER

    Bupati Malang Hadiri Kanjuruhan Street Race Edisi 13

    30 Maret 20241

    Ironi Psywar: Arema FC yang Dulu Dilecehkan, Kini Justru Menendang PSS Sleman

    24 Mei 20251

    10 Aplikasi Musik Tanpa Iklan Terbaik, Diunduh Jutaan Pengguna!

    25 April 2024124

    Pantun Pj. Walikota Malang Bikin Suasana Meriah di Acara Malang Raya Shopping Adventure 2024

    1 April 20242
    Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
    • DISCLAIMER
    • INDEX BERITA
    • PEDOMAN MEDIA SIBER
    • REDAKSI
    © 2016 Infomalangraya. Designed by Mohenk.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.