Infomalangraya.com –
Produsen obat tetes mata asal India yang dikaitkan dengan tiga kasus kematian dan infeksi serius di Amerika Serikat melanggar beberapa aturan keselamatan, kata regulator obat AS.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan AS (FDA) menerbitkan laporan mereka pekan lalu setelah memeriksa pabrik Global Pharma di Kota Chennai, India.
Perusahaan tersebut menarik kembali produk tetes mata pada bulan Februari setelah mendapat rekomendasi dari FDA.
FDA juga telah menghentikan impor produk tersebut.
Obat tetes mata itu – dibuat di India oleh Global Pharma dan diimpor ke AS sebagai dua merek, EzriCare Artificial Tears dan Delsam Pharma’s Artificial Tears – dikaitkan dengan wabah mematikan infeksi yang resistan terhadap obat di AS.
Pada bulan Maret lalu, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) mengidentifikasi 68 pasien di 16 negara bagian dengan galur langka Pseudomonas aeruginosa, yang dapat menyebabkan infeksi serius, terutama pada orang dengan gangguan kekebalan tubuh alias immunocompromised. Galur P. aeruginosa yang resisten terhadap obat belum pernah ditemukan di AS sebelum wabah terbaru ini.
Selain diduga menyebabkan kematian, obat tetes itu diduga mengakibatkan delapan pasien menderita kehilangan penglihatan, dan empat dari mereka matanya harus diangkat melalui operasi, BBC melaporkan pada bulan Maret.
“Semaksimal mungkin, kami telah menghubungi pelanggan untuk memberi tahu mereka agar tidak terus menggunakan produk ini,” kata EzriCare Artificial Tears di situs webnya pada Februari.
Perusahaan mengatakan mereka memasarkan obat tetes mata itu, tetapi tidak punya andil dalam “pembuatan aktual” produk.
Penarikan produk awalnya hanya untuk obat tetes mata yang disebut EzriCare Artificial Tears Lubricant dan Delsam Pharma Artificial Tears Lubricant, tapi belakangan diperluas sehingga mencakup salep mata yang dipasarkan oleh Delsam Pharma juga.
FDA melakukan inspeksi selama 11 hari terhadap pabrik Global Pharma di India dari 20 Februari, dan mengatakan dalam laporannya bahwa mereka mengamati beberapa pelanggaran terkait sterilisasi dan kebersihan.
Ini termasuk “deposit berminyak berwarna hitam, coklat” di atas sebuah mangkuk; beberapa bagian area manufaktur steril seperti pintu dan gagang pintu juga tidak dibersihkan dengan benar.
Laporan FDA juga mengatakan bahwa permukaan yang bersentuhan dengan kemasan obat “tidak dibersihkan, disanitasi, didekontaminasi, atau disterilkan”.
BBC telah mengirim email kepada Global Pharma untuk meminta komentar.
Pada hari Senin, surat kabar The New York Times (NYT) melaporkan bahwa CDC khawatir bakteri tersebut bisa bertahan dalam sistem perawatan kesehatan AS.
“Saya pikir kita akan melihat dampak dari ini terungkap selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun ke depan,” Maroya Walters, peneliti utama untuk tim resistensi antimikroba CDC, mengatakan kepada NYT.
CDC sebelumnya menyarankan siapa saja yang menggunakan produk yang telah ditarik dan mengalami gejala untuk menghubungi dokter. Gejala-gejalanya termasuk keluarnya cairan kuning, hijau, atau bening dari mata, ketidaknyamanan atau rasa sakit, mata merah, penglihatan buram, dan peningkatan kepekaan terhadap cahaya.
Dalam beberapa bulan terakhir, banyak perusahaan India telah masuk pengawasan ketat untuk kualitas obat-obatan mereka. Para ahli mengungkapkan kekhawatiran tentang praktik manufaktur yang digunakan untuk memproduksi obat-obatan ini.
Pada bulan Maret, regulator obat India membatalkan lisensi manufaktur Marion Biotech, yang sirup obat batuknya dikaitkan dengan 18 kematian anak di Uzbekistan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mengeluarkan peringatan pada Oktober lalu, yang mengaitkan empat sirup obat batuk buatan India dengan kematian sejumlah anak di Gambia. India kemudian mengatakan bahwa obat-obatan tersebut memenuhi spesifikasi ketika diuji di dalam negeri, tetapi WHO menjawab bahwa mereka mendukung “tindakan yang diambil”.